Pelarian buronan Interpol M. Nazaruddin akhirnya berhenti di Cartagena, Kolombia. Mantan Bendahara Partai Demokrat (PD) ini diciduk polisi Interpol dengan dibantu aparat keamanan Kolombia pada Minggu, (7/8/2011) kemarin.
SEJAK menghilang Senin, (23/5/2011) malam, Nazaruddin awalnya berlabuh di Singapura. Kala itu, dia berkilah hanya ingin memeriksakan kesehatannya. Namun, janji Nazaruddin ternyata palsu. Lama ditunggu di Tanah Air, ia tak kunjung kembali. Bahkan, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap wisma atlet oleh KPK, politisi muda enggan kembali ke Indonesia.
Sejak saat itu, Nazaruddin kemudian dicari di seluruh dunia. Dasar Nazaruddin, ia malah makin sulit terlacak. Bagai belut, mantan calon legislatif PPP ini kemudian berkeliling ke sejumlah negara. Dari Singapura, Nazaruddin ‘plesiran’ ke Kuala Lumpur, lalu ke Vietnam sebelum Kamboja.
Dari Kamboja, bersama istri dan tiga pengawalnya, ia menyewa pesawat untuk terbang ke Bogota (Kolombia) melalui Madrid (Spanyol). Kemudian ia melanjutkan petualangannya ke Dominika. Selanjutnya, ia kembali ke Bogota, dan terakhir ke Cartagena (Kolombia).
Hingga kini, belum ada informasi kapan Nazaruddin akan diboyong ke Indonesia. Namun, tim penjemput yang terdiri dari Mabes Polri, KPK, Imigrasi, dan Kementerian Luar Negeri, hari ini Senin (8/8/2011) langsung menuju Kolombia.
“Pemulangan Nazaruddin ke Indonesia belum diketahui kapan, karena pihak pemerintahan Kolombia belum memastikan apakah dia akan dideportasi atau diadili, karena penggunaan pasport palsu. Kami berharap pihak Kolombia bisa mendeportasinya,” urai Kadiv Humas Mabes Polri Anton Bachrul Alam
Dijelaskan Anton, jika Nazaruddin memang berhasil dipulangkan ke Indonesia, pihak kepolisian akan langsung menyerahkan dia ke KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
Tertangkapnya Nazaruddin untuk sementara bisa menjadi ‘obat penawar’ bagi KPK, karena bertepatan dengan gonjang-ganjing di tubuh lembaga antikorupsi itu. Sebaliknya, jika KPK tidak mampu secepat mungkin membuat Nazaruddin membongkar bukti dan fakta seperti yang dia janjikan, maka tamatlah KPK.
“Pertama, kita harus apresiasi kinerja aparat. Saya berharap Nazaruddin menjelaskan semua yang dia ketahui. Buka saja kotak pandora itu. Kita minta agar penegak hukum segera memproses. Silakan Nazaruddin bongkar dari A sampai Z, ” papar anggota DPR dari Fraksi PPP Ahmad Yani kepada Monitor Indonesia, Senin (8/8/2011).
Lantas, apakah dengan tertangkapnya Nazaruddin bisa menjadi awal kebangkitan kembali KPK dalam hal pemberantasan korupsi? “Kita tunggu sajalah prosesnya. Kalau KPK sejak awal tanpa Nazaruddin memang sudah lemah. Yang tangkap kan polisi, bukan KPK,” tukas dia.
Sikap kecewa Ahmad Yani terhadap kinerja KPK bukanlah hal yang berlebihan. Betapa tidak, dua kasus besar, yakni Centurygate dan mafia pajak Gayus Tambunan hanya berhenti di dua nama saja.
Robert Tantular sang pemilik bank dan Gayus Tambunan sang pegawai Direktorat Pajak. Padahal, kasus Centurygate cukup banyak menyeret sejumlah nama, di antaranya mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono (sekarang Wakil Presiden), mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani (sekarang Direktur Bank Dunia). Sedangkan pada kasus Gayus, beberapa pejabat teras di Direktorat Pajak juga disebut-sebut menikmati ‘uang haram’ Gayus.
Jika dikaitkan dengan kasus Nazaruddin yang juga melibatkan sejumlah pembesar negeri ini, apakah dia akan senasib dengan Robert Tantular dan Gayus Tambunan? Apakah KPK kali ini akan benar-benar menunjukkan nyalinya?
“Serahkan semua kepada proses hukum,” jawab Ketua DPR Marzuki Alie kepada Monitor Indonesia, Senin (8/8/2011) malam.
Ah, bakal panjang lagi nih…
■ Ishak H Pardosi
SEJAK menghilang Senin, (23/5/2011) malam, Nazaruddin awalnya berlabuh di Singapura. Kala itu, dia berkilah hanya ingin memeriksakan kesehatannya. Namun, janji Nazaruddin ternyata palsu. Lama ditunggu di Tanah Air, ia tak kunjung kembali. Bahkan, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap wisma atlet oleh KPK, politisi muda enggan kembali ke Indonesia.
Sejak saat itu, Nazaruddin kemudian dicari di seluruh dunia. Dasar Nazaruddin, ia malah makin sulit terlacak. Bagai belut, mantan calon legislatif PPP ini kemudian berkeliling ke sejumlah negara. Dari Singapura, Nazaruddin ‘plesiran’ ke Kuala Lumpur, lalu ke Vietnam sebelum Kamboja.
Dari Kamboja, bersama istri dan tiga pengawalnya, ia menyewa pesawat untuk terbang ke Bogota (Kolombia) melalui Madrid (Spanyol). Kemudian ia melanjutkan petualangannya ke Dominika. Selanjutnya, ia kembali ke Bogota, dan terakhir ke Cartagena (Kolombia).
Hingga kini, belum ada informasi kapan Nazaruddin akan diboyong ke Indonesia. Namun, tim penjemput yang terdiri dari Mabes Polri, KPK, Imigrasi, dan Kementerian Luar Negeri, hari ini Senin (8/8/2011) langsung menuju Kolombia.
“Pemulangan Nazaruddin ke Indonesia belum diketahui kapan, karena pihak pemerintahan Kolombia belum memastikan apakah dia akan dideportasi atau diadili, karena penggunaan pasport palsu. Kami berharap pihak Kolombia bisa mendeportasinya,” urai Kadiv Humas Mabes Polri Anton Bachrul Alam
Dijelaskan Anton, jika Nazaruddin memang berhasil dipulangkan ke Indonesia, pihak kepolisian akan langsung menyerahkan dia ke KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
Tertangkapnya Nazaruddin untuk sementara bisa menjadi ‘obat penawar’ bagi KPK, karena bertepatan dengan gonjang-ganjing di tubuh lembaga antikorupsi itu. Sebaliknya, jika KPK tidak mampu secepat mungkin membuat Nazaruddin membongkar bukti dan fakta seperti yang dia janjikan, maka tamatlah KPK.
“Pertama, kita harus apresiasi kinerja aparat. Saya berharap Nazaruddin menjelaskan semua yang dia ketahui. Buka saja kotak pandora itu. Kita minta agar penegak hukum segera memproses. Silakan Nazaruddin bongkar dari A sampai Z, ” papar anggota DPR dari Fraksi PPP Ahmad Yani kepada Monitor Indonesia, Senin (8/8/2011).
Lantas, apakah dengan tertangkapnya Nazaruddin bisa menjadi awal kebangkitan kembali KPK dalam hal pemberantasan korupsi? “Kita tunggu sajalah prosesnya. Kalau KPK sejak awal tanpa Nazaruddin memang sudah lemah. Yang tangkap kan polisi, bukan KPK,” tukas dia.
Sikap kecewa Ahmad Yani terhadap kinerja KPK bukanlah hal yang berlebihan. Betapa tidak, dua kasus besar, yakni Centurygate dan mafia pajak Gayus Tambunan hanya berhenti di dua nama saja.
Robert Tantular sang pemilik bank dan Gayus Tambunan sang pegawai Direktorat Pajak. Padahal, kasus Centurygate cukup banyak menyeret sejumlah nama, di antaranya mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono (sekarang Wakil Presiden), mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani (sekarang Direktur Bank Dunia). Sedangkan pada kasus Gayus, beberapa pejabat teras di Direktorat Pajak juga disebut-sebut menikmati ‘uang haram’ Gayus.
Jika dikaitkan dengan kasus Nazaruddin yang juga melibatkan sejumlah pembesar negeri ini, apakah dia akan senasib dengan Robert Tantular dan Gayus Tambunan? Apakah KPK kali ini akan benar-benar menunjukkan nyalinya?
“Serahkan semua kepada proses hukum,” jawab Ketua DPR Marzuki Alie kepada Monitor Indonesia, Senin (8/8/2011) malam.
Ah, bakal panjang lagi nih…
■ Ishak H Pardosi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar