Presiden SBY dinilai tidak becus melindungi keselamatan warga negaranya. Ini terkait lambannya pemerintah mengakhiri tragedi kemanusiaan di laut Somalia. Memasuki minggu ketiga, pemerintah masih saja berkutat pada opsi negosiasi pembebasan sandera kapal MV Sinar Kudus yang tak kunjung berhasil. Padahal, kemampuan personel Kopassus jauh melebihi pasukan mana pun di dunia ini, tak terkecuali Amerika Serikat.
“PRESIDEN bisa minta kepada Kopassus, bebaskan para sandera itu dengan segala biaya negara yang tidak terbatas. Langsung saja SBY bilang, hai Kopassus kembalikan awak kapal itu. Selesai. Persoalannya, presiden kita ini tidak becus,” tegas pengamat intelijen DR AC Manullang kepada Monitor Indonesia, Sabtu (16/4/2011).
Manullang lantas membandingkan SBY dengan Soeharto. Pada era Soeharto, operasi militer langsung digelar ketika pesawat Woyla dibajak teroris pada 1981. Saat itu, lanjut Manullang, Soeharto langsung memerintahkan Kopassus untuk menggelar operasi militer.
“Lihat saja Soeharto, dengan cepat para teroris yang membajak Woyla bisa dilumpuhkan dengan sukses oleh Kopassus. Kenapa ini tidak bisa?” papar dia.
Padahal, sambung Manullang, kemampuan personel Kopassus saat ini sangat jauh di atas kemampuan pasukan negara lain.
“Kopassus kita jauh lebih hebat dari Amerika, Prancis, Malaysia, dan Cina. Kopassus mampu tidak makan tujuh hari, hanya dengan makan jagung, dan minum air laut. Mereka tidak harus dikasih roti. Itulah kehebatan Kopassus kita. Kopassus jauh lebih mampu dari tentara dunia ini,” nilainya.
Sehingga, opsi menggelar operasi militer untuk pembebasan 20 ABK Sinar Kudus yang kini disandera perompak Somalia sangat realistis. Lagipula, opsi negosiasi yang tengah diupayakan pemerintah, menurut Manullang, hanya buang-buang energi saja.
“Di dunia ini tidak pernah ada penyandera langsung membebaskan sandera sesudah menerima uang tebusan. Perompak itu pasti berubah-ubah tergantung dari pesan sponsor. Karena ada yang membiayai para perompak itu,” ungkap mantan Kepala Bakin (sekarang BIN) ini.
Itulah sebabnya, opsi militer menjadi pilihan satu-satunya yang harus segera dilaksanakan. Lagipula, jika permintaan uang tebusan itu dipenuhi, itu sama saja menghabisi harga diri negara Indonesia.
“Tidak perlu itu. Yang perlu adalah pembebasan sandera. Apabila dibayar maka habislah harga diri negara ini. Harga diri negara ini hancur karena ketidakmampuan militer dan negara,” tukas pria yang pernah menimba ilmu intelijen di sejumlah negara ini.
Sehingga, sambung dia, pernyataan Menkopolkam Djoko Suyanto yang mengatakan operasi militer sangat sulit dilakukan, merupakan pernyataan yang tidak seharusnya diucapkan.
“Bilang dari saya, bahwa Menkopolkam itu bukan seorang intelijen. Dia itu hanya sebatas militer. Intelijen itu tak lain adalah serangkaian tindakan kerja keras yang pantang mundur. Harus bisa,” katanya.
Sebab, masih kata Manullang, operasi militer sangat membutuhkan data intelijen yang akurat dan tepat waktu. Pertanyaannya, apakah intelijen sudah tahu posisi persis kapal itu?
“Intelijen kita sangat lemah luar biasa dalam hal ini BIN. Sebenarnya lokasi perompak itu sangat strategis diserbu. Asal kita tahu dimana markasnya. Ya serbulah markasnya. Masalahnya, intelijen kita tidak punya data akurat,” nilai Manullang.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=21104
Tidak ada komentar:
Posting Komentar