Nasionalisme Presiden SBY dipertanyakan, menyusul bocoran baru situs Wikileaks yang menelanjangi siapa saja menteri di dalam kabinet SBY jilid II yang menjadi idaman pemerintah Amerika Serikat (AS). Namun, bocoran Wikileaks yang bersumber dari kawat diplomatik Kedubes AS di Jakarta itu sejatinya sudah menjadi rahasia umum.
HAL ini pulalah yang semakin memperkuat keyakinan politisi Golkar Bambang Soesatyo, kabinet 2009-2014 SBY tak lain adalah kabinet pesanan AS. Ibarat kata, kabinet yang saat ini memimpin pos kementerian merupakan boneka AS. Namun, Bamsoet, sapaan akrab Wakil Ketua Bendahara Umum Golkar, ini mempersilahkan SBY untuk membuktikan kabinet yang disusunnya bukan boneka Amerika Serikat. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan kerja dan program yang berpihak pada kepentingan nasional.
”SBY harus buktikan KIB-II bukan alat AS. Militansi pemerintahan Presiden SBY dalam menjaga dan melindungi kepentingan nasional harus diperkuat, serta ditunjukkan dengan bukti nyata. Militansi dengan aksi nyata amat diperlukan guna mementahkan asumsi bahwa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II merupakan alat bagi pemerintah AS,” kata Bamsoet di Jakarta, Kamis (25/8/2011).
Vokalis Golkar dalam Pansus Century ini menambahkan, tidak masalah jika pemerintahan SBY melalui menteri-menterinya membangun kerjasama yang erat dengan sejumlah negara termasuk AS. Akan tetapi, kerjasama itu mesti didasarkan pada kepentingan nasional.
“Sejauh ini, kemitraan RI-AS hanya baik dan mulus di mata pemerintah, tetapi tidak di mata rakyat. Rakyat justru melihat terjadi ketidakseimbangan, karena AS terus mendikte atau memaksakan kepentingannya,” papar anggota Komisi III DPR ini.
Agar tidak lagi hanya menguntungkan AS, Bamsoet lantas mendesak para menteri pembantu Presiden SBY agar lebih memperjuangkan kepentingan bangsa dalam menjalankan kerjasama dengan pihak asing. “Para menteri itu harus menolak jika AS hanya ingin menjadikan Indonesia sebagai pasar produk ekspor AS,” tandas dia.
Seperti diberitakan, Wikileaks kembali mengumbar dokumen rahasia milik Kedubes AS Jakarta. Jumlahnya ratusan, termasuk soal sejumlah menteri SBY yang menjadi sekutu AS.
Sebuah dokumen berkode referensi 09JAKARTA1773 yang dibuat pada 23 Oktober 2009, dibocorkan di situs Wikileaks. Monitor Indonesia memantau, Kamis (25/8/2011), situs resmi itu memuat dokumen dengan judul “Sekutu yang menjanjikan untuk kemitraan komprehensif dalam kabinet baru Indonesia.”
Duta Besar AS saat itu, Cameron Hume mengirimkan pesan ke Washington soal susunan Kabinet Indonesia Bersatu II. Dalam laporan itu, ada sederet menteri yang dinilai bisa menjadi sekutu yang potensial, terutama di bidang ekonomi, kesehatan, politik, dan hukum, serta hubungan luar negeri.
Untuk bidang ekonomi, Sri Mulyani Indrawati yang menduduki pos Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Perindustrian MS Hidayat dinilai akan mendapat sambutan positif dari kalangan pebisnis. Sementara Menko Perekonomian Hatta Rajasa disebutkan sebagai sekutu kuat SBY walau dianggap tidak punya jejak rekam untuk reformasi ekonomi.
Sedangkan di sektor kesehatan, terpilihnya Dr Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menteri Kesehatan disambut gembira oleh AS. “Ini adalah pertanda baik,” demikian tanggapan Kedubes AS. Endang diakui dekat dengan USAID (lembaga kerjasama kesehatan AS-Indonesia). Sementara Menteri Lingkungan Hidup Gusti M. Hatta juga disebut sebagai akademisi yang dihormati.
Selanjutnya, bidang politik, hukum, dan keamanan merupakan barang berharga yang sangat penting bagi AS. Tak heran, bila Kedubes AS menyebutkan tokoh kunci yang harus dipegang adalah Menko Polhukam Djoko Suyanto, alumni pelatihan di Nellis Air Force Base. Tak ketinggalan, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, yang dalam dokumen itu disebutkan, “..telah bekerja dengan kita dahulu untuk hal kontraterorisme, energi dan lainnya.”
Terakhir, menteri SBY yang paling penting di mata AS adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Bahkan, Kedubes AS di Jakarta meminta agar Washington memberikan perlakuan khusus kepada Marty.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=45925
HAL ini pulalah yang semakin memperkuat keyakinan politisi Golkar Bambang Soesatyo, kabinet 2009-2014 SBY tak lain adalah kabinet pesanan AS. Ibarat kata, kabinet yang saat ini memimpin pos kementerian merupakan boneka AS. Namun, Bamsoet, sapaan akrab Wakil Ketua Bendahara Umum Golkar, ini mempersilahkan SBY untuk membuktikan kabinet yang disusunnya bukan boneka Amerika Serikat. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan kerja dan program yang berpihak pada kepentingan nasional.
”SBY harus buktikan KIB-II bukan alat AS. Militansi pemerintahan Presiden SBY dalam menjaga dan melindungi kepentingan nasional harus diperkuat, serta ditunjukkan dengan bukti nyata. Militansi dengan aksi nyata amat diperlukan guna mementahkan asumsi bahwa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II merupakan alat bagi pemerintah AS,” kata Bamsoet di Jakarta, Kamis (25/8/2011).
Vokalis Golkar dalam Pansus Century ini menambahkan, tidak masalah jika pemerintahan SBY melalui menteri-menterinya membangun kerjasama yang erat dengan sejumlah negara termasuk AS. Akan tetapi, kerjasama itu mesti didasarkan pada kepentingan nasional.
“Sejauh ini, kemitraan RI-AS hanya baik dan mulus di mata pemerintah, tetapi tidak di mata rakyat. Rakyat justru melihat terjadi ketidakseimbangan, karena AS terus mendikte atau memaksakan kepentingannya,” papar anggota Komisi III DPR ini.
Agar tidak lagi hanya menguntungkan AS, Bamsoet lantas mendesak para menteri pembantu Presiden SBY agar lebih memperjuangkan kepentingan bangsa dalam menjalankan kerjasama dengan pihak asing. “Para menteri itu harus menolak jika AS hanya ingin menjadikan Indonesia sebagai pasar produk ekspor AS,” tandas dia.
Seperti diberitakan, Wikileaks kembali mengumbar dokumen rahasia milik Kedubes AS Jakarta. Jumlahnya ratusan, termasuk soal sejumlah menteri SBY yang menjadi sekutu AS.
Sebuah dokumen berkode referensi 09JAKARTA1773 yang dibuat pada 23 Oktober 2009, dibocorkan di situs Wikileaks. Monitor Indonesia memantau, Kamis (25/8/2011), situs resmi itu memuat dokumen dengan judul “Sekutu yang menjanjikan untuk kemitraan komprehensif dalam kabinet baru Indonesia.”
Duta Besar AS saat itu, Cameron Hume mengirimkan pesan ke Washington soal susunan Kabinet Indonesia Bersatu II. Dalam laporan itu, ada sederet menteri yang dinilai bisa menjadi sekutu yang potensial, terutama di bidang ekonomi, kesehatan, politik, dan hukum, serta hubungan luar negeri.
Untuk bidang ekonomi, Sri Mulyani Indrawati yang menduduki pos Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Perindustrian MS Hidayat dinilai akan mendapat sambutan positif dari kalangan pebisnis. Sementara Menko Perekonomian Hatta Rajasa disebutkan sebagai sekutu kuat SBY walau dianggap tidak punya jejak rekam untuk reformasi ekonomi.
Sedangkan di sektor kesehatan, terpilihnya Dr Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menteri Kesehatan disambut gembira oleh AS. “Ini adalah pertanda baik,” demikian tanggapan Kedubes AS. Endang diakui dekat dengan USAID (lembaga kerjasama kesehatan AS-Indonesia). Sementara Menteri Lingkungan Hidup Gusti M. Hatta juga disebut sebagai akademisi yang dihormati.
Selanjutnya, bidang politik, hukum, dan keamanan merupakan barang berharga yang sangat penting bagi AS. Tak heran, bila Kedubes AS menyebutkan tokoh kunci yang harus dipegang adalah Menko Polhukam Djoko Suyanto, alumni pelatihan di Nellis Air Force Base. Tak ketinggalan, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, yang dalam dokumen itu disebutkan, “..telah bekerja dengan kita dahulu untuk hal kontraterorisme, energi dan lainnya.”
Terakhir, menteri SBY yang paling penting di mata AS adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Bahkan, Kedubes AS di Jakarta meminta agar Washington memberikan perlakuan khusus kepada Marty.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=45925
Tidak ada komentar:
Posting Komentar