Tampilkan postingan dengan label Anas Atur Polisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anas Atur Polisi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Agustus 2011

Jangan Samakan Apel Malang dengan Apel Washington

Dalam tiga hari terakhir, berita penangkapan Nazaruddin di Kolombia mendapat sorotan luas dari media. Namun, bukan berarti masyarakat melupakan buronan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lainnya, Nunun Nurbaetie dan Anggoro Widjojo.


KHUSUS
Nunun, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan tak pernah tersandera oleh kasus yang menimpa Nunun. Secara terbuka, PKS mempersilakan kalau KPK ingin menangkap Nunun yang tengah buron di luar negeri.

“Kalau menurut saya silakan saja secara hukum. Pak Adang juga menyampaikan silakan secara hukum,” ujar anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Jamil kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/8/2011).

Nasir menjelaskan, secara struktural Nunun tak ada kaitannya dengan PKS. Jika Nunun adalah istri petinggi PKS yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun, kasus itu jangan pula dihubung-hubungkan.

“PKS tidak tersandera Ibu Nunun. Kalau secara struktural tidak ada kaitannya dengan PKS,” tambah Nasir.

Dia juga berharap agar KPK tak lagi memohon PKS membantu dalam proses pemulangan Nunun. Nasir mengaku, penegakan hukum tak ada kaitannya dengan PKS. “Nggak lah, nggak ada kaitannya,” tandasnya.

Merujuk pada kasus Nazaruddin yang melibatkan beberapa elit Demokrat, kasus Nunun dan KPK memang ada benarnya. Meski sama-sama apel, tetapi ‘Apel Malang tidak bisa disamakan dengan ‘Apel Washington’.Nunun dan PKS tidak bisa begitu saja disejajarkan. Sebab, perlakuan hukum harus sama di hadapan semua orang.

Seperti diketahui, di persidangan Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manullang, terungkap apa arti ‘apel malang’ dan ‘apel washington’. Apa arti sebenarnya dari nama buah itu?

Sebelumnya, dua istilah tersebut sebelumnya disebutkan dalam transkrip percakapan BlackBerry Messenger antara Rosa dan Angelina Sondakh. Dalam persidangan Rosa, dua sebutan itu kembali terucap.

“Apel malang itu rupiah, washington dolar AS,” ujar mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (10/8/2011).

Sementara itu, menurut Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Ahmad Santosa, keseriusan pemimpin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya buronan tertangkap.

“Yang terakhir mempengaruhi itu adalah kesungguhan, kesungguhan penegak hukum, kesungguhan pemimpin. Banyak faktor yang mempengaruhi. Harus ada keinginan yang kuat dari presiden untuk memulangkan buronan,” ujar Mas Ahmad Santosa usai jumpa pers Pembukaan Pendaftaran calon LPSK, di Hotel Akmani, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2011).

Di luar faktor kepemimpinan, lanjut Ota, sapaan akrab Mas Ahmad Santosa, ada tiga faktor lainnya yang turut mempengaruhi cepat lambatnya menangkap buronan di luar negeri.
“Yang pertama adalah semakin seringnya si buronan menggunakan alat telekomunikasi maka akan lebih gampang tertangkap. Namun kalau jarang menggunakan alat telekomunikasi maka akan susah tertangkap,” katanya.

Yang kedua, pemahaman penegak hukum atas sistem hukum negara tempat buronan berada. “Misal pada saat awal Nazaruddin ada di Singapura sebenarnya kita bisa meminta pemerintah Singapura untuk me-locate (melacak-red) dimana posisi Nazarudin. Memang kita tak bisa meminta ekstrasidisi, tapi paling tidak kita bisa mengetahui di Singapura itu ada di mana,” imbuhnya.

Sedangkan faktor ketiga adalah ada tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan negara tempat buron berada. Tidak adanya kerjasama ekstradisi akan membuat pemulangan seorang buronan akan menjadi lebih sulit.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=43554
http://monitorindonesia.com/?p=43548
http://monitorindonesia.com/?p=43551
http://monitorindonesia.com/?p=43558
http://monitorindonesia.com/?p=43559

Kamis, 28 Juli 2011

Melapor di Sudirman 45, Berujung di Blitar

Tudingan Nazaruddin kepada Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum berbuntut dilaporkannya mantan kasir partai besutan SBY itu ke polisi. Anas melaporkan mantan rekan separtainya, M Nazaruddin, sejak Selasa (5/7/2011) ke Bareskrim Mabes Polri.


LAPORAN polisi dengan nomor 412 itu disampaikan tim pengacara didampingi para kader Partai Demokrat, di antaranya Denny Kailimang, Patra M Zein, Benny K Harman, dan Ruhut Sitompul.
Namun yang menarik, pemeriksaan Anas terkait laporannya soal Nazaruddin justru dilakukan di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Blitar, Jawa Timur, Selasa (26/7/2011). Dengan berdalih tidak sempat ke Jakarta, Anas diperiksa oleh dua orang penyidik dari Jakarta dan dua dari Polres Blitar dalam pemeriksaan yang berlangsung selama sejam tersebut.

“Pemeriksaan sudah dilakukan kemarin (Selasa, 26/7). Kurang lebih ada satu jam,” kata Kepala Polres Blitar, AKBP Wahyono, saat dikonfirmasi terkait dengan kabar pemeriksaan Anas di Markas Polres Blitar.

Wahyono mengatakan, Anas didampingi oleh penasihat hukumnya saat dilakukan pemeriksaan tersebut. Ia datang sekitar pukul 16.00 WIB dan langsung menuju ruangan Reserse dan Kriminal Polres Blitar.

“Kami hanya sebagai fasilitas saja. Kebetulan kemarin usai ziarah di makam orangtuanya (Desa Ngaglek, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar ) ia langsung ke Polres. Tim Bareskrim juga sudah menunggu di sini,” katanya.

Kapolres juga mengatakan, rencana pemeriksaan itu sudah lama dikoordinasikan dengan Polres Blitar, sejak Minggu (24/7). Pihaknya juga tidak keberatan dan siap memberikan fasilitas tersebut.
Sementara Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, membenarkan pemeriksaan Anas dilakukan di Polres Blitar, Jawa Timur. Namun Anton membantah jika pihaknya disebut memberikan keistimewaan kepada Anas dengan mengirimkan penyidik ke Blitar.

“Pemeriksaan bisa dilakukan di kantor polisi mana saja, nggak masalah. Di Polres mana saja boleh, apalagi sebagai korban,” katanya.

Pada bagian lain, ketika dimintai tanggapan penilaian berbagai pihak bahwa Anas mendapat perlakuan khusus oleh Polri setelah diperiksa di Blitar. Padahal Anas melaporkan mantan rekan separtainya, M Nazaruddin, di Bareskrim Polri di Jakarta. Menurut Patra, pelapor dapat diperiksa di mana saja berdasarkan KUHAP.

Nggak. Kami ini pelapor lho, boleh diperiksa di mana saja. Tanya kepada penyidik, kami hanya diminta penyidik,” kata Patra, Kamis (28/7/2011).

Patra mengaku tak tahu kegiatan apa yang dilakukan kliennya di Blitar. Dia juga mengaku tak tahu mengapa jadwal pemeriksaan dipercepat menjadi hari Selasa (26/7/2011). Sedianya, jadwal pemeriksa kemarin. “Nggak tahu. Saya hanya dampingi pemeriksaan,” katanya.

Anas menolak semua tudingan Nazaruddin yang memojokkan dirinya. Tudingan itu dibeberkan Nazaruddin melalui Blackberry Messenger (BBM) kepada wartawan. Tidak cukup itu, Nazaruddin juga melontarkan tuduhan dalam wawancara langsung di beberapa stasiun televisi dan via Skype.
Tim pengacara Anas sudah merekam pembicaraan Nazaruddin dengan Metro TV beberapa waktu lalu. Mereka juga akan meminta salinan rekaman kepada Metro TV untuk dijadikan bukti.

Nazaruddin menyebut Anas menerima suap terkait proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. Selain itu, kata Nazaruddin, Anas juga mengambil jatah uang Rp 7 miliar yang seharusnya untuk media massa.

Tudingan lain adalah adanya politik uang dalam memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Nazaruddin menyebut Anas menghabiskan uang hingga 20 juta dollar AS yang didapat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anas sudah membantah semua tudingan itu.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41202 
http://monitorindonesia.com/?p=41204 
http://monitorindonesia.com/?p=41208 
http://monitorindonesia.com/?p=41211 
http://monitorindonesia.com/?p=41213