Rabu, 06 Juli 2011

Jangan Karena Bule, Gaji Lebih Mentereng, Itu Pelecehan Bagi Indonesia

Aksi demonstrasi yang diwarnai mogok kerja ribuan karyawan Freeport di Timika, Papua, sejak kemarin, Senin (4/7/2011) bukanlah hal yang tiba-tiba. Sebab, ada hal yang cukup mengerikan di balik aksi demo itu. Ya, ketimpangan yang cukup menganga antara gaji pekerja ekspatriat dengan gaji pekerja pribumi. Anehnya lagi, timpangnya gaji itu lebih banyak didasarkan pada faktor ekspatriatnya. Bukan pada umumnya yang idasarkan pada keahlian yang dimiliki karyawan.


SAYA kira hal ini terjadi karena adanya perbedaan gaji antara orang asing dengan orang pribumi. Padahal, karyawan yang dibayar seharusnya didasari keahlian, bukan karena dia orang asing. Mestinya ini yang harus ditegakkan terlebih dulu,” tegas Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara.

Kepada Monitor Indonesia, Selasa (5/7/2011), Marwan menjelaskan, aksi mogok karyawan Freeport seyogianya mendapat dukungan dari semua pihak, utamanya pemerintah Indonesia. Menurutnya, pemerintah Indonesia tidak boleh tinggal diam menyaksikan ketidakadilan di bumi Papua. Sebab, apa yang dirasakan para karyawan pribumi Freeport saat ini merupakan pelecehan terhadap bangsa Indonesia.

“Makanya saya sangat mendukung aksi demo itu. Dan yang kedua, supaya pemerintah ikut membantu melakukan tekanan kepada Freeport, karena ini sudah merupakan pelecehan terhadap bangsa kita sendiri,” tegas dia.

Marwan menegaskan, minimnya peran pemerintah memfasilitasi tuntutan para karyawan merupakan tindakan yang sama saja tidak menghargai bangsa sendiri. Itu sebabnya, lanjut Marwan, agar aksi mogok karyawan tidak terus berlanjut, sebaiknya pemerintah langsung bertindak proaktif.

Seperti diketahui, aksi mogok kerja karyawan Freeport dipicu oleh gagalnya negosiasi serikat pekerja dengan pihak manajemen.

“Kami akan melakukan aksi mogok dari tanggal 4 hingga 11 Juli dengan harapan perusahaan membuka ruang untuk menyelesaikan tuntutan kami,” tegas Juru Bicara SPSI Freeport Virgo Solossa.

Di luar tuntutan menarik kembali karyawan yang telah dipecat, SPSI juga menyampaikan tuntutan kenaikan gaji. Selama ini, para karyawan mengaku hanya dibayar 1,5 dolar AS per jam. Ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan karyawan Freeport di negara lain yang bisa mendapatkan upah hingga 15 dolar AS per jam.

”Kelas perusahaan tambang dunia, sekarang masuk tambang nomor satu di dunia, kami cuma selayaknya minta kenaikan upah. Kalau kami main di ‘Barcelona’ bayarannya seperti di ‘Levante’,” kata Virgo menganalogikan layaknya klub sepakbola.

Ishak H Pardosi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar