Satu per satu, borok internal partainya sendiri dipreteli mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Moh. Nazaruddin. Dari seberang lautan, Nazar pelan-pelan menghembuskan isu miring kepada sesama koleganya di Jakarta. Bola panas yang dia luncurkan dari Singapura itu pun tak bisa dipungkiri menimbulkan guncangan yang cukup hebat di tubuh Demokrat.
SALAH satu isu yang kerap diembuskan Nazar adalah keterlibatan politisi Demokrat Angelina Sondakh dan Mirwan Amir. Dalam kasus serupa yang menimpa dirinya, Nazar menuding kedua koleganya itu juga terlibat dalam kasus suap di Kemenpora. Meski Angelina dan Mirwan Amir sudah membantah tudingan tersebut, lagi-lagi Nazar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa keduanya.
Sikap liar yang dipertontonkan Nazar ini tentu saja mengundang tanda tanya. Kenapa politisi muda ini dengan beraninya mengumbar borok partainya sendiri? Kecurigaan tersebut semakin menjadi-jadi ketika Ketua KPK Busyro Muqqodas, pasca putusan MK, diberikan kesempatan kedua kalinya mengawal KPK untuk masa jabatan empat tahun mendatang. Padahal, prestasi Busyro selama memimpin KPK dalam satu terakhir belum bisa disebut kinclong.
“Dengan adanya putusan MK tersebut, saya melihat, komplit sudah kehancuran hukum di negeri ini, sebab Busyro sendiri pelindung para koruptor, dan hal ini menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa bangsa ini betul-betul bodoh,” tegas Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tom Pasaribu.
Kepada Monitor Indonesia, Selasa (21/6/2011) Tom mengaku pesimis dugaan tindakan korupsi di Indonesia termasuk skandal Nazaruddin tidak akan membuahkan hasil. Dia berpendapat, pimpinan KPK yang ada saat ini dinilai tidak memiliki keberanian dan ketegasan lantaran sudah disusupi oleh pelaku korupsi itu sendiri. “Sepertinya, langkah apapun yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil apa-apa, kalau orang-orang yang diduga terlibat suap ada di KPK,” kata Tom.
Pria yang akrab disapa Tompas ini juga menjelaskan, selama orang-orang KPK yang lama nanti terpilih kembali, dirinya yakin KPK tidak ada apa-apanya, terkecuali seluruh isinya diganti. “Sebab yang mengisi KPK saat ini juga kepolisian dan kejaksaan,” katanya.
Semakin beraninya Nazar mengumbar serangan dari baraknya di Singapura juga menjadi catatan penting lemahnya kepemimpinan Busyro. Apalagi, lanjut Tompas, kasus dugaan korupsi Nazar sebenarnya sudah diperiksa KPK tiga bulan sebelum pria keturunan Arab itu ‘berobat’ ke negeri Singa. Waktu tiga bulan yang dimiliki KPK ternyata tidak mampu dimanfaatkan untuk mengungkap tabir gelap skandal Nazaruddin.
“Kasus Nazaruddin sebenarnya sudah tiga bulan lalu diperiksa KPK, toh juga lari ke luar negeri. Saya melihat waktu yang begitu panjang memeriksa satu kasus, tentu ada apa-apanya,” beber Tom.
Di sisi lain, Tom juga tidak menyangkal isu yang menyebut masuknya kembali nama Busyro dalam bursa pimpinan KPK adalah pesanan Istana. Pasalnya, kepentingan umum dan rakyat tidak lagi ditempatkan oleh pejabat negara sebagai bagian dari pengabdiannya. “Bisa saja hal itu, tapi saya melihat bahwa negara sekarang sudah tidak memperdulikan kepentingan umum dan rakyat, hanya memikirkan kepentingan kelompok,” pungkas Tom.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=34723
Tidak ada komentar:
Posting Komentar