Sabtu, 16 Juli 2011

Jangan Mau Terjebak Isu Murahan Produk Istana

Wacana perombakan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II kembali bergulir. Kalau tak ada aral melintang, bongkar pasang kabinet itu akan dihelat usai Lebaran nanti, awal September. Beberapa nama menteri yang bakal digeser atau bahkan dibuang pun mulai mencuat. Anehnya, beberapa kalangan justru pesimis kabar perombakan itu. Ada kesan, isu reshuffle hanya pengalihan isu belaka. Muasalnya, tentu saja dari Istana.


LONTARAN isu reshuffle itu selalu jadi balsem untuk mengalihkan isu strategis. Saya nggak terlalu percaya SBY berani mengambil langkah itu. Apalagi sekarang ini Demokrat sedang terancam, dan dia butuh meyakinkan banyak pihak,” ungkap pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sudjito.

Analisis tersebut disampaikan Arie, di sela acara diskusi ‘Mewujudkan Perubahan Nasional Melalui Pilkada DKI’ di Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2011). Menurut Arie, politik SBY adalah politik yang tidak ingin melukai dan membuat citra yang baik.

”Kecuali ada perombakan besar-besaran di dalam tubuh Partai Demokrat hasil Rakornas. Tapi saya yakin Rakornas pun nggak ada perbaikan. Karena kalau Rakornas jadi KLB (Kongres Luar Biasa) itu akan menjadi bumerang bagi Demokrat sendiri,” katanya.

Kalaupun perombakan kabinet benar-benar dilakukan, Arie belum berani memprediksi siapa saja yang bakal kena giliran.

“Tapi kalau berdasarkan UKP4 yang harus direshuffle dari Kemenkum HAM, Menkominfo, Mendagri dan Menakertrans. Tapi ini masih bisa berkembang lagi berdasarkan UKP4,” pungkas dia.

Seperti diketahui, berdasarkan evaluasi Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), hanya 50 persen saja kementerian yang menjalankan instruksi Presiden.

Menurut Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, dari 34 menteri KIB Jilid II, sebanyak 17 menteri dinilai memiliki kinerja buruk dan kurang rajin sehingga roda pemerintahan pun tidak berjalan efektif.

Pernyataan Kuntoro itu tentu saja mengagetkan. Terlebih pada Januari 2011, UKP4 juga telah melaporkan rapor merah para menteri. Saat itu juga disebut-sebut ada empat sampai lima menteri yang rapornya merah. Bila pada Juli kemudian meningkat jadi 17 menteri, tentu sangat drastis.

Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto menjelaskan, sejauh ini belum ada pembicaraan di tingkat kabinet tentang reshuffle. Kata Djoko, masalah siapa dan kapan reshuffle, sepenuhnya wewenang Presiden SBY.

“Belum ada pembicaraan soal itu di kabinet. Yang mempunyai hak presiden dan presiden gak ribut soal itu,” ujar Djoko usai rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (15/7/2011).

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=38845

Tidak ada komentar:

Posting Komentar