Gayus Halomoan Tambunan dan Mohammad Nazaruddin adalah dua sosok orang muda yang mampu menyedot perhatian publik Indonesia. Mirip cerita bersambung, Gayus dan Nazaruddin sama-sama mengisi ruang media massa dalam waktu yang cukup lama. Bukan karena prestasi yang membanggakan bangsa, keduanya justru dikenal publik lantaran ulahnya menabrak aturan hukum.
SEKADAR mengingatkan, Gayus yang seorang pegawai pajak membuktikan dirinya mampu mengobok-obok hukum di negeri ini. Predikat mafia pajak pun melekat pada Gayus lewat sederet aksi nakalnya di lingkungan Direktorat Pajak. Meski masih berdarah muda, Gayus yang lahir di Jakarta, 9 Mei 1979 ini berhasil menimbun pundi-pundi kekayaannya.
Bukan itu saja, meski sudah tercatat sebagai tahanan, Gayus nyatanya masih leluasa keluar masuk penjara, hingga ke manca negara. Terakhir, dia bahkan menyebut sejumlah nama yang juga ikut terlibat dalam permainan haramnya.
Saking terkenalnya, Bona Paputungan yang mantan narapidana bahkan menciptakan lagu “Andai Ku Gayus Tambunan” yang menceritakan betapa Gayus mampu ‘mengatur’ segalanya dengan rupiah. Nah, bagaimana dengan Nazaruddin? Setali tiga uang, sepak terjang Nazaruddin juga tak berbeda jauh dengan Gayus. Keduanya masih muda. Nazaruddin lahir di Bangun, Pematangsiantar, Sumatera Utara, 26 Agustus 1978. Nazaruddin hanya lebih tua setahun dari Gayus.
Soal membuat repot republik, Nazaruddin juga tak kalah dengan Gayus. Nazaruddin yang mantan kasir Partai Demokrat ini juga memiliki harta yang cukup melimpah. Konon, limpahan harta itu dia peroleh dari hasil proyek yang ia kerjakan di berbagai lembaga pemerintah. Usai terlilit masalah korupsi, Nazaruddin juga meniru langkah Gayus terbang ke Singapura. Dari negeri Singa itu, Nazaruddin lantas ‘bernyanyi’, yang menurut Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, tak enak didengar.
Akan tetapi, jika dilihat dari sudut ‘prestasi’, nilai Nazaruddin sepertinya lebih tinggi dibanding Gayus. Jika Gayus hanya membuat repot aparat penegak hukum, Nazaruddin bisa di atas itu. Pasalnya, partai yang membesarkan namanya, Partai Demokrat, saat ini tengah dirundung masalah yang semuanya berawal dari kasus Nazaruddin. Tak pelak, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut kebakaran jenggot oleh nakalnya Nazaruddin.
Terakhir, Nazaruddin dikabarkan tak lagi berada di Singapura. Beredar kabar, Nazaruddin saat ini sudah berada di Pakistan. Entah bagaimana caranya, yang pasti Nazaruddin bisa masuk ke negara itu, meski paspor miliknya sudah dicabut. Kalau kembali ke cerita Gayus, melenggang bebas ke negara lain tentu bukan hal yang sulit. Buktinya, Gayus pernah memiliki paspor atas nama Sony Laksono. Kalau Gayus saja bisa, kenapa Nazaruddin tidak bisa?
Terlepas dari kasus yang melilit mereka, cerita Gayus dan Nazaruddin memang cukup menarik diikuti. Usia boleh muda, tetapi kiprah mereka mampu membuat republik ini terombang-ambing.
Namun, publik tentu sangat berharap kepulangan Nazaruddin ke Tanah Air. Sebab, akan lebih enak didengar jika Nazaruddin ‘bernyanyi’ di depan penegak hukum ketimbang hanya berkoar lewat pesan di BlackBerry. Catatan terakhir, Gayus tampaknya lebih gentle, karena dia pergi ke luar negeri, tapi kembali lagi tanpa banyak masalah. Sebaliknya, Nazaruddin, pergi ke luar negeri, tapi enggan untuk kembali lagi.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=37426
Tidak ada komentar:
Posting Komentar