Minggu, 31 Juli 2011

Mencari Mafia Anggaran di Tubuh Dewan

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung mengakui adanya mafia anggaran di tubuh legislatif. Ada beberapa anggota Dewan yang turut ‘bermain’ dengan pihak eksekutif dan pengusaha. Mafia anggaran di tubuh Dewan benar adanya.


MAFIA anggaran itu ada. Sudah ada beberapa yang ketahuan melakukan itu, ada yang dalam proses hukum dan ada yang ditahan. Namun, mafia anggaran bukan hanya di satu tempat. Bisa terjadi kalau ada beberapa pihak yang bersepakat. Kalau enggak direspons sama eksekutif, enggak mungkin terjadi,” papar Tamsil dalam sebuah acara diskusi mingguan di Gedung DPR RI yang berlangsung pada Kamis (28/7/2011) lalu.

Seperti apa celah yang dimanfaatkan mafia anggaran di DPR berjalan selama ini? Tamsil menuturkan semua APBN sudah dialirkan sesuai jalurnya. Ada sisanya, namanya dana optimalisasi. Dicontohkannya, dari dana APBN 2010 senilai Rp 1.320 triliun, sudah diajukan ke DPR sekitar Rp 1.310 triliun. Ada selisih Rp 10 triliun berstatus optimalisasi. Nah, selisih inilah, kata Tamsil, yang berpeluang menimbulkan negosiasi. Pada prinsipnya ada sesuatu yang bisa dinegoisasi oleh mafia anggaran.

“Perubahan-perubahan itu nggak banyak terjadi. DPR ada optimalisasi, ada penerimaan defiden dan lain-lain. Baik itu dari pajak maupun pendapatan negara bukan pajak. Selisih seperti ini yang kadang berpeluang untuk melakukan negosiasi,” katanya.

Mafia anggaran belakangan memang mendapat sorotan publik. Pasalnya, terbongkarnya sejumlah kasus mafia anggaran kerap melibatkan oknum anggota DPR. Bukan rahasia umum lagi ada segelintir angota Dewan yang menjadi calo atau mafia anggaran.

Mulusnya permainan di Badan Anggaran terutama disebabkan rapat-rapat di badan tersebut sering dilakukan secara tertutup, luput dari pengawasan media dan publik. Pembahasan anggaran juga kerap tak dilakukan di gedung DPR. Proses yang tertutup ini menyebabkan pembahasan seringkali tak transparan. Proses ini memang sudah diatur oleh para mafia anggaran.

Bicara soal mafia anggaran, peneliti korupsi ICW, Abdullah Dahlan mengatakan, ada dua cara para calo anggaran ini bekerja. Bisa melalui birokrasi dan melalui jalur politik yang melibatkan partai politik.
Mata rantai percaloan melibatkan banyak pihak terkait, mulai dari unsur pejabat daerah hingga jalur politik melalui perantara kader partainya. Modusnya pun beragam, kata Dahlan, dari permintaan fee setiap pengajuan anggaran hingga barter program di daerah untuk meningkatkan rating partai dan kadernya.

“Itu modus yang biasa mereka gunakan untuk lobi pusat. Pola seperti itu lumrah digunakan para makelar anggaran untuk bisa mengkatrol jumlah anggaran yang diminta tiap daerah. Bahkan tak sedikit, fee yang mereka terima bisa digunakan untuk kepentingan partai, termasuk di dalamnya keuntungan pribadi,” paparnya.

Untuk memberangus praktik tersebut, lanjut Dahlan, perlu suatu gerakan massal yang juga melibatkan semua pihak untuk membongkarnya. Atau lebih ringkas disebut gerakan massal ‘pencabutan akar mafia’. Soalnya, tidak mudah mencari ‘’tikus’’ di gedung Dewan.

“Tentu saja, pembongkaran terhadap praktik mafia itu harus gencar dan melibatkan semua parpol, sekaligus menindaklanjutinya dengan sanksi seberat-beratnya, baik secara internal maupun diproses hukum. Sebab, kita mendiduga terjadinya kasus penyuapan yang ramai belakangan ini, bisa saja merupakan bagian dari ‘gunung es’ dari ‘mafia anggaran’ di negeri ini,” katanya.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41544 
http://monitorindonesia.com/?p=41537 
http://monitorindonesia.com/?p=41541 
http://monitorindonesia.com/?p=41547 
http://monitorindonesia.com/?p=41551 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar