Minggu, 31 Juli 2011

Mungkinkah Google Mencuri Rahasia Negara Lewat Dunia Maya?

Rencana ekspansi bisnis Google, perusahaan raksasa internet asal Amerika Serikat di Indonesia, di satu sisi sangat menguntungkan. Namun, di sisi lain tentu saja harus diwaspadai. Memang, sama halnya dengan dua situs jejaring sosial yang populer saat ini yakni Facebook dan Twitter, kehadiran Google di Indonesia dinilai tidak akan bisa dijadikan alat propaganda isu dan melakukan revolusi politik. Namun, kecanggihan tiga teknologi ini bisa dimanfaatkan sebagai alat mata-mata yang menakutkan.


PERINGATAN ini pertama kali dilontarkan pendiri situs pembocor rahasia WikiLeaks, Julian Assange, seperti dilansir situs Silicon Alley Insider. Assange mengatakan facebook dan twitter bukanlah alat yang bisa bisa digunakan untuk revolusi politik.

“Itu tidak bisa. Ia (facebook) hanya bisa digunakan untuk memuat database seseorang secara komplit dan komprehensif. Dua jejaring itu juga bisa digunakan untuk melancarkan komunikasi, tak lebih dari itu,” katanya.
Namun, Assange mengingatkan, facebook dan twitter bisa diakses oleh agen intelijen Amerika Serikat. Bahkan, kata Assange, facebook, twitter, google, dan yahoo, membuat situs mereka dengan antarmuka yang bisa digunakan oleh intelijen AS.

“Sekarang, apakah berarti facebook memang dijalankan oleh intelijen AS? Tidak, tidak seperti itu, Tapi sederhananya, intelijen AS mampu melakukan tekanan politik maupun hukum kepada mereka,” tukas Assange.

Peluang bocornya rahasia negara lewat dunia maya juga dibenarkan Menkominfo Tifatul Sembiring. Ia menjelaskan, Twitter terbuka untuk menjadi sarana warga membocorkan rahasia negara. Namun, atas nama kebebasan berbicara, Tifatul melanjutkan, pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk menahan informasi yang cukup bersifat rahasia negara.

Karenanya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto mengaku akan mengawasi kegiatan di jejaring sosial.

“Yang membahayakan tentu kita pantau. Yang arahnya teror dan subversif tentu kita pantau. Datanya kita serahkan ke Menkominfo. Biar Menkominfo yang menentukan langkahnya,” kata Sutanto, usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (22/3/2011) lalu.

Menurut Sutanto, BIN  hanyalah lembaga yang membantu memberikan informasi atau peringatan dini. Langkah selanjutnya atas informasi itu diserahkan kepada instansi yang bersangkutan.

“Kita memberikan peringatan dini terhadap instansi terkait. Kita memperkuat supaya departemen terkait bisa berfungsi lebih kuat,” katanya. Untuk itu, tidak tertutup kemungkinan jejaring sosial juga akan diawasi apabila diyakini telah dimanfaatkan pihak tertentu ke arah yang membahayakan negara.

“Jejaring sosial itu untuk komunikasi masyarakat. Kalau dimanfaatkan oleh pihak tertentu, akan kita pantau,” tegasnya.

Seperti diketahui, meski belum resmi menginjakkan kakinya di Indonesia, Google menyebutkan bakal membuka kantornya di Indonesia di kisaran tahun 2012 nanti.

”Mereka belum tahu di mana (akan membuka kantor). Tapi mungkin di Jakarta. Titipan pesan dari Google adalah ekonomi Indonesia diyakini akan sangat cepat tumbuh apabila konektivitas (digital connectivity) semua terhubung. Itu membuat transaksi efisien, informasi lebih cepat, arus perdagangan lebih cepat. Dia yakin di situlah Google dapat berperan,” terang Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat di Jakarta, pekan lalu.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=41698 
http://monitorindonesia.com/?p=41706 
http://monitorindonesia.com/?p=41704 
http://monitorindonesia.com/?p=41702 
http://monitorindonesia.com/?p=41700 

Mencari Mafia Anggaran di Tubuh Dewan

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung mengakui adanya mafia anggaran di tubuh legislatif. Ada beberapa anggota Dewan yang turut ‘bermain’ dengan pihak eksekutif dan pengusaha. Mafia anggaran di tubuh Dewan benar adanya.


MAFIA anggaran itu ada. Sudah ada beberapa yang ketahuan melakukan itu, ada yang dalam proses hukum dan ada yang ditahan. Namun, mafia anggaran bukan hanya di satu tempat. Bisa terjadi kalau ada beberapa pihak yang bersepakat. Kalau enggak direspons sama eksekutif, enggak mungkin terjadi,” papar Tamsil dalam sebuah acara diskusi mingguan di Gedung DPR RI yang berlangsung pada Kamis (28/7/2011) lalu.

Seperti apa celah yang dimanfaatkan mafia anggaran di DPR berjalan selama ini? Tamsil menuturkan semua APBN sudah dialirkan sesuai jalurnya. Ada sisanya, namanya dana optimalisasi. Dicontohkannya, dari dana APBN 2010 senilai Rp 1.320 triliun, sudah diajukan ke DPR sekitar Rp 1.310 triliun. Ada selisih Rp 10 triliun berstatus optimalisasi. Nah, selisih inilah, kata Tamsil, yang berpeluang menimbulkan negosiasi. Pada prinsipnya ada sesuatu yang bisa dinegoisasi oleh mafia anggaran.

“Perubahan-perubahan itu nggak banyak terjadi. DPR ada optimalisasi, ada penerimaan defiden dan lain-lain. Baik itu dari pajak maupun pendapatan negara bukan pajak. Selisih seperti ini yang kadang berpeluang untuk melakukan negosiasi,” katanya.

Mafia anggaran belakangan memang mendapat sorotan publik. Pasalnya, terbongkarnya sejumlah kasus mafia anggaran kerap melibatkan oknum anggota DPR. Bukan rahasia umum lagi ada segelintir angota Dewan yang menjadi calo atau mafia anggaran.

Mulusnya permainan di Badan Anggaran terutama disebabkan rapat-rapat di badan tersebut sering dilakukan secara tertutup, luput dari pengawasan media dan publik. Pembahasan anggaran juga kerap tak dilakukan di gedung DPR. Proses yang tertutup ini menyebabkan pembahasan seringkali tak transparan. Proses ini memang sudah diatur oleh para mafia anggaran.

Bicara soal mafia anggaran, peneliti korupsi ICW, Abdullah Dahlan mengatakan, ada dua cara para calo anggaran ini bekerja. Bisa melalui birokrasi dan melalui jalur politik yang melibatkan partai politik.
Mata rantai percaloan melibatkan banyak pihak terkait, mulai dari unsur pejabat daerah hingga jalur politik melalui perantara kader partainya. Modusnya pun beragam, kata Dahlan, dari permintaan fee setiap pengajuan anggaran hingga barter program di daerah untuk meningkatkan rating partai dan kadernya.

“Itu modus yang biasa mereka gunakan untuk lobi pusat. Pola seperti itu lumrah digunakan para makelar anggaran untuk bisa mengkatrol jumlah anggaran yang diminta tiap daerah. Bahkan tak sedikit, fee yang mereka terima bisa digunakan untuk kepentingan partai, termasuk di dalamnya keuntungan pribadi,” paparnya.

Untuk memberangus praktik tersebut, lanjut Dahlan, perlu suatu gerakan massal yang juga melibatkan semua pihak untuk membongkarnya. Atau lebih ringkas disebut gerakan massal ‘pencabutan akar mafia’. Soalnya, tidak mudah mencari ‘’tikus’’ di gedung Dewan.

“Tentu saja, pembongkaran terhadap praktik mafia itu harus gencar dan melibatkan semua parpol, sekaligus menindaklanjutinya dengan sanksi seberat-beratnya, baik secara internal maupun diproses hukum. Sebab, kita mendiduga terjadinya kasus penyuapan yang ramai belakangan ini, bisa saja merupakan bagian dari ‘gunung es’ dari ‘mafia anggaran’ di negeri ini,” katanya.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41544 
http://monitorindonesia.com/?p=41537 
http://monitorindonesia.com/?p=41541 
http://monitorindonesia.com/?p=41547 
http://monitorindonesia.com/?p=41551 

Sabtu, 30 Juli 2011

Pengusul KPK Dibubarkan Itu Marzuki Demokrat Bukan Ketua DPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar mendapat ujian berat. Seleksi calon pimpinan KPK belum usai, lembaga superbodi antikorupsi itu malah dihantam isu lain yang tak sedap. Usulan pembubaran lembaga ad hoc bentukan DPR itu kini kembali mencuat. Anehnya, inisiator usulan itu justru berasal dari Partai Demokrat (PD), yang kini tampil habisan-habisan menepis tudingan korupsi yang dialamatkan ke partai penguasa itu.


TAPI kalau KPK sebagai lembaga ad hoc kini juga sudah tidak dipercaya lagi, maka apa gunanya lembaga ini,” ujar Ketua DPR Marzuki Alie kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/7/2011).

Tak perlu menunggu lama, pernyatan Marzuki yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina PD itu langsung mendapat reaksi keras. Penasihat Indonesia Police Watch (IPW), Johnson Panjaitan menilai, pernyataan Marzuki mesti diwaspadai, karena cenderung ingin membungkam dan melemahkan KPK. Johnson menangalisis, ucapan tersebut memang sengaja dilontarkan Marzuki dengan memanfaatkan gonjang-ganjing di tubuh KPK saat ini.

“Saya kira, itu satu tindakan serangan balik yang sangat keras terhadap KPK dengan menggunakan momentum yang sekarang. Dan itu memang yang ditunggu-tunggu Partai Demokrat,” tukas Johnson kepada Monitor Indonesia, Jumat (29/7/2011) sore.

Itu sebabnya, Johnson juga mengecam keras ucapan Marzuki yang menurut dia tidak seharusnya diucapkan seorang Ketua DPR. Karenanya, Johnson menyebut pernyataan Marzuki itu bukan atas nama Ketua DPR tetapi sebagai kader Partai Demokrat. Pasalnya, lanjut Johnson, partai besutan SBY itu adalah partai sarang koruptor. Sehingga, sangat wajar apabila Marzuki berniat membubarkan KPK.

“Tidak sepantasnya seorang Ketua DPR yang partainya terlibat dengan begitu banyak kasus korupsi malah membubarkan KPK. Padahal pembentukan KPK adalah keputusan rakyat yang membentuk lembaga ad hoc untuk perang melawan korupsi. Eh, malah dia yang ingin bubarkan. Saya kira yang bilang itu Marzuki Alie Partai Demokrat bukan Marzuki Alie Wakil Rakyat,” kritik pengacara Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) ini.

Menurut Johnson, kalau memang KPK saat ini dipimpin oleh orang-orang yang ‘kotor’, maka solusinya adalah tinggal mengganti personilnya saja. Sebab, kehadiran KPK saat ini masih sangat dibutuhkan untuk memberantas praktek korupsi yang semakin menggurita.

“Ya, ganti orangnya dong. Saya juga bisa ngomong, lebih baik DPR bubarin saja kalau DPR-nya tidak memikirkan rakyat. Kalau pikiran pendek seperti itu, tidak seharusnya dikeluarkan oleh seorang pimpinan wakil rakyat. Apalagi, KPK itu produk dari DPR.

Makanya saya bilang, Marzuki Alie mengatakan itu bukan sebagai Ketua DPR tetapi orang yang berkepentingan untuk membungkam KPK. Karena sudah jelas Partai Demokrat adalah sarang koruptor,” papar Johnson merujuk pada kasus Nazaruddin yang kini menyeret sejumlah elit Demokrat.

Ditegaskan Johnson, setali tiga uang antara Partai Demokrat dengan Partai Hanura dan Partai Golkar yang berniat membubarkan KPK tentu tidak boleh dibiarkan. Sebab, menurut dia, kehadiran KPK saat ini sangat dibutuhkan, karena institusi lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian masih belum bisa diandalkan.

“Ya, baguslah kalau ada partai lain yang setuju. Ini saatnya rakyat harus menolak dan bergerak. Rakyat harus berjuang membersihkan KPK, Kejaksaan, Kepolisian, partai, serta DPR yang terbukti telah menjadi sarang mafia,” pungkas Johnson.


Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=41417
http://monitorindonesia.com/?p=41420
http://monitorindonesia.com/?p=41424
http://monitorindonesia.com/?p=41427
http://monitorindonesia.com/?p=41429

Kamis, 28 Juli 2011

Melapor di Sudirman 45, Berujung di Blitar

Tudingan Nazaruddin kepada Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum berbuntut dilaporkannya mantan kasir partai besutan SBY itu ke polisi. Anas melaporkan mantan rekan separtainya, M Nazaruddin, sejak Selasa (5/7/2011) ke Bareskrim Mabes Polri.


LAPORAN polisi dengan nomor 412 itu disampaikan tim pengacara didampingi para kader Partai Demokrat, di antaranya Denny Kailimang, Patra M Zein, Benny K Harman, dan Ruhut Sitompul.
Namun yang menarik, pemeriksaan Anas terkait laporannya soal Nazaruddin justru dilakukan di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Blitar, Jawa Timur, Selasa (26/7/2011). Dengan berdalih tidak sempat ke Jakarta, Anas diperiksa oleh dua orang penyidik dari Jakarta dan dua dari Polres Blitar dalam pemeriksaan yang berlangsung selama sejam tersebut.

“Pemeriksaan sudah dilakukan kemarin (Selasa, 26/7). Kurang lebih ada satu jam,” kata Kepala Polres Blitar, AKBP Wahyono, saat dikonfirmasi terkait dengan kabar pemeriksaan Anas di Markas Polres Blitar.

Wahyono mengatakan, Anas didampingi oleh penasihat hukumnya saat dilakukan pemeriksaan tersebut. Ia datang sekitar pukul 16.00 WIB dan langsung menuju ruangan Reserse dan Kriminal Polres Blitar.

“Kami hanya sebagai fasilitas saja. Kebetulan kemarin usai ziarah di makam orangtuanya (Desa Ngaglek, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar ) ia langsung ke Polres. Tim Bareskrim juga sudah menunggu di sini,” katanya.

Kapolres juga mengatakan, rencana pemeriksaan itu sudah lama dikoordinasikan dengan Polres Blitar, sejak Minggu (24/7). Pihaknya juga tidak keberatan dan siap memberikan fasilitas tersebut.
Sementara Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, membenarkan pemeriksaan Anas dilakukan di Polres Blitar, Jawa Timur. Namun Anton membantah jika pihaknya disebut memberikan keistimewaan kepada Anas dengan mengirimkan penyidik ke Blitar.

“Pemeriksaan bisa dilakukan di kantor polisi mana saja, nggak masalah. Di Polres mana saja boleh, apalagi sebagai korban,” katanya.

Pada bagian lain, ketika dimintai tanggapan penilaian berbagai pihak bahwa Anas mendapat perlakuan khusus oleh Polri setelah diperiksa di Blitar. Padahal Anas melaporkan mantan rekan separtainya, M Nazaruddin, di Bareskrim Polri di Jakarta. Menurut Patra, pelapor dapat diperiksa di mana saja berdasarkan KUHAP.

Nggak. Kami ini pelapor lho, boleh diperiksa di mana saja. Tanya kepada penyidik, kami hanya diminta penyidik,” kata Patra, Kamis (28/7/2011).

Patra mengaku tak tahu kegiatan apa yang dilakukan kliennya di Blitar. Dia juga mengaku tak tahu mengapa jadwal pemeriksaan dipercepat menjadi hari Selasa (26/7/2011). Sedianya, jadwal pemeriksa kemarin. “Nggak tahu. Saya hanya dampingi pemeriksaan,” katanya.

Anas menolak semua tudingan Nazaruddin yang memojokkan dirinya. Tudingan itu dibeberkan Nazaruddin melalui Blackberry Messenger (BBM) kepada wartawan. Tidak cukup itu, Nazaruddin juga melontarkan tuduhan dalam wawancara langsung di beberapa stasiun televisi dan via Skype.
Tim pengacara Anas sudah merekam pembicaraan Nazaruddin dengan Metro TV beberapa waktu lalu. Mereka juga akan meminta salinan rekaman kepada Metro TV untuk dijadikan bukti.

Nazaruddin menyebut Anas menerima suap terkait proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. Selain itu, kata Nazaruddin, Anas juga mengambil jatah uang Rp 7 miliar yang seharusnya untuk media massa.

Tudingan lain adalah adanya politik uang dalam memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Nazaruddin menyebut Anas menghabiskan uang hingga 20 juta dollar AS yang didapat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anas sudah membantah semua tudingan itu.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41202 
http://monitorindonesia.com/?p=41204 
http://monitorindonesia.com/?p=41208 
http://monitorindonesia.com/?p=41211 
http://monitorindonesia.com/?p=41213 

Rabu, 27 Juli 2011

Usai Cicak vs Buaya, Kini Giliran Cicak vs Tokek

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) boleh berbangga diri ketika berhasil menumbangkan mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji. Ya, dalam cerita “Cicak vs Buaya”, KPK yang dianalogikan layaknya cicak sukses mengirimkan buaya ke balik jeruji penjara. Namun, cerita ‘heroik’ itu agaknya menjadi tidak menarik jika diputar ulang saat ini. Pasalnya, salah satu aktor dalam serial itu, Chandra Hamzah, kini terbelit kasus yang cukup mengguncang Republik.


HINGGA saat ini, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin sepertinya bukan lawan sembarangan bagi Chandra. Tetapi, lebih dari itu. Merujuk nyayiannya dari tempat yang tersembunyi itu, Nazaruddin sepertinya layak digelari ‘Tokek’. Jadi, serial kali ini layak diberi judul ‘Cicak vs Tokek’. Bukan apa-apa, teriakan tokek..tokek… yang terus digulirkan Nazaruddin, agaknya semakin membuat Chandra Cs kelimpungan.

Namun, pimpinan KPK justru menilai tudingan Nazaruddin sebagai nyanyian biasa, tak perlu ditanggapi. Di sisi lain, di balik santainya pimpinan KPK menanggapi tudingan Nazaruddin, malah melahirkan persepsi negatif terhadap lembaga itu. Belakangan, desakan agar segera mundur dari kursi pimpinan KPK dialamatkan kepada Chandra M. Hamzah dan Ade Raharja.

Salah satu desakan mundur itu datang dari anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nudirman Munir. Ia mengatakan, Panitia Seleksi Pimpinan KPK akan mempertanyakan kabar pertemuan Chandra M. Hamzah dan Ade Raharja dengan Nazaruddin dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

“Kita akan mempertanyakan ada apa di balik itu semua,” kata Nudirman. Secara pribadi, Nudirman curiga dengan Chandra atas penanganan kasus Bank Century. Hingga kini KPK belum berani menyatakan ada tindak pidana korupsi dalam proses bail out Rp6,7 triliun tersebut. Padahal, benang merahnya sudah jelas,” papar Nudirman di Gedung DPD/MPR RI, Jakarta, Rabu (27/7/2011).

“Dalam rapat kerja di Kejaksaan Agung dan KPK, saya bilang Pak Chandra sudah seperti pengacara Bank Century. Tidak ada memberi perluang bahwa ada tindakan pidana korupsi padahal terang benderang,” ucapnya.


Politikus Partai Golkar ini melanjutkan, mestinya KPK merayu Nazaruddin memberikan bukti berupa rekaman CCTV yang dimilikinya. Jika Chandra terbukti, maka Tim Etik KPK yang juga baru dibentuk kemarin, harus memberhentikannya sebagai pimpinan KPK.

Nudirman menegaskan, dirinya menyambut baik sikap Ade Rahardja yang mengakui pertemuan dengan Nazaruddin. Baginya, Ade lebih jantan. “Saya lebih seneng cara begitu, artinya lebih gentle,” katanya.

Karena itu, Nudirman menginginkan agar ada perlindungan bagi wisthle blower melalui perubahan UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. “Kita tidak mau Nazaruddin ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa,” katanya.

Sebelumnya, meski mengakui pernah bertemu dengan Nazaruddin, Ade Rahardja tetap membantah tudingan yang disampaikan Nazaruddin.

“Tidak ada deal-deal-an dalam penyidikan. Semua penyidikan didasarkan atas bukti yang cukup,” kata Ade melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (19/7/2011).

Seperti diketahui, Nazaruddin dalam wawancaranya dengan Metro TV pekan lalu menuding Ade Rahardja bersama Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah telah merekayasa kasus dugaan suap Wisma Atlet hingga menjerat Nazaruddin sebagai tersangka.

Nazaruddin mengungkapkan, Ade, Chandra, dan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum sepakat untuk menghentikan kasus dugaan suap wisma atlet hanya pada penetapan Nazaruddin sebagai tersangka. Sebagai gantinya, kata Nazaruddin, Anas akan memuluskan langkah Ade dan Chandra sebagai calon pimpinan KPK.

“Anas dan Ade mengadakan pertemuan di suatu tempat, deal-nya Anas tidak boleh dipanggil (KPK), Angie (Angelina Sondakh) tidak boleh dipanggil, kasus hanya ditutup di Nazaruddin. Deal-nya, Ade dan Chandra akan dipilih sebagai pimpinan KPK,” beber Nazaruddin.

Namun, terlepas dari benar tidaknya tudingan Nazaruddin, yang pasti pimpinan KPK saat ini bukan lagi menghadapi buaya. Karenanya, agar lebih terhormat, mungkin tidak ada salahnya pimpinan KPK saat ini segera melepaskan predikat ‘cicak’nya. Dengan begitu, publik pun berharap ‘tokek’ segera keluar dari persembunyiannya. Selanjutnya, cicak dan tokek biarkanlah bernyanyi bersama. Suara siapa yang paling enak didengar? Mari kita tunggu.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=41007 
http://monitorindonesia.com/?p=40987 
http://monitorindonesia.com/?p=40993 
http://monitorindonesia.com/?p=40997 
http://monitorindonesia.com/?p=41002 

Selasa, 26 Juli 2011

Ingat SBY! Puluhan Buronan Tidak Hanya Nazaruddin

Merujuk pada temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai sejumlah nama yang kabur ke luar negeri sejak tahun 2001, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menyatakan, harusnya Presiden juga mengerahkan pencarian para koruptor itu.


DALAM temuannya ICW mencatat, sejak 2001 ada 45 orang koruptor yang melarikan diri ke luar negeri, termasuk Nazaruddin, karena tersangkut kasus korupsi di Indonesia.
 
Dari ke 45 orang tersebut, kebanyakan dari mereka lari ke Singapura dan berbagai negara lainnya. Sementara itu, seperti diberitakan, Presiden terkait Nazaruddin memerintahkan kepolisian dan KPK menangkap politisi Partai Demokrat tersebut.

Ray Rangkuti mengatakan, seyogianya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak bersikap diskriminatif dengan hanya memerintahkan mencari politisi Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

“Perintah itu (perintah Presiden Yudhoyono untuk menangkap Nazaruddin) terasa agak minimalis dan sedikit diskriminatif. Entah kenapa SBY hanya meminta Nazaruddin yang dijemput paksa, sementara tidak menyebut nama-nama pelaku lain dengan tindakan kejahatan yang sama dan kini bermukim di luar negeri. Mereka kini hidup tenang di luar negeri. SBY hanya menyebut nama Nazaruddin dan seolah melupakan pelaku kejahatan yang sama dan kini sebagian besar menetap di Singapura,” papar Ray.

Tanpa berniat membela Nazaruddin, Ray mengimbau pemerintah berlaku adil. Menurutnya, harusnya ada perlakuan yang sama dari penegak hukum untuk mencari koruptor yang beberapa di antaranya telah divonis in absentia.

“Tentu saja perlakuan Presiden yang seolah melupakan tersangka lain seperti memberi angin bagi mereka (koruptor yang kabur) bahwa kenyataannya republik ini telah melupakan kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan. Kami mengimbau semua aparat penegak hukum, dan tentu saja dengan perintah Presiden, agar mempergunakan seluruh kekuatan untuk mengejar para koruptor yang hidup bebas di luar negeri,” katanya.

Pada bagian lain, aktivis ICW, Tama S Langkun mengatakan, untuk memulangkan para koruptor yang kebanyakan diketahui lari ke Singapura, KPK bisa bekerja sama dengan lembaga anti-korupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

Selain itu, dalam pandangan Tama, Pemerintah Indonesia sudah selayaknya melakukan pembekuan kekayaan para koruptor tersebut. Pembekuan tersebut bisa dilakukan dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“SBY bisa perintahkan Polri untuk support KPK. Sekurang-kurangnya bisa melakukaan koordinasi dengan dengan penegak hukum di negara lain. KPK bisa kerja sama dengan CPIB. Selain itu, optimalkan bantuan PPATK untuk melakukan penelusuran aset yang bersumber dari uang haram, dan lakukan pembekuan aset. Penyitaan atau pembekuan aset ini untuk memperkecil ruang gerak yang bersangkutan,” tukasnya.


Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=40801 
http://monitorindonesia.com/?p=40790 
http://monitorindonesia.com/?p=40792 
http://monitorindonesia.com/?p=40795 
http://monitorindonesia.com/?p=40799 

Senin, 25 Juli 2011

Mengintip Gurita Demokrat di Tender Proyek BUMN

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) M Nazaruddin dalam sederet kesaksiannya menuduh elit partai besutan SBY ikut bermain dalam sejumlah proyek BUMN. Dimenangkannya PT Adhi Karya sebagai kontraktor pada proyek Hambalang, menurut Nazaruddin, adalah salah satu bukti keterlibatan elit Demokrat di proyek pemerintah. Ketua Umum PD Anas Urbaningrum oleh Nazaruddin menerima komisi sebesar Rp 100 milyar dari proyek itu.

MAIN mata antara elit partai politik terutama PD sebagai partai penguasa dengan sejumlah perusahaan BUMN ternyata sudah cukup lama terjadi. Modusnya cukup sederhana, yakni dengan membantu salah satu perusahaan untuk mendapatkan proyek dari perusahaan BUMN. Selain itu, elit Demokrat juga diduga menjadi broker alias perantara bagi perusahaan swasta untuk mendapatkan pinjaman dari bank pelat merah.

Ketua Presidium Forum Serikat Pekerja BUMN Bersatu FX Arief Poyuono mengungkapkan, saat ini terdapat banyak kader Demokrat yang ikut bermain dalam sejumlah proyek BUMN. Salah satu contohnya adalah kontrak kerja antara PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) dengan PT Pertamina (Persero).

“TPPI seharusnya membayar kepada Pertamina. Tapi karena TPPI ini dibantu oleh Nazaruddin dan kader Demokrat lain berinisial MA, maka pembayaran tidak sepenuhnya kepada Pertamina. Akhirnya menjadi semacam joint venture. Akibatnya, dalam hal ini negara dirugikan sebesar 61 juta dolar AS,” ungkap Arief Poyuono kepada Monitor Indonesia, Senin (25/7/2011).

Gilanya lagi, sambung Arief, TPPI juga mendapatkan pinjaman dari salah satu bank BUMN sebesar 600 juta dolar AS. Jadi, selain bermain di tender proyek BUMN, Nazaruddin dan MA juga menjadi broker masalah di BUMN. Misalnya, jika salah satu perusahaan swasta berutang dengan BUMN, supaya tidak dieksekusi, maka mereka bermain dan akhirnya mendapatkan fee.

Selain TPPI, sambung Arief, di Pertamina juga ada mafia pengimpor BBM (Bahan Bakar Minyak) yang juga melibatkan elit-elit Demokrat. Modus operandinya cukup sederhana, yakni mengusulkan sebuah perusahaan suplier yang mengimpor BBM kepada Pertamina.

“Mereka biasanya dapat satu dolar AS per satu barel. Kalau mereka mengimpor BBM satu juta barel per hari, itu artinya mereka mendapat fee sebesar 1 juta dolar AS per hari,” kata dia menguraikan. Selain di Pertamina, para elit Demokrat juga ditengarai ikut terlibat dalam sejumlah proyek BUMN. Salah satu perusahaan pelat merah yang kerap menjadi sapi perahan ‘gurita Demokrat’ adalah PT Telkom.

“Apalagi di Telkom, karena pengangkatan direksi Telkom itu tidak sepenuhnya wewenang Menneg BUMN langsung. Untuk posisi Direktur Utama, itu kan langsung wewenang presiden. Jadi tidak heran kalau elit Demokrat banyak yang memanfaatkan itu. Ini sangat jelas. Apalagi mereka partai berkuasa,” kata Arief. Sedangkan untuk sektor perkebunan, sambung Arief, elit Demokrat biasanya bermain dalam proses suplier pupuk atau broker produk perkebunan tersebut.

“Apalagi saat ini direksi perusahaan perkebunan saat ini dikuasai kader-kader Demokrat,” bebernya. Namun, keterlibatan elit Demokrat di sejumlah proyek BUMN juga tidak terlepas dari adanya kerjasama direksi perusahaan BUMN tersebut. Jika tidak, direksi BUMN biasanya akan menuruti apa saja permintaan elit Demokrat, karena khawatir akan dicopot jabatannya.

“Direksi BUMN tidak mampu melawan, karena ditakut-takuti akan diganti atau karena direksi sudah kongkalikong dengan elit partai. Atau, mereka sebelumnya sudah ada deal dengan elit untuk menjadi pejabat. Itu modus yang sudah lama dilakukan,” ujar Arief.

Ditanya soal bagaimana cara mengatasi agar kejadian serupa tidak terjadi di masa mendatang, Arief mengusulkan agar Presiden SBY dan KPK lebih terbuka dan mampu melakukan kontrol yang lebih baik.

“Cara pencegahan gampang saja, tinggal bagaimana SBY bisa berubah dan KPK bisa kontrol lebih bagus. Misalnya, Nazaruddin sudah menuduh Chandra Hamzah terlibat. Sekarang berani tidak Chandra sumpah pocong?” tantang Arief.

Sementara itu, elit PD yang berinisial MA sebagaimana diungkapkan Arief, berdasarkan catatan Monitor Indonesia, adalah Marzuki Alie. Namun, Marzuki yang juga Ketua DPR ini membantah semua tudingan yang dialamatkan Arief Poyuono. Ditegaskan Marzuki, dirinya sama sekali tidak pernah berhubungan dengan kontrak kerja antara Pertamina dengan TPPI. Termasuk membantah keterlibatannya dalam proses peminjaman senilai 600 juta dolar AS dari salah satu bank pelat merah untuk TPPI.

“Berita apalagi ini. Saya tidak ikut-ikut urusan begini. Kalau saya ikut, bagaimana caranya. Lalu di balik siapa? Saya lima tahun sebagai Sekjen PD, dan saat ini dipercaya sebagai Ketua DPR, tidak boleh bersentuhan dengan urusan-urusan yang menyangkut keuangan negara. Insya Allah, saat ini saya masih menjaga amanah itu,” kata Marzuki saat dikonfirmasi Monitor Indonesia, Senin (25/7/2011).

Ishak H Pardosi

http://monitorindonesia.com/?p=40601
http://monitorindonesia.com/?p=40605
http://monitorindonesia.com/?p=40608
http://monitorindonesia.com/?p=40611
http://monitorindonesia.com/?p=40614

Minggu, 24 Juli 2011

Rakornas Banci Cuma Basa-basi Tanpa Sanksi

Ketika membuka Rakornas, Sabtu (23/7/2011), Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan, selain kader yang tersandung kasus hukum, mereka yang dinilai tak menjalankan etika politik bersih, cerdas, dan santun juga diberikan sanksi.




SAAT ini, selain nama Nazaruddin, setidaknya ada enam orang kader Partai Demokrat yang kini terlilit persoalan hukum terkait korupsi. Mereka adalah As’ad Syam, anggota DPR periode 2009-2014 Daerah Pemilihan (Dapil) Jambi.

As’ad tersangkut perkara korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel Sungai Bahar senilai Rp 4,5 miliar saat menjabat Bupati Muaro Jambi. As’ad divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis itu merupakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis bebas terhadap As’ad dari Pengadilan Negeri Sengeti, Jambi pada 3 April 2008.

Nama berikutnya adalah Yusran Aspar, Yusran adalah anggota DPR periode 2009-2014 dari daerah pemilihan Kaltim. Ia tersandung korupsi biaya pembebasan tanah kompleks perumahan PNS senilai Rp 6,3 miliar semasa menjabat Bupati Panajam Pser Utara, Kalimantan Timur, periode 2003-2008.

Pada tingkat kasasi di MA, Yusran divonis bersalah dan harus menjalani hukuman satu tahun enam bulan serta denda Rp 100 juta. Vonis jatuh pada tahun 2009. Vonis itu menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Tanah Grogot, Kalimantan Timur pada Januari 2008 yang membebaskan Yusran dari dakwaan korupsi.

Kemudian ada nama Sarjan Tahir, nama anggota DPR periode 2004-2009 ini terlibat dalam perkara suap alih fungsi hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-api. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Sarjan Tahir dengan hukuman 4,5 tahun penjara.

Sementara nama Amrun Daulay, anggota DPR periode 2009-2014 Dapil Sumut II juga masuk dalam daftar kader PD bermasalah. Ia menjadi tersangka dugaan korupsi dalam pengadaan mesin jahit dan sapi impor senilai Rp 25 miliar saat menjabat Dirjen Bantuan Jaminan Sosial dan Departemen Sosial.

Pada tingkat daerah, nama Bupati Sitobondo, Jawa Timur, periode 2005-2010, Ismunarso, juga ikut mengisi nama kader PD yang terjerat kasus korupsi. Ismunarso tersandung korupsi APBD Kabupaten Situbondo 2005-2007 senilai Rp 43 miliar. Hakim Pengadilan Tindak Pindana Korupsi menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara.

Selain nama Ismunarso, juga ada nama Bupati Boven Digoel, Papua,  Yusak Yaluwo. Ia terlilit korupsi APBD 2005-2008 dan pengadaan tangker LCT 180 Wambon. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara.

Bagaimana dengan dugaan keterlibatan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam dugaan korupsi anggaran? Mantan salah seorang ketua PB HMI yang sempat dekat dengan Anas mengatakan, agenda rakornas tidak akan menghasilkan agenda konkret membersihkan kader bermasalah di tubuh Demokrat.

"Jangan harap akan rakornas akan menyentuh Anas. SBY tidak mungkin berani mengambil risiko berbenturan dengan Anas yang kuat di jaringan HMI. Jadi yang terjadi hanya rakornas banci tanpa ada sanksi,’’ tegasnya kepada Monitor Indonesia.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=40409
http://monitorindonesia.com/?p=40407
http://monitorindonesia.com/?p=40411
http://monitorindonesia.com/?p=40414
http://monitorindonesia.com/?p=40416

Menunggu Kejutan SBY Usai Rakornas Partai Biru

Mesin politik Partai Demokrat (PD) benar-benar kehabisan tenaga. Peluru panas yang terus ditembakkan buronan Interpol M. Nazaruddin terus menghantam Ketua Umum PD yang kini ditempati Anas Urbaningrum. Tak mau diseret sendiri dalam pusaran korupsi Wisma Atlet dan Hambalang, Nazaruddin justru menuding Anas sebagai bos besar di balik perbuatan melawan hukum itu. Situasi semakin memanas ketika internal PD tidak kompak menghadapi serangan Nazaruddin.

BOLEH jadi, posisi Demokrat yang semakin terpojok saat ini diselamatkan Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) PD yang digelar dua hari sejak hari ini, Sabtu (23/7/2011). Tentunya, ajang Rakornas bisa dimanfaatkan untuk meredam isu panas yang semakin sering dilontarkan Nazaruddin. Namun, Rakornas yang digelar di Sentul, Bogor ini juga sangat mungkin menjadi pintu masuk ‘musuh dalam selimut’ Demokrat untuk memukul mundur Anas Urbaningrum.

Memang, wacana Kongres Luar Biasa (KLB) sebagai salah satu upaya mendongkel kekuasaan Anas, sudah dipatahkan Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono. Akan tetapi, usulan dari akar rumput PD semakin menguat, yang intinya meminta Anas untuk meletakkan jabatannya, paling tidak untuk sementara. Desakan agar Anas mundur sementara menjadi relevan, mengingat serangan bertubi-tubi Nazaruddin selalu diarahkan pada mantan Ketua HMI itu.

Mengacu semakin ruwetnya persoalan internal Demokrat, akhirnya membuat elit-elitnya merasa perlu untuk angkat suara. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie. Kendati tidak secara spesifik mengatakan posisi Anas sebagai Ketua Umum semakin terjepit, tetapi Marzuki sepertinya merasa gerah dengan gaya Anas yang hingga kini masih menganggap enteng tudingan-tudingan Nazaruddin.

“Tanpa penguatan partai, kita jangan harap mampu memenangkan Pemilu 2014,” seru dia dengan nada tinggi. Selain menyentil posisi Anas yang sewajarnya bertanggungjawab atas pemenangan Pemilu 2014, Marzuki yang juga Ketua DPR ini, turut menyesalkan sikap kader Demokrat yang duduk di DPR. “Kita belum punya kelas untuk melawan partai lain. Banyak kader Demokrat yang tidak membantu saya mengawal program,” tambah mantan kandidat ketua umum PD tersebut berapi-api.

Sementara itu, salah seorang pendiri Demokrat Ventje Rumangkang juga bertekad mendorong SBY agar mengambil keputusan politik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan internal partai. “Kita gugah perasaan Pak SBY selaku tokoh sentral partai ini untuk melakukan langkah-langkah yang kita harapkan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi. Karena kita di arena politik, tentu harus ada sikap politik,” ujarnya di sela-sela acara Rakornas.

Ventje juga meminta agar kader Demokrat bisa mewujudkan impiannya. Dikatakan Ventje, kader partai menginginkan PD segera keluar dari kemelut, utamanya setelah kasus Nazaruddin. “Partai Demokrat harus mempunyai solusi, supaya partai ini bisa mempertahankan keunggulan Pemilu 2009 di Pemilu 2014. Solusi ini yang sangat kita harapkan,” pungkas Ventje.

■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=40309

Jumat, 22 Juli 2011

Pemilu 2014, Katakan Tidak Pada Demokrat

Sosok Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dinilai oleh pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti belum menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin. slogan ‘’Katakan Tidak Kepada Demokrat’’ cocok disandang Partai Demokrat di Pemilu 2014 jika kisruh tidak segera dibenahi.



 ANAS harusnya bisa menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin dalam menyelesaikan satu masalah serius di partainya,” ungkap Ikrar Nusa Bhakti dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu.

Ikrar Nusa Bhakti menyoroti adanya tidak faksi di partai Demokrat sebagai akibat dari konsolidasi partai sebelum adanya kongres di Bandung tahun lalu yang mengangkat Anas sebagai ketua umum baru Partai Demokrat. 

“Faksi Andi Mallarangeng, Marzuki Alie dan Anas Urbaningrum memang sangat menonjol dalam kongres tahun lalu,” tandas Ikrar Nusa Bhakti.

Menyikapi kemelut di tubuh Partai Demokrat belakangan ini, Anas diakui Ikrar Nusa Bhakti malah menyelamatkan dirinya sendiri. 

“Bukannya menyelamatkan partainya, Anas malah menyelamatkan dirinya sendiri, ini harusnya tidak terjadi,” jelas Ikrar Nusa Bhakti mengenai tuduhan Nazaruddin yang mengarah kepada Anas.

Ikrar mengharapkan kader Partai Demokrat jangan banyak bicara seenaknya sendiri dibanding dengan konsolidasi partai. 

“Harusnya kader menutup mulut dahulu, tidak sembarang omong, harusnya orang Demokrat kompak satu suara, jika ditanya pers, harusnya ada yang mewakili, tidak semua bicara,” kata Ikrar Nusa Bhakti lagi.

Jika ingin menyelamatkan Partai Demokrat di Pemilu 2014, kader Demokrat diakui oleh Ikrar Nusa Bhakti harus kompak dan mendahulukan kepentingan bersama. 

“Jangan sampai ada slogan masyarakat yang negatif kepada Demokrat, selama ini orang katakan tidak pada korupsi, tiba-tiba muncul slogan, katakan tidak pada demokrat, bisa berabe,” seloroh Ikrar.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=40212 
http://monitorindonesia.com/?p=40170 
http://monitorindonesia.com/?p=40192 
http://monitorindonesia.com/?p=40203 
http://monitorindonesia.com/?p=40209 

Kamis, 21 Juli 2011

Hukuman Mati Koruptor, Langkah Mundur?

Sepintas, wacana hukuman mati bagi koruptor seperti yang dilontarkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD cukup ampuh untuk menekan tingkat korupsi. Tak seorang pun tentunya yang ingin mengakhiri hidupnya di tiang gantungan atau diberondong regu penembak, utamanya mereka para koruptor.

KECUALI teroris yang memang sudah didoktrin untuk siap mati, hukuman mati sepertinya masih menempati urutan yang cukup angker. Sederhananya, tingkat korupsi diyakini akan berkurang drastis jika hukuman yang menanti adalah hukuman mati.

Namun, ternyata tidak sesederhana itu. Mengganjar hukuman mati bagi siapa saja yang terbukti secara hukum melakukan praktik korupsi belum tentu akan mengurangi niat para pelaku korup mengambil yang bukan haknya. Kalaupun manjur, tetapi cara ini dinilai tidak terlalu berpengaruh signifikan, bahkan cenderung lebih rumit.

Meski terdengar seram bagi koruptor, nyatanya LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) justru menentang wacana itu yang kini sudah ada di draft Rancangan Undang undang (RUU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hukuman mati bagi KontraS tidak akan ampuh mengurangi peringkat indeks persepsi korupsi. Kordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar menguraikan, satu-satunya negara yang masih menerapkan hukuman mati bagi koruptor adalah Cina. Namun faktanya, peringkat indeks persepsi korupsi di negeri itu terus menurun tiap tahunnya.

“Hukuman mati yang diterapkan oleh Cina tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat indeks persepsi korupsi negara tersebut. Malahan, peringkatnya cenderung menurun setiap tahunnya,” ucap Haris, melalui siaran persnya yang diterima Monitor Indonesia, Kamis (21/7/2011).

Menurut dia, berdasarkan data yang dilansir LSM Transparency International (Oktober 2010), indeks persepsi korupsi di Cina menempati urutan yang ke-72 pada 2008, ke-79 di tahun 2009, sedangkan pada 2010 menempati urutan ke-78.

“Bandingkan dengan peringkatnya di tahun 2001 (57), 2002 (59) dan 2003 (ke 66). Sedangkan posisi Indonesia berada di peringkat ke-111 pada 2010, dan ke 110 pada 2009. Menurun jauh dari tahun 2001 (ke-88) dan 2002 (ke-96),” terang Hariz.

Karenanya, KontraS meminta Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, agar mencabut kembali pencantuman hukuman mati di draft RUU Tipikor. Dikatakan Hariz, selain tidak menghormati hak untuk hidup yang dijamin konstitusi, hukuman mati juga tidak tepat, karena terbukti tidak menimbulkan efek jera serta berpotensi menghambat proses penarikan koruptor beserta aset dari luar negeri.

“Ini adalah langkah mundur yang ditempuh pemerintah mengingat hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Selain itu langkah ini juga kontra produktif untuk membawa balik para koruptor di luar negeri dan mengembalikan aset korupsi kepada negara,” cetus Hariz.

Sebagaimana diketahui, dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati diatur dalam 2 pasal, yakni Pasal 2 ayat (2). Pasal itu berbunyi ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.


Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=39999 
http://monitorindonesia.com/?p=39994 
http://monitorindonesia.com/?p=40004 
http://monitorindonesia.com/?p=40015 
http://monitorindonesia.com/?p=40020 

Melawan Nazaruddin, Satukan Suara di Wisma Negara

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Mohammad Nazaruddin kembali buka suara. Dari tempat rahasia, borok-borok elite Partai Demokrat di bawah komando Ketua Umum Anas Urbaningrum dibongkar.

DALAM kesaksiannya yang disiarkan Metro TV, Selasa (19/7/2011) sore, Nazaruddin menyebutkan sejumlah nama yang merekayasa kasusnya.Beberapa nama yang disebut Nazaruddin adalah Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Benny K Harman, Mirwan Amir dan Angelina Sondakh.

Anas yang selama ini dijuluki politisi santun itu diduga melakukan rekayasa dalam proyek Wisma Atlet. Menurut Nazaruddin, Wisma Atlet itu adalah anggaran yang dialokasikan pada APBN-P 2010 dan mulai dibahas Januari 2010.

‘’Posisi Anas waktu itu Ketua Fraksi Demokrat. Pertemuannya ada, pertemuan dengan Andi Malarangeng di lantai 10 di Arcadia, semua ada buktinya. Yang menjalankan teknisnya Angelina Sondakh,’’ ujar Nazaruddin.

Suara miring Nazaruddin itu sontak membuat panas kuping Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Anas Urbaningrum, bersama pengurus elite partai dipanggil mendadak ke Wisma Negara, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 20 Juli 2011.

Pertemuan digelar tertutup mulai pukul 17.00 WIB. Tak diketahui untuk apa pemanggilan itu, namun jelas diduga terkait soal tudingan mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin soal adanya kesepakatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dengan KPK.

Dari pantauan Monitor Indonesia, Anas tiba dengan kendaraannya Toyota Alphard B 69 AUD. Tampak pula, putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono. Lalu Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng.

Mobil para pimpinan Partai Demokrat itu keluar dari Wisma Negara pukul 18.00 WIB. Namun, para petinggi Demokrat ini tidak memberikan keterangan apapun. Wartawan yang menunggu di luar wisma sempat berusaha mencegat mobil yang keluar, namun mereka tetap melajukan mobilnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha meminta semua tudingan yang disampaikan Nazaruddin disertai bukti yang kuat dan akurat. “Yang lebih penting, Nazaruddin bisa menyampaikan bukti apa yang disampaikan ke ruang publik,” katanya. Sehingga bukti yang disampaikan itu, lanjut Julian, bisa direspon aparat penegak hukum dari keterangan dan bukti dari Nazaruddin.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi lebih bisa dipercaya dibandingkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang kini menjadi tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet. Denny mengatakan, Nazaruddin seorang buron dan ditetapkan sebagai tersangka. “Orang yang sedang terjepit masalah hukum bisa bicara apa saja,” kata Denny di Istana Presiden, Rabu 20 Juli 2011. Tampaknya, kini semuanya serempak cuci tangan?

Indra Maliara

Selasa, 19 Juli 2011

Nyanyian Obok-obok Nazaruddin Jangan Sampai Masuk Angin

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin kembali menggegerkan publik. Dalam wawancara khusus dengan Metro TV, Selasa (19/7/2011) Nazaruddin kembali mengungkap borok-borok Partai Demokrat dan KPK. Beberapa nama yang disebut Nazaruddin adalah Ketua Umum PD Anas Urbaningrum, dua Wakil Ketua KPK, yakni Chandra M Hamzah dan M Jasin, dan anggota Komisi III DPR dari Demokrat Benny K. Harman. Terbaru, Nazaruddin menuding Anas adalah aktor utama yang berada di balik kasus yang menimpa dirinya.


TENTUNYA
, publik berharap agar ‘nyanyian’ baru Nazaruddin ini tidak hanya menggemparkan suasana politik belaka. Akan tetapi, pengusutan kasus seperti yang diungkapkan Nazaruddin haruslah benar-benar ditelusuri kebenarannya. Apakah Nazaruddin mengungkap fakta sebenarnya? Ataukah sebaliknya, dia hanya ingin mencari sensasi semata. Toh, dia merasa berada di tempat persembunyian yang aman, layaknya koruptor Nunun Nurbaeti serta koruptor kakap lainnya.

Sekali lagi, Kepolisian dan KPK benar-benar berada di puncak gunung. Salah-salah melangkah, kedua institusi penegak hukum ini bakal jatuh terguling ke lembah paling curam. Apalagi, Nazaruddin yang mantan kader Partai Demokrat itu terlihat makin beringas mengumbar dosa-dosa Demokrat dan KPK.

Inilah wawancara antara Metro TV dan Muhammad Nazaruddin:

Metro TV: Anda saat ini sedang berada dimana Bang?

Nazaruddin: Saya ada di satu tempat yang kiranya ‘aman’  dari kebohongan dan permainan politik yang direkayasa.

Metro TV: Anda masih di luar negeri

Nazaruddin: Ya, saya masih di luar negeri

Metro TV: Anda saat ini berada di Singapura saja atau berpindah-pindah Bang? Karena informasi yang ada di sini,  Anda disebutkan berpindah-pindah, mana yang benar Bang?

Nazaruddin: Saya ada di suatu tempat yang aman dari rekayasa politik lah.

Metro TV: Kami ingin meluruskan dari awal. Anda berjanji akan pulang setelah dipanggil KPK. Mengapa setelah menjadi tersangka Anda belum juga pulang?

Nazaruddin: Gimana saya mau pulang, rekayasanya selalu dibuat. Saya mau tanya sama KPK, bagaimana KPK bisa membuktikan bahwa saya ada terima aliran dana. Hanya penjelasan dari seorang yang direkayasa, oleh seorang yang namanya Anas Urbaningrum, merekayasa semuanya supaya saya dijadikan tersangka. Anas itu adalah pendana aliran dana Wisma Atlet.

Metro TV: Anda disebutkan bisa membuktikan semua itu, jika Anda menemui KPK? Anda tidak ingin datang ke KPK untuk membuktikan data-data yang anda punya?

Nazaruddin: saya mau ke KPK, KPK-nya bohong semua. KPK itu perampok, saya tahu KPK itu perampok. Kalau Anda mau tahu, 2010 bulan 11, Chandra Hamzah itu datang ke rumah saya terima uang. Ada bukti CCTV-nya.

Metro TV: Menerima uang untuk apa?

Nazaruddin: Ada proyek pengadaan baju hansip untuk pemilu. Itu Chandra Hamzah mau naikkan kasusnya di KPK, ada seorang pengusaha yang menemui dia saat itu. Tanya Benny K Harman, Benny K Harman ikut pertemuan waktu itu.

Metro TV: Berapa jumlah uang yang Anda berikan ke Chandra Hamzah?

Nazaruddin: Bukan saya yang berikan, tapi pengusaha itu yang memberikan.

Metro TV: Tapi Anda berada di situ?

Nazaruddin: Makanya saya mau bilang, saya tidak percaya dengan KPK. Ini jelas, ya orang keuangan. Yulianus itu bukan orang keuangan saya. Anas Urbaningrum adalah pemilik PT Anugrah Nusantara.

Metro TV : Anas mengatakan sudah mundur dari Anugerah Nusantara

Nazaruddin: Mundur gimana. Kalau mundur itu kan harus suratnya. Jadi begini ya, Anas bisa menang di 2010 (Kongres Demokrat di Bandung) memang pakai duit dari mana? Kita punya posko waktu itu di Senayan City. Semua kita panggil DPC dan dikasih uang. Setelah itu pertemuan di Hotel Sultan, setelah itu deklarasi di Hotel Sultan. Semua itu pakai uang. Uangnya dari mana? Dari perusahaan Anas. Anas itu terima uang dari proyek Ambalang (Palembang) Rp 100 miliar, dari Wisma Atlet itu Rp 16 Miliar.

Metro TV: Ada bukti soal itu?

Nazaruddin: Semua ada buktinya. Kalau KPK berani tangkap itu Anas Urbaningrum. Jangan direkayasa.

Metro TV: Tapi Anda ragu menyerahkan bukti itu ke KPK

Nazaruddin: Ya, karena saya ragu dengan KPK. Karena KPK itu perampok semua.

Metro TV: Siapa saja yang merekayasa kasus Anda, sehingga Anda tidak mau pulang

Nazaruddin: Yang merekayasa itu di dalam Hamzah dan Jasin. Itu semua temannya Anas dalam permainan mereka. Saya tahu benar, orang saya sering ikut ketemu kok.

Metro TV: Anas melaporkan Anda ke Polisi karena sering berbicara tanpa bukti

Nazaruddin: Oke, saya sekarang cerita ya. Anas bisa menang karena habis hampir 20 juta dolar AS. Kalau tidak, mana bisa menang? Saya tahu benar, uangnya dari mana? dari proyek APBN. Ambalang itu sudah direkayasa supaya Adhi Karya (BUMN) bisa menang.

Metro TV: Bagaimana rekayasa dalam proyek Wisma Atlet?

Nazaruddin: Wisma Atlet itu adalah anggaran yang dialokasikan pada APBN-P 2010. Bukan dari anggaran sekarang, dan pembicaraannya mulai Januari 2010. Posisi Anas waktu itu Ketua Fraksi Demokrat. Pertemuannya ada, pertemuan dengan Andi Malarangeng di lantai 10 di Arcadia, semua ada buktinya. Yang menjalankan teknisnya Angelina Sondakh. Yang mengantar uang ke Anas selalu ke rumahnya. Ada supir namanya Dayat. Saya akan suruh Dayat ke KPK. Tapi percuma, tidak mungkin Pak Busyro bisa selesaikan kasus internalnya.

Metro TV: Siapa Dayat?

Nazaruddin: Dayat itu adalah supirnya Yuliani karyawan Anas dan saya. Tapi saya ini hanya pelaksana.

Ishak H Pardosi/Indra Maliara

http://monitorindonesia.com/?p=39567
http://monitorindonesia.com/?p=39547
http://monitorindonesia.com/?p=39552
http://monitorindonesia.com/?p=39557
http://monitorindonesia.com/?p=39562

Senin, 18 Juli 2011

33 Perusahaan Penunggak Pajak di Sektor Migas Versi ICW

Dari data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 33 operator yang bandel membayar kewajibannya kepada negara. Kasus penunggakan pajak oleh puluhan perusahaan migas asing merupakan ulah dari mafia pajak yang dilakukan oleh penyelenggara negara.


PENELITI Indonesian Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menegaskan bahwa data yang disampaikan KPK tersebut hanyalah sebagian kecil dari perusahaan yang bergerak di bidang migas yang belum bayar pajak.

“Semula dugaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghitung hanya Rp 1,6 triliun, ternyata jumlahnya jauh lebih besar dari hitungan. Hitungan kami sampai dengan tahun buku 2008, kabarnya hingga tahun 2010 belum bayar pajak berarti kerugian negara membengkak lebih besar lagi,” ungkap Firdaus Ilyas, koordinator Divisi Monitoring dan Kebijakan ICW di Jakarta, Senin (18/7/2011).

Firdaus Ilyas menduga, kasus penunggakan pajak oleh puluhan perusahaan migas asing merupakan ulah dari mafia pajak yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Pemainnya, bisa ada di BP Migas atau Ditjen Pajak. Sementara koordinator ICW, Danang Widoyoko, menduga ada intervensi dari pihak asing dalam urusan pajak perusahaan migas di Indonesia.

“Sangat mungkin ini ulah dari mafia pajak, bagaimana mungkin puluhan perusahaan itu menunggak pajak selama beberapa tahun,” ungkapnya. Ditambahkan Firdaus, hitungan ICW hanya untuk tahun buku 2008. Untuk tahun buku 2009 apalagi 2010, juga masih ada yang mengemplang pajak lagi. Dan harus dihitung lagi secara lebih rinci.

Memang mekanismenya pajaknya dihitung sendiri, kemudian dilaporkan ke BP Migas. Dan, oleh BP Migas dilaporkan ke Ditjen Anggaran Kemenkeu (DJA) lalu ke Ditjen Pajak (DJP). “Jadi mereka (perusahaan) yang menghitung. DJP tidak bisa masuk karena ada lex spesialis, dan tidak ada mekanisme verifikasi,” paparnya.

Saat ini, sebesar 108 juta dolar AS masih dianalisis DJA sementara 176,12 juta dolar AS sudah di tangan DJP. “Diduga angka yang disebutkan KPK hanya dugaan kekurangan bayar yang saat ini sudah ditangani DJP,” katanya.

Firdaus menilai tak mungkin klaim BP Migas bahwa 11 perusahaan sudah membayar dan hanya tiga yang masih diselesaikan. Sebab, dugaan pengemplangan pajak muncul dari pertanyaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kekurangan bayar tersebut.

BPK mendapatkan laporan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. BPK juga baru menyelesaikan review akhir Mei 2011, laporan jadi Juni. “Jadi saya tidak yakin sudah dilunasi. Apalagi, surat ketetapan kurang bayar pajaknya disampaikan saja belum. DJP masih harus verifikasi ke BP Migas,” sambungnya.

Soal masalah ini, ICW menuntut adanya transparansi terhadap data pajak perusahaan migas. Meski data pajak seharusnya dirahasiakan, ICW memandang ada sejumlah dasar hukum mengapa untuk 14 perusahaan ini harus dikecualikan. Apalagi masalah ini hasil audit BPK sehingga wajib dibuka.

Selain itu, ada Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diterima dari Industri Ekstraktif, termasuk di dalamnya pertambangan dan migas.

Berikut 33 perusahaan yang disampaikan ICW sebagaimana dikutip dari audit BPK dan BPKP per 24 Mei 2011:

1. VICO
2. BP West Java Ltd
3. Total E&P Indonesie
4. Star Energy
5. Petrichina International Indonesia Ltd Block Jabung
6. ConocoPhillips South Jambi Ltd
7. Chevron Makassar Ltd Blok Makassar Strait.
8. JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia Ltd
9. Chevron Pacific Indonesia- Blok MFK
10. Exxon Mobil Oil Indonesia Inc.
11. Mobil Exploration Indonesia Inc. Nortg Sumatera Offshore Block.
12. Premier Oil Sea BV
13. CNOOC SES Ltd
14. BOB PT BSP-Pertamina Hulu
15. CPI (Area Rokan)
16. Kondur Petroleum (Area Malacca Strait)
17. Conocophillips (Grissik) Area Corridor-PSC
18. JOB PSC Amerada Hess (area Jambi Merang)
19. JOB PSC Golden Spike (Area Raja Pendopo)
20. JOB (PSC) Petrochina Int’l (Area Tuban)
21. JOB (PSC) Talisman-OK (Area Ogan Komering)
22. JOA (PSC) KODECO (Area West Madura)
23. Chevron Ind (Area East Kalimantan)
24. Kalrez Petroleum (Area Bula Seram)
25. Petrochina Int’l Bermuda Ltd (Area Salawati Basin, Papua)
26. JOB PSC Medco E&P Tomori (Area Senoro Toili, Sulawesi)
27. PT Pertamina EP (Area Indonesia)
28. BOB PT BSP Pertamina Hulu (Area CPP)
29. Premier Oil (Area Natuna Sea)
30. Phe Ogan Komering -JOB P TOKL
31. BP Berau Ltd (Area off Berau Kepala Burung Irian Jaya)
32. BP Muturi Ltd (Area Ons Off Murturi, Irian Jaya)
33. BP Wiriagar Ltd (Area Wiriagar, Papua).

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=39381
http://monitorindonesia.com/?p=39377
http://monitorindonesia.com/?p=39379
http://monitorindonesia.com/?p=39383
http://monitorindonesia.com/?p=39385

Johar Baru dan Pasar Rumput, Dua Wilayah Mirip Bronx Amerika

Sebenarnya, hampir tidak ada wilayah di Jakarta yang benar-benar bebas dari aksi tawuran. Namun, dari sejumlah lokasi titik rawan tawuran itu, dua wilayah yakni Johar Baru di Jakarta Pusat dan Pasar Rumput di Jakarta Selatan menempati peringkat teratas. Kedua wilayah ini belakangan dikenal menjadi semacam lokasi tawuran favorit.


JURU Bicara Pemprov DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia mencontohkan, bentrokan warga Menteng Tenggulun dengan warga Pasar Rumput beberapa waktu lalu sudah biasa terjadi. Bahkan, Cucu sangat yakin, hal itu takkan meluas ke daerah-daerah lain.

Menurutnya, sejak dulu di daerah itu sering terjadi tawuran, meski jarang diberitakan di media. Cucu juga mengakui bentrokan warga ini terjadi dari generasi ke generasi, sehingga tidak mudah mencari penyelesaiannya.

Tak aneh, bila bentrokan warga yang kerap terjadi di  Johar Baru dan Pasar Rumput, lantas diibaratkan Cucu mirip daerah Bronx di Amerika Serikat.

“Upaya mendamaikan sudah. Tapi di Johar dan Manggarai itu mirip daerah Bronx. Kita sudah mengupayakan persuasif. Dua-duanya sudah kita upayakan damai, kita berharap takkan ada lagi tawuran,” katanya.

Karena itu, lanjut Cucu, butuh kerjasama aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini. “Kami telah mengupayakan camat, lurah, wakil walikota dan polisi, bahkan kami sudah memasang CCTV, ini enggak mudah, ini masalah sosial,” katanya lagi.

Sementara itu, Kepala Satpol PP DKI Effendi Anas menduga adanya provokator dalam kerusuhan yang sering terjadi di Pasar Rumput atau di Johar Baru. Menurut Effendi, dari pengakuan sejumlah saksi, para provokator itu didrop di sekitar sekelompok masyarakat yang sedang melakukan kegiatan dan mulai menghasut.

Karenanya, dia sangat berharap agar para pemuda di kawasan itu tidak mudah terprovokasi, sehingga menyebabkan terjadinya tawuran yang juga merusak sarana umum, seperti halte busway Transjakarta.

Sekadar diketahui, Bronx yang terletak di wilayah paling utara New York, Amerika, merupakan sebuah daerah padat penduduk. Parahnya, mayoritas penduduk di sana juga terbilang miskin. Dengan kata lain, Bronx adalah sebuah pemukiman kumuh yang menjadi tempat tinggal masyarakat kelas bawah.

Padatnya penduduk Bronx tidak terlepas dari sejarah masuknya imigran dari berbagai negara sejak abad 19 lalu. Bronx saat ini dihuni mayoritas imigran yang berasal dari Irlandia, Jerman, Yahudi, Italia, Afrika, dan Amerika Latin. Namun, akibat percampuran budaya di dalamnya, kerusuhan sosial alias tawuran juga menjadi langganan tetap di jalanan Bronx.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=39152
http://monitorindonesia.com/?p=39138
http://monitorindonesia.com/?p=39143
http://monitorindonesia.com/?p=39156
http://monitorindonesia.com/?p=39147

Sabtu, 16 Juli 2011

Mencari Jejak Politisi Santun di Proyek BUMN

Jejak Anas Urbaningrum dalam proyek APBN dan APBD mulai ramai diberitakan. Ketua Umum Partai Demokrat ini diduga ikut bermain di proyek Badan Usaha Milik Negara.

 
ANAS–yang beken dijuluki politisi santun itu—ditengarai lewat pengaruh Partai Demokrat, masuk dengan bendera PT Dutasari Citralaras. Kebetulan perusahaan tersebut dipegang istrinya, Athiyyah Laila, terlibat dalam kegiatan bisnis dengan PT Adhi Karya, yang merupakan perusahaan pelat merah di bidang barang dan jasa untuk pembangunan di Indonesia.

PT Dutasari adalah perusahaan yang terlibat bisnis dengan BUMN konstruksi PT Adhi Karya. Di mana dalam laporan keuangan PT Adhi Karya tahun 2009 dan 2010, PT Adhi Karya memiliki utang ke PT Dutasari Rp 64,49 miliar pada tahun 2008 berkurang menjadi Rp 20,13 miliar pada tahun berikutnya dan Rp 3,9 miliar pada tahun 2010. Anas sendiri enggan berbicara panjang lebar atas perusahaan yang dimiliki istrinya pada media. “Tidak ada hal itu dan terimakasih,” tampik Anas, singkat.

Dugaan keterlibat Anas dalam mafia proyek untuk PD terungkap melalui pesan dari Blackberry Messenger (BBM) Nazaruddin yang secara jelas menunjuk Anas terlibat dalam beberapa penunjukkan pemenangan tender di beberapa BUMN dengan menggunakan PT Dutasari. Ketika masih menjabat bendahara umum alias penguasa logistik partai, peran Nazaruddin sangat signifikan dalam mengumpulkan pundi-pundi, sekaligus membelanjakannya untuk aktivitas partai.

Nazaruddin menggunakan berbagai cara untuk mengkapitalisasi kekuasaan Partai Demokrat, sebagai Partainya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dengan leverage tersebut, mantan anggota Komisi III DPR ini, kerap mendapatkan keuntungan fantastis dari berbagai proyek berbasis APBN.

Bahkan tudingan terhadap Anas terlibat dengan sepak terjang politik dan bisnis Nazaruddin, tidak terelakkan. Keberadaan Anas Urbaningrum yang disebutkan sebagai Komisaris di PT Panahatan, yang bergerak di sektor perkebunan wilayah Duri, Riau, tidak bisa dilepaskan dari peran Nazaruddin sebagai Presiden Komisaris. Perusahaan di wilayah Riau ini dipimpin langsung Muhammad Nasir, yang tidak lain Kakak Sepupu Nazaruddin.

Perusahaan yang sebenarnya diotaki Nazaruddin, juga bergerak di sektor konstruksi dan alat-alat kesehatan. Secara politik pun, keduanya sama-sama menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Sedangkan dari sisi bisnis, mereka bertiga sama-sama memiliki saham di PT Panahatan. Anas disebutkan memiliki 35 persen dan Nazaruddin juga 35 persen. Sedangkan sisa 30 persen, dimiliki oleh Nasir yang kini tercatat sebagai anggota Komisi III DPR.

Seperti dikutip Tempo, nama Athiyyah tercatat dalam dua akta perubahan PT Dutasari. Pertama, dalam akta nomor 70 tanggal 30 Januari 2008, Athiyyah tercatat sebagai pemegang 1.650 lembar saham (senilai Rp 1,6 miliar) dan sebagai komisaris PT Dutasari. Lalu, pada akta nomor 11 tanggal 10 Maret 2008, Athiyyah masih tercatat sebagai pemegang 1.100 saham.

Direktur PT Dutasari Roni Wijaya juga mementahkan penjelasan Athiyyah. Menurut Roni, Athiyyah pernah setahun menjadi komisaris PT Dutasari. “Tapi dia jarang aktif,” ujar Roni saat ditemui di kantor PT Dutasari, di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. Menurut Roni, Athiyyah sudah keluar dari Dutasari sejak Januari 2009. Tapi, setelah Athiyyah keluar, akta pendirian perusahaan Dutasari belum diubah.

Direktur Utama PT Dutasari Machfud Suroso juga memberi keterangan yang tidak sinkron dengan koleganya. Saat pertama kali ditelepon Kamis lalu, Machfud mengaku tak mengenal Athiyyah. “Siapa dia, siapa?” tanya Machfud. Padahal, dalam akta perusahaan nomor 70 tanggal 30 Januari 2008, Machfud dan Athiyyah tercantum dalam susunan pengurus perusahaan.

Meski menyangkal mengenal Athiyyah, Machfud mengaku pernah bergabung dengan PT Dutasari karena tergiur proyek. “Waktu itu ada yang mau bikin hotel di Jakarta, tapi enggak jadi,” ujar Machfud. Setelah urusan proyek itu gagal, Machfud mengaku pecah kongsi dengan Dutasari. Dia kemudian mendirikan perusahaan lain, PT Selaras Bangun Abadi Citra Laras.

Machfud juga  mengaku mengenal Anas Urbaningrum. Menurut Machfud, Anas adalah adik kelas dia. “Di kampung, dia adik kelas saya,” kata Machfud tanpa menjelaskan pada jenjang pendidikan apa Anas menjadi juniornya.

Cahaya Hakim
http://monitorindonesia.com/?p=38976

Jangan Mau Terjebak Isu Murahan Produk Istana

Wacana perombakan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II kembali bergulir. Kalau tak ada aral melintang, bongkar pasang kabinet itu akan dihelat usai Lebaran nanti, awal September. Beberapa nama menteri yang bakal digeser atau bahkan dibuang pun mulai mencuat. Anehnya, beberapa kalangan justru pesimis kabar perombakan itu. Ada kesan, isu reshuffle hanya pengalihan isu belaka. Muasalnya, tentu saja dari Istana.


LONTARAN isu reshuffle itu selalu jadi balsem untuk mengalihkan isu strategis. Saya nggak terlalu percaya SBY berani mengambil langkah itu. Apalagi sekarang ini Demokrat sedang terancam, dan dia butuh meyakinkan banyak pihak,” ungkap pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito.

Analisis tersebut disampaikan Arie, di sela acara diskusi ‘Mewujudkan Perubahan Nasional Melalui Pilkada DKI’ di Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2011). Menurut Arie, politik SBY adalah politik yang tidak ingin melukai dan membuat citra yang baik.

”Kecuali ada perombakan besar-besaran di dalam tubuh Partai Demokrat hasil Rakornas. Tapi saya yakin Rakornas pun nggak ada perbaikan. Karena kalau Rakornas jadi KLB (Kongres Luar Biasa) itu akan menjadi bumerang bagi Demokrat sendiri,” katanya.

Kalaupun perombakan kabinet benar-benar dilakukan, Arie belum berani memprediksi siapa saja yang bakal kena giliran.

“Tapi kalau berdasarkan UKP4 yang harus direshuffle dari Kemenkum HAM, Menkominfo, Mendagri dan Menakertrans. Tapi ini masih bisa berkembang lagi berdasarkan UKP4,” pungkas dia.

Seperti diketahui, berdasarkan evaluasi Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), hanya 50 persen saja kementerian yang menjalankan instruksi Presiden.

Menurut Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, dari 34 menteri KIB Jilid II, sebanyak 17 menteri dinilai memiliki kinerja buruk dan kurang rajin sehingga roda pemerintahan pun tidak berjalan efektif.

Pernyataan Kuntoro itu tentu saja mengagetkan. Terlebih pada Januari 2011, UKP4 juga telah melaporkan rapor merah para menteri. Saat itu juga disebut-sebut ada empat sampai lima menteri yang rapornya merah. Bila pada Juli kemudian meningkat jadi 17 menteri, tentu sangat drastis.

Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, sejauh ini belum ada pembicaraan di tingkat kabinet tentang reshuffle. Kata Djoko, masalah siapa dan kapan reshuffle, sepenuhnya wewenang Presiden SBY.

“Belum ada pembicaraan soal itu di kabinet. Yang mempunyai hak presiden dan presiden gak ribut soal itu,” ujar Djoko usai rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (15/7/2011).

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=38845

Kamis, 14 Juli 2011

Saatnya Buang Koruptor ke Nusakambangan

Wacana menyeret pelaku korupsi ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, kembali mengemuka setelah kasus jalan-jalannya Misbakhun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengusulkan ide membuang pelaku tindak pidana korupsi ke Nusakambangan untuk membuat jera.


WAKIL Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin mengatakan, rencana eksekusi koruptor di Nusakambangan, meluncur di tengah Rapim KPK. “Tapi belum ada suatu keputusan. Hal ini akan dibahas lagi dalam kesempatan lain,” ungkap Jasin.

Siapa saja yang layak dinusakambangankan? Siapapun, sepanjang persoalannya sudah inkrachtinkracht ke depan, eksekusinya di Nusakambangan,” papar M. Jasin. (berkekuatan hukum tetap). Artinya, tak perlu menunggu banding atau kasasi. “Kalau

Selama ini, terpidana kasus korupsi yang diajukan KPK ke pengadilan, selalu dieksekusi di LP Cipinang, Jakarta. Namun sebelum perkara mereka inkracht, para koruptor menjalani hukuman di sejumlah rumah tahanan (rutan) yang tersebar di Jakarta. Tidak hanya KPK, eksekusi terpidana kasus korupsi Kejaksaaan Agung juga dilimpahkan ke LP Cipinang.

Biasanya yang dieksekusi di Nusakambangan merupakan terpidana yang menjalani hukuman berat seperti hukuman seumur hidup dan hukuman mati.

Para napi di sana juga merupakan pelaku tindak pidana berat seperti terorisme sampai pembunuhan berencana. LP Nusakambangan terletak di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, merupakan LP dengan tingkat pengamanan ekstraketat.

Hukuman berat, sedikit banyaknya, bisa mengikis budaya korupsi yang sudah mengakar di Indonesia. Tindakan cepat dan keras dari KPK, faktanya, belum mampu mengikis budaya tersebut.

Tidak pula ada jaminan, jika pelaku korupsi dinusakambangankan, praktik korupsi akan menurun drastis. Tapi, KPK harus tegas dan tandas dalam memberangus korupsi. Bahkan ada yang berpendapat, penuhi saja Nusakambangan dengan pelaku pencuri uang negara meski hanya sekitar Rp 1 miliar saja.

“Hukuman seberat apapun, kecuali hukuman mati, belum akan bisa mengatasi korupsi di negeri ini,” kata Denny Indrayana sebelum menjabat sebagai Satga Mafia Hukum.

Menurutnya, diperlukan langkah keras dan tandas dari KPK untuk mempercepat pemberantasan korupsi dengan efek jera yang besar. Salah satunya, ya secepatnya mengirimkan koruptor ke Nusakambangan.

Dalam kaitan wacana ini, KPK harus berkoordinasi dengan Departemen Hukum dan HAM untuk secepatnya melaksanakan penusakambangan para koruptor itu. Jika hanya wacana, jelas itu bisa melemahkan spirit pembasmian korupsi di Indonesia.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=38664
http://monitorindonesia.com/?p=38662
http://monitorindonesia.com/?p=38656
http://monitorindonesia.com/?p=38660
http://monitorindonesia.com/?p=38658

Rabu, 13 Juli 2011

Sanksi Keras Menanti Ponpes Al Khattab

Ledakan keras terdengar dari Pondok Pesantren (Ponpes) Umar Al Khattab, Senin (11/7/2011). Sang bendahara Ponpes bernama Firdaus dinyatakan tewas dalam insiden di sore hari itu. Sejauh ini, polisi menduga kuat ledakan itu berasal dari bom rakitan yang didasarkan pada kerasnya suara ledakan dan kepulan asap di lokasi kejadian. Anehnya, pihak Kepolisian yang ingin masuk ke lokasi kejadian ditolak pihak Ponpes.


BERUNTUNG
, kebuntuan Ponpes akhirnya mencair pada Rabu (13/7/2011) sore, setelah pemuka agama dan tetua adat setempat melakukan pendekatan. Pihak Kepolisian pun saat ini dikabarkan sedang melakukan penyisiran di lokasi kejadian. Namun, lambatnya pihak Ponpes mempersilakan Kepolisian memasuki lokasi, menimbulkan kecurigaan. Benarkah Ponpes ini menganut aliran garis keras?

Belum ada jawaban pasti. Sebab, Mabes Polri belum dapat memastikan santri di Ponpes tersebut mendapat pendidikan aliran fanatik. Menteri Agama Suryadharma Ali menduga Pondok Pesantren Umar bin Khattab menganut Islam garis keras atau radikal. Dugaan itu bermula ketika Kementerian Agama hanya satu kali saja berhasil melakukan pembinaan terhadap Ponpes itu.

Selain itu, Ponpes tersebut juga menolak bantuan pemerintah, termasuk tidak menerapkan kurikulum sesuai standar yang diterapkan Kemenag dan Kementerian Pendidikan Nasional. “Ini ganjil dengan tidak mau dimasuki Kemenag. Itu sebuah keganjilan,” tukas Suryadharma di Jakarta, Rabu (13/7/2011).

”Belum tahu ajarannya seperti apa, Islamnya seperti apa belum diketahui. Tapi saya bisa menduga kalau ini garis keras radikal. Memang pesantren ini eksklusif, berdiri kira-kira tahun 2004 lalu,” sambung Suryadharma.

Kecurigaan ini berlanjut ketika peristiwa ledakan bom, lanjut Suryadharma, sekira 100 orang masuk ke pesantren untuk menghadang rencana polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Padahal, Ponpes itu hanya dihuni 14 anak-anak dan 35 orang dewasa.

“Tapi anehnya ketika kejadian, berdatangan orang 150-200 dan semuanya bersenjata tajam,” kata Ketua Umum PPP ini. Jika terbukti ajaran yang disampaikan menyimpang dan radikal, maka pemerintah akan menutupnya.

“Kita akan serahkan itu kepada pihak Kepolisian dulu untuk mengatasi keadaan di sana, dan sekaligus menyelidiki pelaku-pelaku dan status pondok pesantren itu. Kalau memang itu betul-betul garis keras ya harus ditutup,” ujar Suryadharma.

Namun, Suryadharma belum bisa memastikan apakah aktivitas yang berada di pondok pesantren tersebut terindikasi masuk dalam aktivitas terorisme. “Untuk bagian-bagian itu biar pihak Kepolisian yang menyelidikinya,” ujar dia.

Dikatakan Suryadharma, apabila Ponpes itu akhirnya ditutup pemerintah, Kementerian Agama siap menampung dan memberikan pembinaan kepada para santrinya. “Ya, siswa tentu ada pembinaan, kita siaplah melakukan pembinaan untuk siswa yang masuk Ponpes seperti itu,” pungkasnya.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=38508

Selasa, 12 Juli 2011

Ketika Pesan BBM Membawa Petaka Partai Biru

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin memang patut diacungi jempol. Buktinya, elite internal partai saling cakar-cakaran di acara talk show televisi swasta untuk membela tersangka KPK itu.


KISRUH internal Partai Demokrat semakin tidak terkendali begitu Nazaruddin mengirimkan Blackberry Messenger (BBM) dan Short Message Service (SMS) seputar bobrok internal elite Partai Demokrat kepada wartawan yang kemudian dikutip untuk dijadikan berita.

Dalam isi BBM dan SMS-nya Nazaruddin mengungkapkan, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum serta Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng pun ikut menerima aliran uang suap tersebut. Selain itu, anggota Komisi VII DPR itu juga menyebut dugaan keterlibatan anggota DPR, Angelina Sondakh, dan Mirwan Amir. Keduanya kebetulan anggota Partai Demokrat.

Soal BBM dan SMS Nazaruddin tidak luput dari pantauan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Senin malam (11/7/2011), bertempat di kediamannya di Puri Cikeas Indah, Bogor, SBY mengutarakan keluhannya.

“Banyak pemberitaan media massa, termasuk media yang selama ini memiliki kredibilitas dan reputasi baik, yang terus memojokkan Partai Demokrat dengan bersumber dari SMS atau BBM (BlackBerry Messenger). Yang saya tak paham dengan akal dan logika saya, justru berita yang bersumber dari SMS dan BBM dijadikan judul besar, tema utama, dan headline yang mencolok. Misalnya, SMS dan BBM yang dikirim orang yang mengaku Nazaruddin, yang sekarang yang bersangkutan masih buron. Tak dikonfirmasi kebenarannya, dianggap kebenaran, dan dijadikan alat untuk menghakimi Partai Demokrat. Dengan segala kerendahan hati, perilaku politik seperti ini tak mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata SBY.

Dua bulan belakangan, sejumlah media massa memang secara konsisten memberitakan dugaan suap yang turut melibatkan sejumlah politisi Partai Demokrat. Sumber berita mereka kutip dari SMS dan BBM yang dikirimkan dari ponsel yang diketahui milik, M Nazaruddin, yang kini berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011.

Soal tersebut membuat SBY sampai pada satu kesimpulan bahwa ada kampanye negatif yang beredar bahwa kader PD dan orang-orang dekat SBY tak tersentuh hukum ketika diduga terlibat kasus korupsi.

SBY meminta masyarakat tak mudah percaya. Sebaliknya, SBY mengimbau masyarakat yang mendengar hal tersebut agar bertanya langsung kepada aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, Kejaksaan Agung, serta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan.

“Negara kita adalah negara hukum, negara keadilan, dan di alam demokrasi seperti ini, semuanya serba transparan. Silakan dicek dan dikonfirmasi apa betul seperti itu,” kata SBY.

Pada kesempatan tersebut, SBY mengimbau semua kader PD untuk bersatu dalam menghadapi serangan bertubi-tubi. Para kader PD juga diminta tetap sadar dan tawakal.

“Jangan mau dipecah belah dalam acara-acara talkshow apa pun, atau dijadikan obyek berita kalangan pers yang sengaja menghadap-hadapkan satu sama lain. Di atas segalanya, saya mengajak kader Partai Demokrat jangan ikut-ikutan politik seperti ini,” tukasnya.

Indra Maliara

http://monitorindonesia.com/?p=38313