Komisi Etik KPK mulai melakukan pemilahan dugaan pelanggaran yang dilakukan pimpinan lembaga itu yang namanya diseret oleh tersangka suap wisma atlet Muhammad Nazaruddin yang juga melibatkan mantan Sesmenpora Wafid Muharam.
ANGGOTA Komisi Etik KPK, Syafi’i Maarif mengatakan, saat ini komisi masih memilah-milah dugaan pelanggaran yang dilakukan pimpinan KPK. Komisi Etik direncanakan mulai memeriksa pejabat KPK pada Rabu mendatang.
“Kita bedakan mana yang pelanggaran kode etik, mana yang pidana. Selasa mungkin kita masih mendata juga,” kata mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Menurut Syafii Ma’arif, dirinya tidak mau berlama-lama menuntaskan kasus ini. “Bulan puasa ini mudah-mudahan bisa selesai semua. Saya kira itu waktu yang cukup,” katanya.
Dia juga mengakui kerja komite etik dalam membuktikan tuduhan Nazaruddin tidak mudah. Syafi’i mengeluhkan ruwetnya pembahasan dalam rapat. “Ini ruwet,” tukasnya.
Sementara Ketua Komite Etik, Abdullah Hehamahua mengatakan, Komite Etik mengalami kesulitan dalam menyimpulkan berbagai tuduhan pelanggaran kode etik terhadap para pemimpin KPK.
Pasalnya, informasi dan data tuduhan itu terserak di berbagai pemberitaan media massa dengan gaya penyampaian yang berbeda-beda. “(Informasi) satu media dengan lainnya tak matching, media satu dan lainnya beda gaya. Itu membuat anggota jadi pusing,” kata Abdullah.
Menurut Abdullah, Komite Etik mengumpulkan bahan dan data dari berbagai media selama sebulan terakhir. Bahan dikumpulkan dalam bentuk kliping. “Disepakati akan dibuat resume selama satu bulan, lalu ditambah (informasi) dari dalam (KPK),” ungkapnya.
Menurut Abdullah, jadwal pemeriksaan akan dibahas pada rapat Selasa pekan depan. Dua hari setelah itu barulah diputuskan siapa yang bakal dimintai keterangan. Abdullah berpendapat Komite bertugas mulai dari hulu. “Kami mulai dari siapa yang lebih mudah terurai,” kata Abdullah.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan anggota DPR, antara lain Angelina Sondakh dan I Wayan Koster, akan diperiksa.
Pemimpin media massa yang dianggap mengetahui banyak ihwal dugaan pelanggaran kode etik itu pun bakal dimintai keterangan. “Kalau ada media yang kami anggap, kok polisi enggak bisa nangkap (Nazaruddin) tapi media bisa, bisa saja kami minta. Siapa tahu dari teknik-teknik media bisa ditiru oleh lembaga penegak hukum,” paparnya.
Sekedar diketahui, tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet Muhammad Nazaruddin mengatakan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah bersama Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, akhir Juni lalu.
Mereka disebut menyepakati agar pengusutan kasus wisma atlet tak merembet ke petinggi demokrat lainnya. Imbalannya, Demokrat akan meloloskan Chandra dan Ade menjadi pemimpin KPK periode berikutnya. Wakil Ketua KPK, M. Jasin dan Chandra, menyatakan Ketua KPK Busyro Muqoddas juga pernah bertemu dengan Nazaruddin.
Anggota Komisi Etik terdiri dari Prof Sjahruddin Rosul, Bibit Samad Rianto, Abdullah Hehamahua,Said Zainal Abidin, Prof Marjono Reksodiputro, Anwar Nono Makarim, dan Buya Syafii Maarif.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=42990
http://monitorindonesia.com/?p=42982
http://monitorindonesia.com/?p=42984
http://monitorindonesia.com/?p=42986
http://monitorindonesia.com/?p=42988
ANGGOTA Komisi Etik KPK, Syafi’i Maarif mengatakan, saat ini komisi masih memilah-milah dugaan pelanggaran yang dilakukan pimpinan KPK. Komisi Etik direncanakan mulai memeriksa pejabat KPK pada Rabu mendatang.
“Kita bedakan mana yang pelanggaran kode etik, mana yang pidana. Selasa mungkin kita masih mendata juga,” kata mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Menurut Syafii Ma’arif, dirinya tidak mau berlama-lama menuntaskan kasus ini. “Bulan puasa ini mudah-mudahan bisa selesai semua. Saya kira itu waktu yang cukup,” katanya.
Dia juga mengakui kerja komite etik dalam membuktikan tuduhan Nazaruddin tidak mudah. Syafi’i mengeluhkan ruwetnya pembahasan dalam rapat. “Ini ruwet,” tukasnya.
Sementara Ketua Komite Etik, Abdullah Hehamahua mengatakan, Komite Etik mengalami kesulitan dalam menyimpulkan berbagai tuduhan pelanggaran kode etik terhadap para pemimpin KPK.
Pasalnya, informasi dan data tuduhan itu terserak di berbagai pemberitaan media massa dengan gaya penyampaian yang berbeda-beda. “(Informasi) satu media dengan lainnya tak matching, media satu dan lainnya beda gaya. Itu membuat anggota jadi pusing,” kata Abdullah.
Menurut Abdullah, Komite Etik mengumpulkan bahan dan data dari berbagai media selama sebulan terakhir. Bahan dikumpulkan dalam bentuk kliping. “Disepakati akan dibuat resume selama satu bulan, lalu ditambah (informasi) dari dalam (KPK),” ungkapnya.
Menurut Abdullah, jadwal pemeriksaan akan dibahas pada rapat Selasa pekan depan. Dua hari setelah itu barulah diputuskan siapa yang bakal dimintai keterangan. Abdullah berpendapat Komite bertugas mulai dari hulu. “Kami mulai dari siapa yang lebih mudah terurai,” kata Abdullah.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan anggota DPR, antara lain Angelina Sondakh dan I Wayan Koster, akan diperiksa.
Pemimpin media massa yang dianggap mengetahui banyak ihwal dugaan pelanggaran kode etik itu pun bakal dimintai keterangan. “Kalau ada media yang kami anggap, kok polisi enggak bisa nangkap (Nazaruddin) tapi media bisa, bisa saja kami minta. Siapa tahu dari teknik-teknik media bisa ditiru oleh lembaga penegak hukum,” paparnya.
Sekedar diketahui, tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet Muhammad Nazaruddin mengatakan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah bersama Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, akhir Juni lalu.
Mereka disebut menyepakati agar pengusutan kasus wisma atlet tak merembet ke petinggi demokrat lainnya. Imbalannya, Demokrat akan meloloskan Chandra dan Ade menjadi pemimpin KPK periode berikutnya. Wakil Ketua KPK, M. Jasin dan Chandra, menyatakan Ketua KPK Busyro Muqoddas juga pernah bertemu dengan Nazaruddin.
Anggota Komisi Etik terdiri dari Prof Sjahruddin Rosul, Bibit Samad Rianto, Abdullah Hehamahua,Said Zainal Abidin, Prof Marjono Reksodiputro, Anwar Nono Makarim, dan Buya Syafii Maarif.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=42990
http://monitorindonesia.com/?p=42982
http://monitorindonesia.com/?p=42984
http://monitorindonesia.com/?p=42986
http://monitorindonesia.com/?p=42988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar