Darsem mendadak kaya raya. Janda beranak satu asal Kampung Trungtum, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Subang, Jawa Barat ini baru saja diguyur uang sebanyak Rp 1,2 miliar. Darsem bukannya menang lotere atau undian, tetapi uang seribu dua ratus juta itu diperoleh dari hasil sumbangan pemirsa stasiun televisi TV One. Niat sumbangan itu tentu mulia, membebaskan Darsem dari hukuman pancung di tempatnya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
TERNYATA, garis tangan Darsem berkata lain. Hukuman pancung urung dijatuhkan. Sebagai gantinya, Darsem diwajibkan membayarkan uang pengganti nyawa (diyat) senilai Rp 4,7 miliar. Tentu saja, mantan istri Sanudin tidak punya uang sebanyak itu. Beruntung, pemerintah Indonesia bersedia membayarkan denda bagi Darsem. Alhasil, putri tunggal Dawud ini pulang dengan selamat ke Tanah Air, Rabu (13/7/2011) lalu.
Bukan saja lolos dari pedang penjagal Saudi, Darsem kembali disambut rezeki lain yakni pemirsa TV One sebesar Rp 1,2 miliar tadi. Senin, (25/7/2011) lalu, ia lalu mendatangi BRI unit Pamanukan Kota untuk mengecek kebenaran sumbangan tersebut. Betul saja, rekening Darsem kini sudah gemuk disesaki uang miliaran rupiah. Saat itu juga Darsem langsung mencairkan uang sebesar Rp 259 juta dan menyisakan uang sebesar Rp 1 milyar.
Kehidupan Darsem sejak saat itu kontan saja berubah. Jika sebelumnya ia seorang pendiam, ia kini lebih pintar bergaul. Apalagi, dia sudah membayarkan utang orang tuanya sebesar Rp 24 juta yang digunakan untuk upaya pemulangan dirinya dari negeri Arab. Janji Darsem membantu Masjid, orang jompo, dan bahkan membantu pembangunan jalan di kampungnya, lenyap entah kemana. Pilihan Darsem menjadi lain yakni ingin membeli rumah baru, mengadakan syukuran untuk anaknya, menyumbang membeli sawah, dan membuka toko.
Namun, yang paling mentereng, Darsem kini berubah menjadi ‘toko emas berjalan’. Setidaknya, itulah pengakuan Een, putri sulung Ruyati yang dihukum pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu.
“Darsem itu nggak tahu diri, dari duit miliaran dia cuma nyumbang ke masjid Rp 500 ribu dan 20 anak yatim,” kata Een, kepada wartawan, Jumat (5/8/2011) malam.
“Iya, seperti toko emas berjalan. Dia kan seperti sekarang ini karena kasus ibu saya mencuat,” sesal Een yang hanya menerima bantuan sebesar Rp 20 juta dari Darsem atas kematian Ruyati.
Bukan Een saja yang geram melihat kelakuan Darsem. Warga sekampung Darsem pun demikian. Bahkan, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, Darsem tidak tahu diri.
“Saya mendengar Darsem menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati hanya Rp20 juta. Saya rasa kalau dia tahu diri, tidak menyumbang hanya Rp 20 juta, tetapi Rp 200 juta sampai Rp500 juta,” kata Jumhur kepada wartawan di Sulawesi Tengah, Sabtu (6/8/2011).
Jumhur menegaskan, sejak semula ia tidak setuju bantuan dari pemirsa televisi itu diberikan semua kepada Darsem. Karena pemerintah telah membayarkan diyat Darsem.
“Makanya ketika ada serah terima bantuan pemirsa di televisi itu, saya tidak datang meskipun diundang,” katanya. Namun, Jumhur berharap, Darsem tidak bersikap secara berlebihan dan tahu diri dalam menjalani kehidupannya.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=42856
http://monitorindonesia.com/?p=42863
http://monitorindonesia.com/?p=42868
http://monitorindonesia.com/?p=42872
http://monitorindonesia.com/?p=42876
TERNYATA, garis tangan Darsem berkata lain. Hukuman pancung urung dijatuhkan. Sebagai gantinya, Darsem diwajibkan membayarkan uang pengganti nyawa (diyat) senilai Rp 4,7 miliar. Tentu saja, mantan istri Sanudin tidak punya uang sebanyak itu. Beruntung, pemerintah Indonesia bersedia membayarkan denda bagi Darsem. Alhasil, putri tunggal Dawud ini pulang dengan selamat ke Tanah Air, Rabu (13/7/2011) lalu.
Bukan saja lolos dari pedang penjagal Saudi, Darsem kembali disambut rezeki lain yakni pemirsa TV One sebesar Rp 1,2 miliar tadi. Senin, (25/7/2011) lalu, ia lalu mendatangi BRI unit Pamanukan Kota untuk mengecek kebenaran sumbangan tersebut. Betul saja, rekening Darsem kini sudah gemuk disesaki uang miliaran rupiah. Saat itu juga Darsem langsung mencairkan uang sebesar Rp 259 juta dan menyisakan uang sebesar Rp 1 milyar.
Kehidupan Darsem sejak saat itu kontan saja berubah. Jika sebelumnya ia seorang pendiam, ia kini lebih pintar bergaul. Apalagi, dia sudah membayarkan utang orang tuanya sebesar Rp 24 juta yang digunakan untuk upaya pemulangan dirinya dari negeri Arab. Janji Darsem membantu Masjid, orang jompo, dan bahkan membantu pembangunan jalan di kampungnya, lenyap entah kemana. Pilihan Darsem menjadi lain yakni ingin membeli rumah baru, mengadakan syukuran untuk anaknya, menyumbang membeli sawah, dan membuka toko.
Namun, yang paling mentereng, Darsem kini berubah menjadi ‘toko emas berjalan’. Setidaknya, itulah pengakuan Een, putri sulung Ruyati yang dihukum pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu.
“Darsem itu nggak tahu diri, dari duit miliaran dia cuma nyumbang ke masjid Rp 500 ribu dan 20 anak yatim,” kata Een, kepada wartawan, Jumat (5/8/2011) malam.
“Iya, seperti toko emas berjalan. Dia kan seperti sekarang ini karena kasus ibu saya mencuat,” sesal Een yang hanya menerima bantuan sebesar Rp 20 juta dari Darsem atas kematian Ruyati.
Bukan Een saja yang geram melihat kelakuan Darsem. Warga sekampung Darsem pun demikian. Bahkan, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, Darsem tidak tahu diri.
“Saya mendengar Darsem menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati hanya Rp20 juta. Saya rasa kalau dia tahu diri, tidak menyumbang hanya Rp 20 juta, tetapi Rp 200 juta sampai Rp500 juta,” kata Jumhur kepada wartawan di Sulawesi Tengah, Sabtu (6/8/2011).
Jumhur menegaskan, sejak semula ia tidak setuju bantuan dari pemirsa televisi itu diberikan semua kepada Darsem. Karena pemerintah telah membayarkan diyat Darsem.
“Makanya ketika ada serah terima bantuan pemirsa di televisi itu, saya tidak datang meskipun diundang,” katanya. Namun, Jumhur berharap, Darsem tidak bersikap secara berlebihan dan tahu diri dalam menjalani kehidupannya.
■ Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=42856
http://monitorindonesia.com/?p=42863
http://monitorindonesia.com/?p=42868
http://monitorindonesia.com/?p=42872
http://monitorindonesia.com/?p=42876
Tidak ada komentar:
Posting Komentar