Rabu, 06 Juli 2011

Film Malinda Dee Menghina Masyarakat Miskin Indonesia

Pesona Malinda Dee, tersangka pembobolan Citibank yang berhasil menggondol dana nasabah hingga Rp 17 miliar, merupakan peluang tersendiri yang bakal dimanfaatkan pemilik modal. Ancang-ancang pengabadian lika-liku perjalanan hidup Malinda dalam bentuk film, sayup-sayup mulai terdengar.


ADALAH
K2K, sebuah rumah produksi yang berniat mengangkat kisah hidup Malinda alias Inong ke layar lebar. Dari kasus penggelapan uang nasabah Citibank sampai proses operasi payudara disebut-sebut menjadi bagian inti film ini. Rencananya, cerita Malinda Dee akan dibalut dalam film bergenre horor seks.

Sepintas, tidak ada yang salah dalam pembuatan film itu. Sebab, dalam era keterbukaan saat ini, siapa pun boleh menghasilkan karya, asalkan tidak melanggar aturan. Namun, meski tidak melanggar aturan, apakah film ini nantinya bisa membawa dampak positif terhadap masyarakat?

“Itu tidak penting karena maknanya bagi masyarakat tidak ada. Justru menutup substansi dan fakta yang terjadi. Sebab, kisah Malinda bukan contoh baik yang tentunya akan mempengaruhi degradasi moral masyarakat,” kritik pengamat sosial UGM Arie Sudjito kepada Monitor Indonesia, Sabtu (25/6/2011).

Dikatakan Arie, perbuatan Malinda yang telah membobol dana nasabah Citibank sama sekali tidak memberikan pembelajaran positif kepada masyarakat.

“Apalagi kisah itu bukan kisah yang unik, justru membuat kita malu. Pelanggaran moral dalam sistem ekonomi kok menjadi hiburan?” tambahnya.

Bahkan, lanjut Arie, mengangkat kisah hidup Malinda ke layar lebar merupakan salah satu bentuk penghinaan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas masih miskin.

“Film itu kan pasti akan menonjolkan kekayaan Malinda. Pasti ada glamour di sana. Itu sama saja menghina masyarakat Indonesia yang mayoritas hidupnya masih susah,” jelas dia.

Arie tidak menampik adanya kepentingan bisnis di balik rencana penggarapan film itu. Menurutnya, pihak yang akan menggarap film itu hanya didasarkan pada kepentingan bisnis dan tidak peduli dengan nilai.

“Pembuatan film itu hanya kepentingan para pebisnis yang tidak peduli dengan nilai. Yang diuntungkan di situ hanya produser,” katanya.

Sebagai bentuk protes, Arie mengimbau agar masyarakat memboikot jika film Malinda benar-benar diproduksi.

“Masyarakat lebih baik tidak menonton film itu, sebab tidak mempunyai pesan moral yang bisa memberikan inspirasi. Yang jelas, masyarakat tidak akan dapat apa-apa dari situ. Jadi tidak perlu ditonton,” pungkas Arie.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=35432

Tidak ada komentar:

Posting Komentar