Rabu, 17 Agustus 2011

Bingkisan Dinasti Korupsi Plus Manipulasi dari Enam Presiden

Diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya, bendera merah putih akan dikibarkan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/8/2011), dalam upacara kenegaraan memperingati 66 tahun Kemerdekaan Indonesia.



RITUAL tahunan ini juga akan semarak di seluruh penjuru Tanah Air dan mancanegara. Peringatan hari kemerdekaan tahun ini semakin istimewa, karena bertepatan dengan bulan Ramadhan. 66 tahun lalu, tepatnya 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno-Hatta juga jatuh pada bulan Ramadhan. Komplit sudah.

“Jepang tidak sadar, karena mengira ini adalah perayaan Ramadhan. Mereka kan pahamnya setiap puasa ya begini yang terjadi, ada pawai obor. Padahal pawai ini juga spesial, karena rakyat senang dengan Indonesia yang merdeka. Tapi saya tidak tahu Jepang yang menjaga jalan-jalan tempat pawai itu tidak ngeh atau memang tidak semangat lagi mencegah orang Indonesia merdeka. Karena tahu sudah kalah perang, lebih baik berpikir segera pulang,” kenang Tubagus Dudum Sonjaya, salah seorang saksi hidup saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan Ir. Soekarno di Kesatrian Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Namun, setelah 66 tahun bebas dari belenggu penjajah, harapan menjadi bangsa yang berdaulat seperti diamanatkan para pendiri bangsa, masih jauh panggang dari api. Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah tetap saja dinikmati bangsa lain, dengan menyisihkan sedikit bagi mereka yang duduk di tampuk kekuasaan. Praktik korupsi plus manipulasi kasus semakin menggurita. Hasilnya, utang Indonesia semakin membengkak hingga ribuan triliun rupiah. Rakyat jelata tentu semakin menderita, karena berteriak, sekalipun tiada gunanya.

Hingga Juli 2011, total utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 1.733,64 triliun. Artinya, dalam sebulan saja, utang pemerintah naik sebesar Rp 9,5 triliun dibanding Juni 2011 yang sebesar Rp 1.723,9 triliun. Jika dibandingkan dengan jumlah utang pada Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga Juli 2011 membengkak Rp 56,79 triliun. Demikian data yang dirilis Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu yang dikutip Senin (15/8/2011).

Sindiran Indonesia hanya menang di usia, sepertinya relevan dengan kondisi saat ini. Pasalnya, negara Singapura yang merdeka pada 9 Agustus 1965, sudah lebih dulu menikmati betapa indahnya kemerdekaan itu. Singapura adalah lokomotif ekonomi ASEAN, dan satu-satunya negara Asia dengan taraf hidup setara Swiss di Eropa. Meski luas Singapura hanya secuil wilayah Indonesia, tetapi kemajuan teknologi dan militer Singapura tetap paling wahid. Menyesakkan lagi, negeri Singa itu kini menjadi ‘surga’ bagi para koruptor Indonesia.

Beralih ke negeri jiran Malaysia, yang resmi berdiri pada 31 Agustus 1957. Walau umur Malaysia lebih muda 12 tahun dari Indonesia, tetapi nyatanya mereka terbukti lebih maju. Memprihatinkan lagi, Malaysia tercatat sebagai negara pengimpor Tenaga Kerja Indonesia. Itu artinya, lapangan pekerjaan di sana jelas lebih terbuka ketimbang di sini.

Singapura dan Malaysia telah membuktikan bagaimana sebenarnya cara mengisi kemerdekaan itu. Sedangkan bendera merah putih hanya mampu berkibar meski belum berjaya. Isu  korupsi yang berakibat pada kemiskinan dan terorisme yang bersaudara dengan gerakan separatisme agaknya hanya berhenti pada wacana elit politik negeri ini. Kalaupun ada impian ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maju, sepertinya itu hanya ada pada pelajaran-pelajaran sekolah. Lalu, benarkah Indonesia sudah merdeka?

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=44531
http://monitorindonesia.com/?p=44537
http://monitorindonesia.com/?p=44565

Senin, 15 Agustus 2011

Kotak Pandora di Jalan Kramat Raya 7

Tas hitam Nazaruddin bak kotak Pandora, Di dalam tas itu, konon, tersimpan sejumlah bukti keterlibatan para elite Partai Demokrat dalam kasus korupsi di berbagai proyek pemerintah.

DALAM kicauannya, Nazaruddin mengaku memiliki bukti-bukti berupa flashdisk dan CD tentang berbagai tudingan kepada berbagai elite bangsa yang berkantor di Jalan Kramat Raya No 7, Jakarta Pusat itu. Kuat dugaan, bukti tersebut tersimpan dalam tas hitam tersebut. Bisa jadi, isi tas tersebut hampir setara harganya dengan nyawa Nazaruddin.

Sebelum kedatangan Nazaruddin di Jakarta, Menkopolkam Joko Suyanto harus menginstrusikan agar tas hitam itu segera diamankan dari orang yang tidak bertanggung jawab.

Djoko menegaskan, sebelum digiring Interpol, Nazaruddin sempat menitipkan tas kecilnya ke Duta Besar Indonesia untuk Kolumbia. “Tak jelas apa isi tas kecil itu. Yang pasti, tas itu telah diamankan dan telah disegel,” kata Djoko.

Sementara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Jasin, juga menyoroti soal tas tersebut. Menurutnya, KPK memerlukan tas kecil yang dititipkan M. Nazaruddin ke pihak Kedutaan Indonesia di Kolombia. “Apapun isi tasnya, yang bisa dipakai untuk pembuktian di pengadilan, tentu kami perlukan,” kata Jasin.

Selain KPK, Komite Etik juga memerlukan tas tersebut. “Sebagai bukti pendukung lain, bisa memperkuat bukti yang kita peroleh,” ujar Jasin.

Sementara pengacara Nazaruddin, OC Kaligis, mengaku kecolongan. Menurutnya, tas hitam itu tidak diberikan kepada duta besar, tetapi dicuri. “Sampai saat ini belum dikembalikan kepada Nazaruddin,” katanya.

Tudingan Kaligis makin mengukuhkan bahwa cerita tas hitam itu seperti kisah konspirasi di layar perak. Tas hitam Nazaruddin sepertinya sangat berharga sekali bagi orang-orang yang terlibat dalam kasus-kasus dalam nyanyian Nazaruddin.

Kalau benar tas itu berisi berbagai bukti tentang kejahatan para elit politik partai demokrat dan petinggi KPK, maka tas tersebut adalah bukti yang tidak ternilai untuk membongkar kebrobokan para elite bangsa ini. Jika demikian, wajar bila banyak pihak mengincarnya, untuk diselamatkan atau dihancurkan.

Saat pemaparan barang bukti di kantor KPK, Minggu (14/8/2011), ternyata milik Nazaruddin berbeda dengan flashdisk yang dia perlihatkan saat siaran langsung lewat Skype. Flashdisk yang dipaparkan kemarin bermerek Soni Vaio 4 GB.

Benarkah penilaian Kaligis, KPK tidak memperbolehkan bertemu dengan Nazaruddin karena ia mengetahui segala sesuatu kasus kliennya. Selama ini, OC Kaligis selalu berseberangan dengan KPK, karena profesinya sebagai pengacara. “Kepentingannya berbeda-beda, di mana KPK menghukum dan saya membela,” ujarnya.

“Karena saya tahu terlalu banyak. Kalau saya tidak tahu A sampai Z, tidak seperti ini. Sayangnya saya selama ini tidak bisa bekerja sama dengan KPK. Kepentingannya juga beda, dia ngomong hukum, saya membela,” tambah Kaligis.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=44397
http://monitorindonesia.com/?p=44398
http://monitorindonesia.com/?p=44399
http://monitorindonesia.com/?p=44400
http://monitorindonesia.com/?p=44401

Minggu, 14 Agustus 2011

Ups, KPK Mulai Ketar-Ketir, OCK Terlalu Banyak Tahu

OC Kaligis (OCK) yang ditunjuk sebagai pengacara mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin tampak kesal, karena tak diizinkan mendampingi kliennya. Hal lain yang membuat pengacara senior ini kesal adalah barang bukti yang dirilis KPK tadi malam mengalami banyak keganjilan.


KARENA saya tahu terlalu banyak. Kalau saya tidak tahu A sampai Z, tidak seperti ini. Sayangnya saya selama ini tidak bisa bekerja sama dengan KPK. Kepentingannya juga beda, dia ngomong hukum, saya membela,” jelas OCK, Minggu (14/8/2011) pagi yang datang bersama sepupu Nazaruddin, M. Nasir ke Mako Brimob.

“Seperti gelar barang bukti dalam Pasal 129 KUHAP, penyidik memperlihatkan benda yang akan disita pada keluarganya, ditunjukkan kepada keluarganya juga. Ditunjukkan agar tahu. Karena akan dimintai keterangan soal benda itu. Kemarin yang punya benda saja tidak diperlihatkan. Itu kalau diganti-ganti bagaimana?” tambah OCK

Setelah tidak mendapat izin menemui Nazaruddin, OCK bersama Nasir pun menuju kampus Universitas Indonesia (UI), Depok. Beredar kabar, OCK dan Nasir berbincang tentang Nazar di dalam mobil Nasir. Mereka hanya berputar-putar di sekitar UI. Lalu, Kaligis pun kembali ke Mako Brimob sekitar pukul 11.30 WIB untuk menemui wartawan. Tampak dari wajah pengacara senior ini wajah kekesalan.

“Saya hanya mau menunjukkan UU. Karena Pak Presiden bilang supaya UU dilaksanakan. Pasal 70 KUHAP mengatakan pengacara dan keluarga bisa langsung menghubungi. Saya tidak salahkan polisi, tadi polisi bilang dia dapat perintah dari KPK, OCK tidak boleh masuk. Tapi saya bilang ya tidak apa-apa saya ikuti. Terlihat KPK tampaknya takut, sampai-sampai dia tidak bolehkan saya masuk,” tutur OCK.

OCK mengatakan, dirinya sejak kemarin tidak boleh masuk ke Mako Brimob. Seperti halnya saat dia mendampingi kliennya di Bogota, Kolombia, OCK mengaku dihalang-halangi oleh KPK untuk menemui Nazaruddin, meski akhirnya dia bisa bertemu beberapa kali.

“Saya datang ke sini mau menguji. Saudaranya saja ternyata tidak boleh masuk, ini kan melanggar Pasal 70 KUHAP. Isi Pasal 70 penasihat hukum sebagaimana dimaksud berhak menghubungi dan berbicara tiap waktu untuk kepentingan perkaranya,” ujar OCK sambil menunjukkan buku KUHAP yang dibawanya.

OCK menambahkan, sebagai pengacara, ia ingin mendampingi kliennya saat diperiksa. Keinginan itu juga karena ada kekhawatiran Nazaruddin sudah dicuci otaknya selama dalam pesawat menuju Indonesia.

“Kenapa saya datang, kan saya bisa bertanya kenapa BAP dibuat seperti ini, kenapa pengacara tidak diikutsertakan dalam pemeriksaan, tidak diikutsertakan di dalam pesawat, kalau dicuci otaknya di pesawat bagaimana? Seluruh dunia sudah tahu saya akan membela,” tegas OCK.

“Kenapa Nazar takut pulang, benar kan? Terbukti, tidak ada perlakuan persamaan hak. Kita juga tidak bisa apa-apa. Semenjak kepulangannya, saya tidak bisa ketemu, saya lebih sering ketemu di Bogota,” tambah dia.

OCK lantas membandingkan perlakuan yang diterima Nazaruddin dengan besan SBY, Aulia Pohan, yang juga pernah dia bela.

“Kalau dulu itu Pohan bisa dijenguk setiap saat, saya bisa datang pagi, siang atau sore. Sekarang saya tidak tahu, ini diskriminasi,” kata OCK yang mengaku terakhir berkomunikasi dengan Nazaruddin pada 11 Agustus lalu.

Terkait pelarangan ini, KPK berdalih Nazaruddin sendiri yang tidak mau didampingi pengacara. “Bukan KPK melarang, tapi Nazaruddin sendiri yang tidak mau didampingi,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin saat dikonfirmasi wartawan lewat pesan singkat, Minggu (14/8/2011).


Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=44190
http://monitorindonesia.com/?p=44166
http://monitorindonesia.com/?p=44177
http://monitorindonesia.com/?p=44185
http://monitorindonesia.com/?p=44196

Sabtu, 13 Agustus 2011

38 Jam Kado Korupsi Tiba di KPK

Tersangka korupsi Muhammad Nazaruddin akhirnya tiba di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, pada pukul 19.45, Sabtu 13 Agustus, setelah melakukan perjalanan dari Kolombia lebih dari 38 jam, dengan menumpang pesawat carteran Gulfstream N-913PD.


TERSANGKA korupsi wisma Atlet ini berangkat dari dari Bandara El Dorado, Bogota, Kamis pukul 17.15 waktu setempat atau Jumat pukul 05.15 WIB. KPK mengeluarkan biaya Rp 4 miliar untuk menjamin keamanan Nazaruddin. Biaya tersebut tidak hanya untuk menyewa pesawat, tetapi secara keseluruhan, mulai dari keberangkatan tim penjemput hingga pemulangan.

Kepala Biro Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian, Brigadir Jenderal Untung Yoga Ana mengatakan, selama dalam perjalanan pesawat transit dua kali, yaitu di Nairobi (Kenya) dan Maladewa. Dari Maladewa, pesawat langsung menuju Jakarta.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengatakan, setelah mendarat, buronan Nazaruddin langsung dibawa ke Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok. Nazaruddin akan menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum akhirnya dibawa lagi ke KPK untuk diperiksa.

Semenjak ditetapkan tersangka oleh KPK, politisi Demokrat tersebut beranjak ke Singapura dengan alasan untuk berobat karena sakit pada Senin (23/5/2011). Namun, lambat laun, kepergiannya ditenggarai untuk menghindari kejaran aparat yang memburunya sejak namanya terpampang dalam daftar pencarian orang di situs interpol.

Lebih dari 81 hari, bekas bendum Partai Demokrat itumelanglang di setidaknya delapan negara. Ia diketahui pernah berada di Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Spanyol, Amerika Serikat, Dominika, dan Kolombia. Perjalanan buronan ini berakhir saat berada di Kolombia. Nazaruddin ditangkap saat hendak meninggalkan Kota Cartagena menuju Bogota.

Nazaruddin menuding beberapa pihak terlibat dalam kasusnya. Mulai dari rekan separtainya, yakni Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Menteri Pemuda Olahraga Andi Malarangeng, Angelina Sondakh, Mirwan Amir, I Wayan Koster, hingga pimpinan KPK, Chandra M Hamzah, Ade Raharja, Busyro Muqqodas, M Jasin, Haryono Umar dan Johan Budi SP. Nazaruddin disangka melanggar tiga pasal penerimaan suap, yaitu Pasal 5 Ayat 2 dan atau Pasal 12 huruf a dan b, dan Pasal 11 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi.


Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=44037
http://monitorindonesia.com/?p=44028
http://monitorindonesia.com/?p=44019
http://monitorindonesia.com/?p=44016
http://monitorindonesia.com/?p=44011

Reuni SBY-Mega Minus Cipika Cipiki

Mengenakan kebaya warna coklat, Ibu Negara Kristiani Herawati sedikit tersipu menyalami Presiden SBY yang tampak gagah di Istana Merdeka, Jumat (12/8/2011). Momen bulan puasa yang kini memasuki hari ke-12 menjadi saksi di antara SBY-Ani dalam acara penyematan pita kuning dan bintang penghargaan di dada sang istri tercinta. Ibu Ani yang sehari-hari mendampingi sang suami mengaku agak grogi saat menerima bintang Republik Indonesia Adipradana itu.



TENTU saja bahagia, bersyukur campur aduk jadi satu,” seru Ani usai penganugerahan bintang tanda kehormatan itu.

Dalam prosesi anugerah itu, Presiden SBY yang mengenakan jas warna hitam dengan dasi warna merah, memberikan bintang kehormatan kepada istrinya, di urutan nomor satu. Selanjutnya, ada pula Sinta Nuriah Abdurrahman Wahid, istri Presiden ketiga, dan Taufieq Kiemas, suami Presiden keempat Megawati Soekarnoputri.

“Atas penghargaan ini, tentu saya berjanji dengan anugerah ini saya akan bekerja lebih baik untuk bangsa dan negara,” tambah Ani, didamping kedua putranya Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.

Ani mengatakan telah banyak yang ia lakukan selama enam tahun mendampingi SBY sebagai presiden,  secara langsung dan tidak langsung. “Secara tidak langsung, kalau saya mempersiapkan bapak presiden untuk bekerja lebih baik lagi. Itu berarti saya bekerja untuk bangsa dan negara,” katanya.

Ibu Ani juga merinci perannya secara langsung di antaranya lewat program-program bersama menuju Indonesia sejahtera melalui 5 pilar. Pilar itu, Indonesia pintar yang diwujudkan melalui mobil pintar dan rumah pintar, Indonesia peduli dan Indonesia hijau tentang lingkungan, Indonesia sehat tentang kesehatan, dan Indonesia kreatif.

Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Taufiq Kiemas yang juga memperoleh bintang kehormatan mengakui ada beban di balik penganugerahan itu. Namun, ia mengatakan akan meningkatkan perannya lebih baik di masa mendatang. “Kan jadi bertambah bintang bertambah kewajibannya,” timpal dia.

Taufiq didampingi istri, Megawati Soekarnoputri yang mengenakan kebaya warna coklat muda, putrinya Puan Maharani dan suami, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, dan Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan, Pramono Anung Wibowo.

Seperti biasanya, usai menyematkan penghargaan, SBY menyalami keluarga yang ikut mendampingi, termasuk kepada pesaingnya dalam Pilpres lalu, Megawati. Hanya saja, saat bersalaman, keduanya masih terlihat canggung dan “dingin”. SBY menyalami Mega hanya sekilas. Kontras saat SBY menyalami Taufik Kemas, dan keluarga lainnya yang terlihat hangat dan saling cium pipi kanan dan pipi kiri alias “cipika cipiki”

Seperti diketahui, Presiden SBY akan menyematkan secara langsung gelar tanda jasa dan tanda kehormatan dari Republik Indonesia kepada 30 tokoh. Satu di antaranya telah menerima tanda jasa, yang tak lain adalah Ibu Ani Yudhoyono.

Inilah 30 Tokoh Penerima Bintang Tanda Jasa 2011:

Bintang Republik Indonesia Adipradana:

1. Hj. Kristiani Herrawati Yudhoyono, S.IP (istri Presiden )
2. Dra. Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum (istri mantan Presiden Abdurrahman Wahid)
3. H.M. Taufiq Kiemas (Ketua MPR/suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri)

Bintang Mahaputera Adipradana:

1. Hj. Mufidah Jusuf Kalla (istri mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla)
2. Hj. Asmaniah Hamzah Haz (istri mantan Wakil Presiden RI, Dr.(HC) H. Hamzah Haz)
3. Dr. Nur Hasan Wirajuda (mantan Menteri Luar Negeri)
4. Ir. H. Aburizal Bakrie (mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat)
5. Dr. Sri Mulyani Indrawati (mantan Menteri Keuangan)
6. Dr. Siti Fadilah Supari (mantan Menteri Kesehatan)
7. Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, SS, MA (mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan)
8. Letjen TNI (Purn) Moh. Ma’ruf (mantan Menteri Dalam Negeri)

Bintang Mahaputera Utama:

1. Letjen TNI (Purn) H. Bibit Waluyo (Gubernur Jawa Tengah)
2. Mayjen TNI (Purn) Dr. Syamsul Ma’arif, M.Si (Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
3. Dr. H. Soekarwo, SH, M.Hum (Gubernur Jawa Timur)
4. Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH (Gubernur Sulawesi Selatan)

Bintang Jasa Utama:
1. Mayjen TNI (Purn) Sunarso (Kepala Badan Pelaksana, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo)
2. Dr. Ir. Surono (Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian ESDM)
3. Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc (Sekretaris Jenderal DPD RI)
4. Drs. H. Achmad, M.Si (Bupati Rokan Hulu, Prop. Riau)
5. Drs. H. Syarif Hidayat, M.Si (Walikota Tasikmalaya, Prov. Jawa Barat)
6. Ir. H. Joko Widodo (Walikota Solo, Prop. Jawa Tengah)
7. Ir. H. Ilham Arief Sirajuddin, MM (Walikota Makassar, Prop. Sulawesi Selatan)

Bintang Jasa Nararya:
1. Dr. Wimpy S. Tjetjep (Deputi Menko Perekonomian Bid. Koordinasi Energi & Sumber Daya Mineral &
    Kehutanan)
2. Drs. Faisal Syam MBA (Direktur Human Capital & General Affair PT Telkom, Tbk)
3. H. Syarifuddin (Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia
    (ASPERINDO))
4. Drs. Guritno Kusumo, MM (Sekretaris Kementerian Koperasi & UKM)

Bintang Budaya Parama Dharma:

1. Alm. Basoeki Abdullah (Pelukis)
2. Alm Abdullah Idrus (Sastrawan)
3. Sudarwati/Sumarti/Titik Puspa (Pencipta Lagu, Penyanyi & Aktris Film)
4. Herman Omordow (Pengukir & pemahat asal suku Asmat, Prop. Papua)






Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=43898
http://monitorindonesia.com/?p=43893
http://monitorindonesia.com/?p=43903
http://monitorindonesia.com/?p=43908
http://monitorindonesia.com/?p=43912

Kamis, 11 Agustus 2011

Mencari Peran Si Ratu Proyek Partai Biru

Angelina Sondakh selalu disebut-sebut Nazaruddin sebagai politisi yang menerima dana terkait proyek pembangunan wisma atlet SEA Games. Wakil sekjen Partai Demokrat itu sering dijuluki sebagai si ratu proyek partai biru.



STAF Nazaruddin bernama Yulianis menyebut nama wanita yang akrab disapa Angie itu menerima sejumlah fee bersama Politisi PDI P I Wayan Koster. Terkait hal tersebut, Angie mengaku siap memberikan keterangan ke KPK apabila nanti diperlukan menyusul digelarnya sidang kasus suap Sesmenpora di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. “Kalau diperlukan saya bersedia memberikan keterangan,” kata Angelina Sondakh, Kamis (11/8/2011).

Seperti diketahui sebelumnya, Yulianis, mantan wakil Direktur Keuangan Permai Group menyebut politisi partai Demokrat Angelina Soundakh dan politisi PDI P I Wayan Koster mendapat jatah fee
pembangunan wisma atlet.

Dalam kesaksiannya di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (10/8/2011), Yulianis menuturkan kalau rekan kerjanya, terdakwa Mindo Rosalina Manullang sering mengajukan pencairan uang untuk dua anggota DPR komisi X itu.

“Uang itu selalu dikaitkan untuk Angie dan Wayan,” kata Yulianis. ”Siapa Angie dan Wayan yang anda maksud?,” tanya salah satu hakim anggota. ”Angelina Soundakh dan Pak Wayan Koster,” tukas Yulianis memastikan.

Kedua politisi ini selalu menghubungi Rosa untuk mengetahui ‘nasib’ pembagian jatah fee-nya. “Ibu Angie dan Wayan sering berhubungan dengan Rosa,” terangnya.

Menurut Yulianis, dua nama anggota dewan tersebut didapatnya dari terdakwa (Rosa) sendiri yang bercerita kepadanya. Sebab, tugas terdakwa adalah mengawal anggaran proyek Wisma Atlet tersebut di DPR.

Yulianis juga membenarkan bahwa Rosa menghubungi kedua anggota dewan tersebut untuk menggiring anggaran di DPR terkait permohonan anggaran.

Selain itu, dalam kesaksiannya Yulianis mengatakan bahwa Permai Group telah membayar Rp 16 miliar untuk mendapatkan proyek yang akhirnya diketahuinya sebagai proyek pembangunan Wisma Atlet di Jaka Baring.

Pembayaran senilai Rp 16 miliar tersebut, menurut Yulianis diberikan ke beberapa pihak, salah satunya ke DPR. Dengan tujuan, menjaga anggaran proyek Rp 400 miliar.

Ketika ditanyakan soal kesaksian Yulianis tersebut, Angelina Sondakh membantah menerima fee pembangunan wisma atlet, seperti yang dikatakan Yulianis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan wanita yang akrab disapa Angie ini mengatakan dirinya sama sekali tidak mengenal sosok Yulianis.

“Saya tidak kenal dengan Yulianis, dan saya tidak pernah meminta apalagi menerima berkaitan dengan wisma atlet,” tukas Angelina.

Mantan Putri Indonesia ini juga menjelaskan Mindo Rosalina Manulang juga tidak pernah membicarakan masalah wisma atlet kepada dirinya. “Saudara Mindo juga tidak pernah membicarakan masalah wisma atlet kepada saya,” katanya.

Menanggapi kesaksian Yulianis, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, meski belum akan melakukan pemanggilan, namun KPK akan mendalami dugaan keterlibatan dua anggota Komisi X DPR ini.

“Tetap kita tindaklanjuti tapi menindaklanjuti tidak dengan cara langsung memanggil orangnya. Didalami infonya, artinya dipelajari,” kata Johan.

Johan mengatakan Wayan dan Angie belum akan dipanggil karena penyebutan nama keduanya baru sebatas penyebutan nama oleh seorang saksi di persidangan. “Kita tidak bisa langsung memanggil harus ada bukti lain yang saling mendukung,” terang Johan.



Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=43730
http://monitorindonesia.com/?p=43725
http://monitorindonesia.com/?p=43726
http://monitorindonesia.com/?p=43732
http://monitorindonesia.com/?p=43736

Rabu, 10 Agustus 2011

Jangan Samakan Apel Malang dengan Apel Washington

Dalam tiga hari terakhir, berita penangkapan Nazaruddin di Kolombia mendapat sorotan luas dari media. Namun, bukan berarti masyarakat melupakan buronan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lainnya, Nunun Nurbaetie dan Anggoro Widjojo.


KHUSUS
Nunun, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan tak pernah tersandera oleh kasus yang menimpa Nunun. Secara terbuka, PKS mempersilakan kalau KPK ingin menangkap Nunun yang tengah buron di luar negeri.

“Kalau menurut saya silakan saja secara hukum. Pak Adang juga menyampaikan silakan secara hukum,” ujar anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Jamil kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/8/2011).

Nasir menjelaskan, secara struktural Nunun tak ada kaitannya dengan PKS. Jika Nunun adalah istri petinggi PKS yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun, kasus itu jangan pula dihubung-hubungkan.

“PKS tidak tersandera Ibu Nunun. Kalau secara struktural tidak ada kaitannya dengan PKS,” tambah Nasir.

Dia juga berharap agar KPK tak lagi memohon PKS membantu dalam proses pemulangan Nunun. Nasir mengaku, penegakan hukum tak ada kaitannya dengan PKS. “Nggak lah, nggak ada kaitannya,” tandasnya.

Merujuk pada kasus Nazaruddin yang melibatkan beberapa elit Demokrat, kasus Nunun dan KPK memang ada benarnya. Meski sama-sama apel, tetapi ‘Apel Malang tidak bisa disamakan dengan ‘Apel Washington’.Nunun dan PKS tidak bisa begitu saja disejajarkan. Sebab, perlakuan hukum harus sama di hadapan semua orang.

Seperti diketahui, di persidangan Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manullang, terungkap apa arti ‘apel malang’ dan ‘apel washington’. Apa arti sebenarnya dari nama buah itu?

Sebelumnya, dua istilah tersebut sebelumnya disebutkan dalam transkrip percakapan BlackBerry Messenger antara Rosa dan Angelina Sondakh. Dalam persidangan Rosa, dua sebutan itu kembali terucap.

“Apel malang itu rupiah, washington dolar AS,” ujar mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (10/8/2011).

Sementara itu, menurut Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Ahmad Santosa, keseriusan pemimpin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya buronan tertangkap.

“Yang terakhir mempengaruhi itu adalah kesungguhan, kesungguhan penegak hukum, kesungguhan pemimpin. Banyak faktor yang mempengaruhi. Harus ada keinginan yang kuat dari presiden untuk memulangkan buronan,” ujar Mas Ahmad Santosa usai jumpa pers Pembukaan Pendaftaran calon LPSK, di Hotel Akmani, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2011).

Di luar faktor kepemimpinan, lanjut Ota, sapaan akrab Mas Ahmad Santosa, ada tiga faktor lainnya yang turut mempengaruhi cepat lambatnya menangkap buronan di luar negeri.
“Yang pertama adalah semakin seringnya si buronan menggunakan alat telekomunikasi maka akan lebih gampang tertangkap. Namun kalau jarang menggunakan alat telekomunikasi maka akan susah tertangkap,” katanya.

Yang kedua, pemahaman penegak hukum atas sistem hukum negara tempat buronan berada. “Misal pada saat awal Nazaruddin ada di Singapura sebenarnya kita bisa meminta pemerintah Singapura untuk me-locate (melacak-red) dimana posisi Nazarudin. Memang kita tak bisa meminta ekstrasidisi, tapi paling tidak kita bisa mengetahui di Singapura itu ada di mana,” imbuhnya.

Sedangkan faktor ketiga adalah ada tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan negara tempat buron berada. Tidak adanya kerjasama ekstradisi akan membuat pemulangan seorang buronan akan menjadi lebih sulit.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=43554
http://monitorindonesia.com/?p=43548
http://monitorindonesia.com/?p=43551
http://monitorindonesia.com/?p=43558
http://monitorindonesia.com/?p=43559

Kasir Partai Demokrat Disambut Layaknya Pahlawan

Indonesia memang unik. Bayangkan seorang M Nazaruddin yang beberapa waktu terakhir ini menyusahkan kepolisian dan KPK serta “mengombang-ambingkan” pemerintahan dengan partai pengusungnya Demokrat, justru dielu-elukan bak pahlawan.

PEMANDANGAN
unik itu terhampar siang ini, di depan Gedung KPK, Jakarta. Puluhan orang yang menamakan dirinya Front Pembela Nazaruddin, menggelorakan dukungan mereka terhadap suami dari Neneng Sri Wahyuni itu.

“Selamatkan Nazaruddin dari kekejaman Cikeas agar beliau membuka seluruh skandal korupsi APBN yang dilakukan oleh legislatif, eksekutif yang disponsori oleh praktek suap dari uang pengusaha,” ujar Koordinator aksi Budiyono, Selasa (9/8/2011).

Laiknya aksi massa, Front Pembela Nazaruddin pun membawa spanduk dan poster serta pengeras suara untuk memeriahkan aksi mereka. Dari beberapa spanduk yang mereka bawa, ada satu tulisan yang mampu menarik perhatian.

Spanduk itu sendiri berukuran paling besar dari spanduk-spanduk lain. Spanduk bertuliskan “Save Nazaruddin” dengan gambar diri Presiden SBY bersanding dengan Nazaruddin. Gambar SBY sendiri tampak dicoret dengan tanda “X”.

Berorasi berganti-gantian, Front Pembela Nazaruddin meminta KPK untuk mengusut tuntas kasus-kasus korupsi yang telah didengungkan Nazaruddin. Tak lupa, mereka menyatakan komitmennya untuk menyelematkan dan melindungi tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet itu dari hal-hal tak diinginkan yang mungkin terjadi.

“Kita berkomitmen untuk menyelamatkan Nazaruddin dari hal-hal yang tidak diinginkan,” ucap salah satu orator. “Kita menaruh harapan besar pada Nazaruddin untuk membongkar kasus-kasus korupsi di DPR,” imbuhnya. Selain berorasi, Front Pembela Nazaruddin juga meramaikan aksi mereka dengan bernyanyi.

Sementara itu, Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa menilai bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin setelah dilakukan penangkapan tidak akan mendapatkan keringanan hukuman sebagai penghargaan atas kerjasamanya dengan penegak hukum (transactional leniency).

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Pelapor dikenal 2 jenis perlindungan bagi pelapor pelaku atau pelaku yang bekerjasama (justice collaborator). Mengingat Nazaruddin selama ini banyak mengeluarkan informasi yang diduga melibatkan berbagai pihak, maka risiko keselamatan dirinya sangat tinggi sehingga perlu diberikan fasilitas perlindungan agar keselamatan dan keamanan jiwanya terjamin.

“Namun demikian, perlindungan hukum berupa penghargaan dalam bentuk keringanan tuntutan dan hukuman serta pemberian fasilitas lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan belum tentu dapat diberikan,”ujarnya dalam pers rillis, Selasa (9/8/2011).

Mengapa penghargaan tidak secara otomatis dapat diberikan pada Nazaruddin. Menurut pria yang akrab disapa Ota ini, penghargaan itu akan diberikan setelah mempertimbangkan seberapa penting dan terpercaya informasi yang akan diberikan Nazaruddin dalam mengungkap kejahatan.


Cahaya Hakim
http://monitorindonesia.com/?p=43386
http://monitorindonesia.com/?p=43383
http://monitorindonesia.com/?p=43384
http://monitorindonesia.com/?p=43385
http://monitorindonesia.com/?p=43387

Senin, 08 Agustus 2011

Dari Cartagena Menuju Jakarta, Berharap Nazaruddin Tak Seperti Gayus

Pelarian buronan Interpol M. Nazaruddin akhirnya berhenti di Cartagena, Kolombia. Mantan Bendahara Partai Demokrat (PD) ini diciduk polisi Interpol dengan dibantu aparat keamanan Kolombia pada Minggu, (7/8/2011) kemarin.


SEJAK menghilang Senin, (23/5/2011) malam, Nazaruddin awalnya berlabuh di Singapura. Kala itu, dia berkilah hanya ingin memeriksakan kesehatannya. Namun, janji Nazaruddin ternyata palsu. Lama ditunggu di Tanah Air, ia tak kunjung kembali. Bahkan, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap wisma atlet oleh KPK, politisi muda enggan kembali ke Indonesia.

Sejak saat itu, Nazaruddin kemudian dicari di seluruh dunia. Dasar Nazaruddin, ia malah makin sulit terlacak. Bagai belut, mantan calon legislatif PPP ini kemudian berkeliling ke sejumlah negara. Dari Singapura, Nazaruddin ‘plesiran’ ke Kuala Lumpur, lalu ke Vietnam sebelum Kamboja.

Dari Kamboja, bersama istri dan tiga pengawalnya, ia menyewa pesawat untuk terbang ke Bogota (Kolombia) melalui Madrid (Spanyol). Kemudian ia melanjutkan petualangannya ke Dominika. Selanjutnya, ia kembali ke Bogota, dan terakhir ke Cartagena (Kolombia).

Hingga kini, belum ada informasi kapan Nazaruddin akan diboyong ke Indonesia. Namun, tim penjemput yang terdiri dari Mabes Polri, KPK, Imigrasi, dan Kementerian Luar Negeri, hari ini Senin (8/8/2011) langsung menuju Kolombia.

“Pemulangan Nazaruddin ke Indonesia belum diketahui kapan, karena pihak pemerintahan Kolombia belum memastikan apakah dia akan dideportasi atau diadili, karena penggunaan pasport palsu. Kami berharap pihak Kolombia bisa mendeportasinya,” urai Kadiv Humas Mabes Polri Anton Bachrul Alam

Dijelaskan Anton, jika Nazaruddin memang berhasil dipulangkan ke Indonesia, pihak kepolisian akan langsung menyerahkan dia ke KPK untuk diperiksa lebih lanjut.

Tertangkapnya Nazaruddin untuk sementara bisa menjadi ‘obat penawar’ bagi KPK, karena bertepatan dengan gonjang-ganjing di tubuh lembaga antikorupsi itu. Sebaliknya, jika KPK tidak mampu secepat mungkin membuat Nazaruddin membongkar bukti dan fakta seperti yang dia janjikan, maka tamatlah KPK.

“Pertama, kita harus apresiasi kinerja aparat. Saya berharap Nazaruddin menjelaskan semua yang dia ketahui. Buka saja kotak pandora itu. Kita minta agar penegak hukum segera memproses. Silakan Nazaruddin bongkar dari A sampai Z, ” papar anggota DPR dari Fraksi PPP Ahmad Yani kepada Monitor Indonesia, Senin (8/8/2011).

Lantas, apakah dengan tertangkapnya Nazaruddin bisa menjadi awal kebangkitan kembali KPK dalam hal pemberantasan korupsi? “Kita tunggu sajalah prosesnya. Kalau KPK sejak awal tanpa Nazaruddin memang sudah lemah. Yang tangkap kan polisi, bukan KPK,” tukas dia.

Sikap kecewa Ahmad Yani terhadap kinerja KPK bukanlah hal yang berlebihan. Betapa tidak, dua kasus besar, yakni Centurygate dan mafia pajak Gayus Tambunan hanya berhenti di dua nama saja.

Robert Tantular sang pemilik bank dan Gayus Tambunan sang pegawai Direktorat Pajak. Padahal, kasus Centurygate cukup banyak menyeret sejumlah nama, di antaranya mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono (sekarang Wakil Presiden), mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani (sekarang Direktur Bank Dunia). Sedangkan pada kasus Gayus, beberapa pejabat teras di Direktorat Pajak juga disebut-sebut menikmati ‘uang haram’ Gayus.

Jika dikaitkan dengan kasus Nazaruddin yang juga melibatkan sejumlah pembesar negeri ini, apakah dia akan senasib dengan Robert Tantular dan Gayus Tambunan? Apakah KPK kali ini akan benar-benar menunjukkan nyalinya?

“Serahkan semua kepada proses hukum,” jawab Ketua DPR Marzuki Alie kepada Monitor Indonesia, Senin (8/8/2011) malam.

Ah, bakal panjang lagi nih…

Ishak H Pardosi

Minggu, 07 Agustus 2011

Berharap KPK dapat Dipercaya Lewat Komisi Etik

Komisi Etik KPK mulai melakukan pemilahan dugaan pelanggaran yang dilakukan pimpinan lembaga itu yang namanya diseret oleh tersangka suap wisma atlet Muhammad Nazaruddin yang juga melibatkan mantan Sesmenpora Wafid Muharam.


ANGGOTA Komisi Etik KPK, Syafi’i Maarif  mengatakan, saat ini komisi masih memilah-milah dugaan pelanggaran yang dilakukan pimpinan KPK. Komisi Etik direncanakan mulai memeriksa pejabat KPK pada Rabu mendatang.

“Kita bedakan mana yang pelanggaran kode etik, mana yang pidana. Selasa mungkin kita masih mendata juga,” kata mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.

Menurut Syafii Ma’arif, dirinya tidak mau berlama-lama menuntaskan kasus ini. “Bulan puasa ini mudah-mudahan bisa selesai semua. Saya kira itu waktu yang cukup,” katanya.

Dia juga mengakui kerja komite etik dalam membuktikan tuduhan Nazaruddin tidak mudah. Syafi’i mengeluhkan ruwetnya pembahasan dalam rapat. “Ini ruwet,” tukasnya.

Sementara Ketua Komite Etik, Abdullah Hehamahua mengatakan, Komite Etik mengalami kesulitan dalam menyimpulkan berbagai tuduhan pelanggaran kode etik terhadap para pemimpin KPK.

Pasalnya, informasi dan data tuduhan itu terserak di berbagai pemberitaan media massa dengan gaya penyampaian yang berbeda-beda. “(Informasi) satu media dengan lainnya tak matching, media satu dan lainnya beda gaya. Itu membuat anggota jadi pusing,” kata Abdullah.

Menurut Abdullah, Komite Etik mengumpulkan bahan dan data dari berbagai media selama sebulan terakhir. Bahan dikumpulkan dalam bentuk kliping. “Disepakati akan dibuat resume selama satu bulan, lalu ditambah (informasi) dari dalam (KPK),” ungkapnya.

Menurut Abdullah, jadwal pemeriksaan akan dibahas pada rapat Selasa pekan depan. Dua hari setelah itu barulah diputuskan siapa yang bakal dimintai keterangan. Abdullah berpendapat Komite bertugas mulai dari hulu. “Kami mulai dari siapa yang lebih mudah terurai,” kata Abdullah.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan anggota DPR, antara lain Angelina Sondakh dan I Wayan Koster, akan diperiksa.

Pemimpin media massa yang dianggap mengetahui banyak ihwal dugaan pelanggaran kode etik itu pun bakal dimintai keterangan. “Kalau ada media yang kami anggap, kok polisi enggak bisa nangkap (Nazaruddin) tapi media bisa, bisa saja kami minta. Siapa tahu dari teknik-teknik media bisa ditiru oleh lembaga penegak hukum,” paparnya.

Sekedar diketahui, tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet Muhammad Nazaruddin mengatakan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah bersama Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, akhir Juni lalu.

Mereka disebut menyepakati agar pengusutan kasus wisma atlet tak merembet ke petinggi demokrat lainnya. Imbalannya, Demokrat akan meloloskan Chandra dan Ade menjadi pemimpin KPK periode berikutnya. Wakil Ketua KPK, M. Jasin dan Chandra, menyatakan Ketua KPK Busyro Muqoddas juga pernah bertemu dengan Nazaruddin.

Anggota Komisi Etik  terdiri dari Prof Sjahruddin Rosul, Bibit Samad Rianto, Abdullah Hehamahua,Said Zainal Abidin, Prof Marjono Reksodiputro, Anwar Nono Makarim, dan Buya Syafii Maarif.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=42990 
http://monitorindonesia.com/?p=42982 
http://monitorindonesia.com/?p=42984 
http://monitorindonesia.com/?p=42986 
http://monitorindonesia.com/?p=42988 

Ironi Kisah Lupa Daratan, Si Janda Darsem dari Desa Patimban

Darsem mendadak kaya raya. Janda beranak satu asal Kampung Trungtum, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Subang, Jawa Barat ini baru saja diguyur uang sebanyak Rp 1,2 miliar. Darsem bukannya menang lotere atau undian, tetapi uang seribu dua ratus juta itu diperoleh dari hasil sumbangan pemirsa stasiun televisi TV One. Niat sumbangan itu tentu mulia, membebaskan Darsem dari hukuman pancung di tempatnya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.


TERNYATA, garis tangan Darsem berkata lain. Hukuman pancung urung dijatuhkan. Sebagai gantinya, Darsem diwajibkan membayarkan uang pengganti nyawa (diyat) senilai Rp 4,7 miliar. Tentu saja, mantan istri Sanudin tidak punya uang sebanyak itu. Beruntung, pemerintah Indonesia bersedia membayarkan denda bagi Darsem. Alhasil, putri tunggal Dawud ini pulang dengan selamat ke Tanah Air, Rabu (13/7/2011) lalu.

Bukan saja lolos dari pedang penjagal Saudi, Darsem kembali disambut rezeki lain yakni pemirsa TV One sebesar Rp 1,2 miliar tadi. Senin, (25/7/2011) lalu, ia lalu mendatangi BRI unit Pamanukan Kota untuk mengecek kebenaran sumbangan tersebut. Betul saja, rekening Darsem kini sudah gemuk disesaki uang miliaran rupiah. Saat itu juga Darsem langsung mencairkan uang sebesar Rp 259 juta dan menyisakan uang sebesar Rp 1 milyar.

Kehidupan Darsem sejak saat itu kontan saja berubah. Jika sebelumnya ia seorang pendiam, ia kini lebih pintar bergaul. Apalagi, dia sudah membayarkan utang orang tuanya sebesar Rp 24 juta yang digunakan untuk upaya pemulangan dirinya dari negeri Arab. Janji Darsem membantu Masjid, orang jompo, dan bahkan membantu pembangunan jalan di kampungnya, lenyap entah kemana. Pilihan Darsem menjadi lain yakni ingin membeli rumah baru, mengadakan syukuran untuk anaknya, menyumbang membeli sawah, dan membuka toko.

Namun, yang paling mentereng, Darsem kini berubah menjadi ‘toko emas berjalan’. Setidaknya, itulah pengakuan Een, putri sulung Ruyati yang dihukum pancung di Arab Saudi beberapa waktu lalu.

“Darsem itu nggak tahu diri, dari duit miliaran dia cuma nyumbang ke masjid Rp 500 ribu dan 20 anak yatim,” kata Een, kepada wartawan, Jumat (5/8/2011) malam.

“Iya, seperti toko emas berjalan. Dia kan seperti sekarang ini karena kasus ibu saya mencuat,” sesal Een yang hanya menerima bantuan sebesar Rp 20 juta dari Darsem atas kematian Ruyati.

Bukan Een saja yang geram melihat kelakuan Darsem. Warga sekampung Darsem pun demikian. Bahkan, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, Darsem tidak tahu diri.

“Saya mendengar Darsem menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati hanya Rp20 juta. Saya rasa kalau dia tahu diri, tidak menyumbang hanya Rp 20 juta, tetapi Rp 200 juta sampai Rp500 juta,” kata Jumhur kepada wartawan di Sulawesi Tengah, Sabtu (6/8/2011).

Jumhur menegaskan, sejak semula ia tidak setuju bantuan dari pemirsa televisi itu diberikan semua kepada Darsem. Karena pemerintah telah membayarkan diyat Darsem.

“Makanya ketika ada serah terima bantuan pemirsa di televisi itu, saya tidak datang meskipun diundang,” katanya. Namun, Jumhur berharap, Darsem tidak bersikap secara berlebihan dan tahu diri dalam menjalani kehidupannya.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=42856
http://monitorindonesia.com/?p=42863
http://monitorindonesia.com/?p=42868
http://monitorindonesia.com/?p=42872
http://monitorindonesia.com/?p=42876

Sabtu, 06 Agustus 2011

Menunggu Pertarungan Dua Figur Ani di Tahun Kuda

Pilpres 2014 masih akan berjalan tiga tahu kedepan, namun panasnya persaingan sudah mulai terasa jauh hari sebelumnya. Partai-partai sudah berpacu mempromosikan calon presiden dan pendampingnya masing-masing.



SRI Mulyani Indrawati yang diusung sebagai capres oleh Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) pada Pilpres 2014 mendatang meski SMI belum memberikan jawaban- sempat diisukan akan menggandeng Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Isu pasangan SMI berpasangan dengan Mahfud sudah terdengar jauh hari sebelum Partai SRI meminang SMI menjadi capres.

Namun Ketua Bidang Komunikasi Publik Partai SRI, Efika Rosemarie membantah kabar tersebut. Menurut Efrika, Partai SRI belum menemukan pasangan yang cocok untuk bertarung dalam bursa calon presiden, termasuk nama Ketua MK, Mahfud MD.

“Kami belum menemuai calon. Kamai memang mendengar ada nama lain tapi partai kami belum memutuskan belum ada yang cocok,” kata Efrika.

Sementara di kubu Partai Demokrat (PD), mengusung nama Ani Yudhoyono sebagai capres, kabarnya, nama Ani Yudhoyono disandingkan dengan Ketum DPP PAN, Hatta Rajasa.

Hajat besar besanan SBY dan Hatta Rajasa juga menjadi simbol bakal terjadinya ‘besanan politik’ di masa depan. Hal ini  sangat potensial terjadi demi melanggengkan dinasti kekuasaan politik di negeri ini, terutama setelah SBY tidak bisa menjadi Capres lagi di 2014 berdasarkan aturan konstitusi.

Dalam konteks itulah besanan SBY-Hatta Rajasa dapat berlanjut ke pelaminan politik di 2014 dengan menduetkan Ani Yudhoyono-Hatta Rajasa sebagai Capres dan Cawapres.

Kalkulasi ini sangat mungkin karena   keduanya memiliki  peluang terbesar dari partainya baik di Partai Demokrat dan di PAN. Duet ini sangat sulit dibendung karena Partai Demokrat tetap dalam kendali penuh SBY sebagai Ketua Dewan Pembinanya serta PAN dalam kendali utuh Hatta Rajasa sebagai Ketua Umumnya.

Bagaimana dengan Puan Maharani? PDIP sebagai partai yang masuk dalam 3 besar di Pemilu 2009 misalnya, saat ini masih gamang dalam mengelus calon. Wacana mengusung Megawati sebagai capres perlahan-lahan mulai memudar. Sementara untuk mengusung Puan Maharani, putri Megawati, masih membutuhkan waktu yang panjang.

Puan Maharani tidak mewarisi kharisma seperti yang dimiliki Megawati. Sehingga Puan akan kesulitan mendapat dukungan dari kader dan simatisan PDIP yang masih menginginkan Megawati sebagai capres.

Melihat kondisi ini, Taufiq Kiemas sebenarnya ingin mempercepat regenerasi politik di PDIP. Caranya dengan menempatkan Puan di kursi kabinet KIB jilid II. Namun keinginan tersebut banyak mendapat tentangan dari sejumlah elit PDIP.

“Kalau melihat peta di internal PDIP akan lebih strategis bila Puan diusung sebagai cawapres. Dengan cara seperti ini setidaknya bisa memberikan pelajaran bagi Puan untuk maju sebagai capres berikutnya,” kata pengamat politik Burhanuddin Muhtadi. Jika begitu, mungkinkah akan terjadi pertarungan dua figur Ani di tahun Kuda?



Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=42715
http://monitorindonesia.com/?p=42705
http://monitorindonesia.com/?p=42708
http://monitorindonesia.com/?p=42711
http://monitorindonesia.com/?p=42713

Jumat, 05 Agustus 2011

Tanggung Jawab Politik Partai Demokrat Nol Besar

Partai Demokrat terlihat tidak serius menindaklanjuti tuduhan Nazaruddin atas dugaan keterlibatan sejumlah kadernya dalam kasus suap proyek wisma atlet SEA Games. Tanggung jawab politik Partai Demokrat dipertanyakan?


TIDAK hanya kepolisian, KPK dan Interpol terus memburu Nazaruddin. Namun, nyatanya mantan kasir partai besutan Presiden SBY itu masih aman di tempat persembunyiannya. Belum tertangkapnya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin membuktikan lemahnya kordinasi aparat penegak hukum.

“Tidak cukup transparan menurut saya dan siapa yang ditindak, ini lamban sekali. Padahal soal Nazaruddin sebenarnya ada tanggung jawab politik mereka,” tegas Ketua SETARA Institute, Hendardi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/8/2011).

Seharusnya, lanjut Hendardi, Demokrat wajib memberikan pertanggungjawaban kepada publik atas kasus Nazaruddin. Jika Demokrat berhasil menyelesaikan kader yang bermasalah, otomatis citra partai dengan slogan antikorupsi itu akan kembali membaik.

“Dengan tanggung jawab politik itu mereka harusnya mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan bertindak cepat untuk menunjukkan keseriusan, apakah itu soal pemulangan Nazar atau proses hukum terhadap kasus ini,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat, Amir Syamsuddin mengatakan timnya telah memeriksa sejumlah kader partai. Di antaranya Wakil Sekjen Angelina Sondakh dan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Mirwan Amir. Namun, Dewan Kehormatan menolak untuk menjelaskan hasil pemeriksaan tersebut kepada publik.

“Benar ada klarifikasi, namun proses tersebut belum dapat dipublikasikan. Sesuai dengan pedoman acara pemeriksaan, kode etik bersifat tertutup atau rahasia,” kata Amir, Rabu (3/8/2011) kemarin.

Sebelumnya, pengamat politik Fadjroel Rahman menilai, penanganan kasus korupsi di Indonesia akan mengalami kemacetan jika menyangkut pihak kekuasaan.

Fadjroel memberi contoh kasus pada era Orde Baru yang tak tuntas seperti kasus Kredit Likuiditas dan Bantuan Likuiditas BI (KLBI/BLBI), dan Cendana yang nominalnya mencapai ribuan triliun. Sama halnya kasus Century yang hingga kini belum juga terselesaikan.

“Kita betul-betul macet kalau korupsi itu terkait kekuasaan. Track-nya benar cuma penegakan hukumnya yang macet-semacetnya,” ujar Fajdroel dalam diskusi di Gedung DPR Jakarta, Jumat (29/7/2011).

Karenanya, mantan aktivis mahasiswa era 90-an ini juga memastikan kasus Wisma Atlet SEA Games dan Hambalang juga akan mengalami hal yang sama. Selama partai politik pemegang kekuasaan terlibat dalam kasus korupsi, maka penanganan kasus tidak akan pernah selesai.

“Kalau parpol kekuasaan terlibat sampai kiamat pun tidak akan selesai, kalau berharap pada pemerintah saat ini,” tuturnya.

Menurut dia, yang mendesak diperbaiki saat ini adalah regulasi dan sikap pemerintah. “Regulasinya parah, tidak hanya KPK tapi SBY juga berada di titik nadir. Harapan akan selesai itu harapan kosong dan tidak mungkin terjadi,” tandasnya.

Apalagi, sambung dia, SBY saat ini hanya mengumbar janji. “Slogan SBY kan berjanji, prihatin, dan lupakan,” tukas pengembang Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia) ini.

Ishak H Pardosi

http://monitorindonesia.com/?p=42517 
http://monitorindonesia.com/?p=42522 
http://monitorindonesia.com/?p=42527 
http://monitorindonesia.com/?p=42532 
http://monitorindonesia.com/?p=42537 

Rabu, 03 Agustus 2011

Geliat SRI Hingga ke Kantong Mantan Jenderal

Partai politik (parpol) baru Serikat Rakyat Independen (SRI) sudah menyebar hampir di seluruh Indonesia. Mereka menargetkan suara dari masyarakat yang sudah antipati dengan partai politik dan perilaku politikus di DPR saat ini.

KAMI mengumpulkan orang-orang yang apatis yang kecewa dengan keadaan saat ini. Kami mengajak untuk mencoba berpikir akan dibawa kemana bangasa ini. Kalau ada yang satu visi, kami siap menyambut dengan tangan terbuka. Pada 2009 saja hampir 60 persen yang mempunyai hak pilih, tidak memilih atau golput, itu menunjukkan kejenuhan masyarakat terhadap partai dan politikus yang ada. Masyarakat apolitis dan swing voter ini menjadi target utama kami,” papar Pengurus Pusat SMIK, Ronsi Daur.

Dengan kondisi seperti itu, pada Pemilu 2014 masyarakat membutuhkan kehadiran tokoh baru yang jujur, memiliki integritas, dan menjungjung tinggi etika politik yang baik. Selain itu, Daur melanjutkan, orang tokoh itu pun harus santun, dan mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat. “Kami yakin Sri Mulyani merupakan orang yang tepat dan memenuhi syarat tersebut. Untuk itu, kami sudah siap untuk mengusung Sri Mulyani pada 2014 nanti,” katanya.

Terjegalnya, calon dari jalur independen, tidak membuat langkah SMI K surut. Dikabarkan, Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat didekati perwakilan negara asing supaya mendukung Sri Mulyani Indrawati maju sebagai calon presiden pada Pemilihan Umum 2014. Pendekatan terus dilakukan sampai saat ini. Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Soerjadi dalam sebuah diskusi mengakui, perwakilan negara asing itu mendekati sejumlah purnawirawan TNI AD melalui diskusi tentang kondisi politik nasional.

Dari percakapan itu, mereka menyatakan nama Sri Mulyani sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Namun, purnawirawan TNI AD tak menyikapi secara kelembagaan. “Mereka menyebut nama Sri Mulyani sebagai calon presiden. Lalu embel-embelnya, didampingi calon wakilnya dari TNI,” kata Soerjadi yang belum menyebutkan calon dari kalangan TNI aktif atau yang purnawirawan. Sampai saat ini diakui Soerjadi, belum ada sosok yang secara resmi diajukan PPAD untuk calon pemimpin nasional pada Pemilu 2014 atau sebelumnya. Namun, Sri Mulyani termasuk nama yang gencar disodor-sodorkan, terutama oleh kalangan Barat.

Dikatakannya, kondisi penyelenggaraan kebangsaan kini sudah sangat mengkhawatirkan karena menyimpang dari cita-cita kemerdekaan. Sebab itu, masyarakat sudah tidak sabar lagi menunggu tahun 2014. Pernyataan Soerjadi diamini mantan Wakil Kepala Staf TNI AD Kiki Syahnakri. Menurutnya, saat ini Indonesia kehilangan kedaulatan, terutama di bidang ekonomi. Karena itu, seharusnya tahun 2014 menjadi momentum untuk meraih kembali kemerdekaan, terutama untuk tak lagi terlalu bersatu dengan Barat. “Kita harus mandiri,” katanya.



Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=42314
http://monitorindonesia.com/?p=42307
http://monitorindonesia.com/?p=42310
http://monitorindonesia.com/?p=42313
http://monitorindonesia.com/?p=42319

Gerilya ILWP, Dari Timor Timur Menuju Papua Merdeka

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) International Lawyers for West Papua (ILWP) untuk kemerdekaan bangsa Papua Barat digelar di Oxford, Inggris, hari ini, Selasa (2/8/2011). KTT ini dipimpin Ketua Parlemen Internasional Papua Barat, Andrew Smith dan pengacara ILWP Jen Robinson. Dalam situs fwnews disebutkan, pembicara di ajang ini antara lain pentolan Kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda, serta pengacara sekaligus pendukung kemerdekaan Papua Barat Louis Yandeken asal Papua Nugini.


SELAIN dua pembicara utama ini, terdapat empat nama lain yang didaulat sebagai pembicara. Mereka adalah Frances Raday, John Saltford, Clement Ronawery, dan Ralph Regenvanu. Keempat nama ini juga dikenal sebagai pengacara hak asasi manusia dan hukum internasional.
 
Seperti diketahui, KTT ILWP digelar di tengah panasnya kondisi Papua. Sedikitnya 19 orang tewas di Ilaga, Puncak Jaya, Papua, akibat bentrok pendukung Pilkada. Isu separatisme juga menguat dengan berkibarnya bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM), Bintang Kejora.

Bahkan, ribuan orang warga Papua di Manokwari, Papua Barat, hari ini, Selasa (2/8/2011) juga melakukan aksi turun ke jalan. Mereka mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan referendum di tanah Papua.
Massa gabungan dari tiga kelompok organisasi yakni Pergerakan Papua Merdeka atau West Papua National Autority (WPNA), Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan Dewan Adat Papua (DAP) ini mengklaim, semua tindakan kekerasan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua telah dilaporkan hari ini ke mahkanah internasional.


Kordinator Aksi, Markus Yenu menyebut aksi ini sebagai bagian dari tuntutan masyarakat Papua di Manokwari untuk meminta segera dilaksanakan referendum, sekaligus merespons konferensi yang berlangsung di Inggris untuk  penyelesaian masalah Papua.


Sedangkan di Jakarta, pemuda dan mahasiswa Papua Barat yang tergabung dalam Komite Nasonal Papua Barat (KNPB) juga menggelar aksi demo damai berupa long march dan panggung politik.

Namun, KTT Oxford kali ini bukanlah hal yang mengejutkan. KTT ini merupakan produk dari International Parlementarians for West Papua (IPWP) yang didirikan pada 15 Oktober 2008, di Gedung Parlemen Inggris. Group ini mencakup anggota parlemen dari berbagai negara dengan dua anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith dan Lord Harries sebagai inisiator.

Dalam peluncuran IPWP ini, para anggota parlemen dari berbagai negara termasuk Powes Parkop (Anggota Parlemen Papua Nugini sekaligus Gubernur Port Moresby) hadir, yang secara bersama-sama mengangkat persoalan Papua menjadi persoalan Internasional. Terpenting lagi, persoalan tersebut mesti diselesaikan melalui sebuah mekanisme internasional alias referendum.


IPWP sendiri lahir dari hasil perjuangan Pemimpin Gerakan Separatis Papua Merdeka (Ketua DeMMak) yang bermukim di Inggris, Benny Wenda. Dalam perjalanannya, Benny selalu mengadakan kegiatan di hampir seluruh pelosok Kerajaan Inggris Raya untuk mencari dukungan.

Kampanye Papua Merdeka yang dilakukan Benny Wenda di Inggris diasuh oleh sebuah wadah bernama Free West Papua Campaign dengan Richard Samuelson sebagai pemimpinnya.

Dalam sebuah edaran resmi Free West Papua Campaign yang diterbitkan di situs http://www.freewestpapua.org/, Samuelson mengatakan “satu dekade yang lalu Group Parlemen Internasional untuk Timor Timur memainkan peran yang sangat signifikan membawa Timor Timur menjadi perhatian dunia internasional. Kami sangat mengharapkan IPWP akan berbuat yang sama untuk Papua Barat”.

Seperti diketahui, lepasnya Timor Timur dari pangkuan Ibu Pertiwi, merupakan satu contoh keterlibatan kekuatan asing terutama Australia dalam memecah-belah wilayah Indonesia.


Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=42120 

Selasa, 02 Agustus 2011

Inilah Daftar Akrobat Politik Si Badut Marzuki

Sebelum menjadi Ketua DPR RI, Marzuki Alie dikenal sebagai politisi yang jarang bicara ke publik. Namun semenjak menjadi orang nomor satu di Senayan, lontaran dari mulut Marzuki kerap mengundang kontroversi dan polemik.


NAMUN jauh sebelum pernyataannya yang ingin membubarkan KPK dan mengampuni koruptor. Marzuki kerap melontarkan berbagai pernyataan yang kerap mengundang kecaman. Ketua Umum Badko HMI Jabotabeka-Banten, Rudy Gani menilai, kontroversi tersebut sepatutnya tidak terlentorkan dari mulut Ketua DPR. Tidak heran jika Marzuki Alie dituding sebagai badut politik belaka yang tidak lucu. Berikut adalah berbagai pernyataan Marzuki Alie yang kontroversi:
 
26 Oktober 2009.

Marzuki mendukung rencana pemerintahan SBY menaikkan gaji para menteri meski tiga hari kemudian ia membantah pernyataannya. Pernyataan tersebut dikecam karena banyak yang menilai tidak sensitif terhadap rakyat kecil.

28 Oktober 2009:

Marzuki secara sepihak membatalkan dua rapat kerja menteri yakni rapat kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan dan rapat kerja Komisi VIII dengan Menteri Agama.

21 Januari 2010:

Tanpa didampingi pimpinan DPR lainnya Marzuki menghadiri pertemuan pimpinan lembaga tinggi negara di Istana Negara. Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso merasa tidak terwaikili dengan kehadiran Marzuki itu.

2 Maret 2010:
Marzuki dicerca anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna DPR RI soal rekomendasi Pansus Angket Bank Century karena secara sepihak menghentikan rapat.

15 September 2010:
Marzuki Alie menilai studi banding yang dilakukan Panja Pramuka DPR RI ke Korea Selatan, Jepang, dan Afrika Selatan bukanlah pemborosan. Lawatan ke tiga negara itu kabarnya beranggaran Rp 3,7 miliar.

27 Oktober 2010:
Marzuki berceloteh soal bencana tsunami yang melanda Mentawai, Sumatera Barat. Dia menyalahkan para korban yang tetap tinggal di tepi pantai. Ia juga menyarankan agar warga pindah ke daratan. Gerakan kecam Marzuki beredar di media sosial Facebook dan Twitter.

29 November 2010:
Marzuki diam-diam kunjungan kerja ke luar negeri Syria di tengah keprihatinan saat ini akan bencana alam yang melanda tanah air pascatsunami di Mentawai. Padahal saat itu semua alat kelengkapan DPR membatalkan agenda kunjungan ke luar negerinya sampai akhir tahun sebagai bentuk empati terhadap rangkaian bencana alam di tanah air.

24 Desember 2010:
Marzuki mengakui kinerja anggota dewan di sepanjang tahun 2010 buruk dengan hambatan utama terutama faktor komunikasi. Ini mengundang reaksi dari kawan-kawannya sesama anggota DPR RI.

11 Januari 2011:
Marzuki geram dengan pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon yang menyebutkan pimpinan DPR melakukan kebohongan publik tentang persetujuan semua fraksi dalam pembangunan gedung baru DPR. Marzuki tegas menyatakan, fraksi Gerindra di DPR serta fraksi lainnya sudah setuju terkait  pembangunan itu.

26 Februari 2011:
Marzuki meminta pemerintah menghentikan arus pengiriman TKW  sebagai pembantu rumah tangga ke luar negeri karena semakin memperburuk citra Indonesia di luar negeri. Migrant Care mendesak Marzuki minta maaf atas pernyataannya itu.

1 April 2011:
Marzuki terus berceloteh soal pembangunan gedung mewah DPR dan   menyebut pembangunan gedung baru DPR sudah ada sejak Agung Laksono menjadi ketua DPR periode sebelumnya.

15 April 2011:
Tiba-tiba Marzuki keberatan dengan keberadaan salah satu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Development Programme (UNDP) di lingkungan gedung DPR RI.

30 Mei 2011:

Marzuki berang dengan pemilik akun Twitter Benny_Israel dan akan melaporkannya ke Polisi.

27 Juni 2011:
Marzuki membuat berang pimpinan DPD RI terkait pernyataannya ada penggelembungan pembangunan gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menghabiskan dana sekitar Rp 30 miliar per gedung di 33 provinsi.

29 Juli 2011:
Secara mengejutkan Marzuki mengusulkan KPK dibubarkan. Para koruptor diampuni dan duitnya dikembalikan ke negara.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41946 

Minggu, 31 Juli 2011

Mungkinkah Google Mencuri Rahasia Negara Lewat Dunia Maya?

Rencana ekspansi bisnis Google, perusahaan raksasa internet asal Amerika Serikat di Indonesia, di satu sisi sangat menguntungkan. Namun, di sisi lain tentu saja harus diwaspadai. Memang, sama halnya dengan dua situs jejaring sosial yang populer saat ini yakni Facebook dan Twitter, kehadiran Google di Indonesia dinilai tidak akan bisa dijadikan alat propaganda isu dan melakukan revolusi politik. Namun, kecanggihan tiga teknologi ini bisa dimanfaatkan sebagai alat mata-mata yang menakutkan.


PERINGATAN ini pertama kali dilontarkan pendiri situs pembocor rahasia WikiLeaks, Julian Assange, seperti dilansir situs Silicon Alley Insider. Assange mengatakan facebook dan twitter bukanlah alat yang bisa bisa digunakan untuk revolusi politik.

“Itu tidak bisa. Ia (facebook) hanya bisa digunakan untuk memuat database seseorang secara komplit dan komprehensif. Dua jejaring itu juga bisa digunakan untuk melancarkan komunikasi, tak lebih dari itu,” katanya.
Namun, Assange mengingatkan, facebook dan twitter bisa diakses oleh agen intelijen Amerika Serikat. Bahkan, kata Assange, facebook, twitter, google, dan yahoo, membuat situs mereka dengan antarmuka yang bisa digunakan oleh intelijen AS.

“Sekarang, apakah berarti facebook memang dijalankan oleh intelijen AS? Tidak, tidak seperti itu, Tapi sederhananya, intelijen AS mampu melakukan tekanan politik maupun hukum kepada mereka,” tukas Assange.

Peluang bocornya rahasia negara lewat dunia maya juga dibenarkan Menkominfo Tifatul Sembiring. Ia menjelaskan, Twitter terbuka untuk menjadi sarana warga membocorkan rahasia negara. Namun, atas nama kebebasan berbicara, Tifatul melanjutkan, pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk menahan informasi yang cukup bersifat rahasia negara.

Karenanya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto mengaku akan mengawasi kegiatan di jejaring sosial.

“Yang membahayakan tentu kita pantau. Yang arahnya teror dan subversif tentu kita pantau. Datanya kita serahkan ke Menkominfo. Biar Menkominfo yang menentukan langkahnya,” kata Sutanto, usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa (22/3/2011) lalu.

Menurut Sutanto, BIN  hanyalah lembaga yang membantu memberikan informasi atau peringatan dini. Langkah selanjutnya atas informasi itu diserahkan kepada instansi yang bersangkutan.

“Kita memberikan peringatan dini terhadap instansi terkait. Kita memperkuat supaya departemen terkait bisa berfungsi lebih kuat,” katanya. Untuk itu, tidak tertutup kemungkinan jejaring sosial juga akan diawasi apabila diyakini telah dimanfaatkan pihak tertentu ke arah yang membahayakan negara.

“Jejaring sosial itu untuk komunikasi masyarakat. Kalau dimanfaatkan oleh pihak tertentu, akan kita pantau,” tegasnya.

Seperti diketahui, meski belum resmi menginjakkan kakinya di Indonesia, Google menyebutkan bakal membuka kantornya di Indonesia di kisaran tahun 2012 nanti.

”Mereka belum tahu di mana (akan membuka kantor). Tapi mungkin di Jakarta. Titipan pesan dari Google adalah ekonomi Indonesia diyakini akan sangat cepat tumbuh apabila konektivitas (digital connectivity) semua terhubung. Itu membuat transaksi efisien, informasi lebih cepat, arus perdagangan lebih cepat. Dia yakin di situlah Google dapat berperan,” terang Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat di Jakarta, pekan lalu.

Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=41698 
http://monitorindonesia.com/?p=41706 
http://monitorindonesia.com/?p=41704 
http://monitorindonesia.com/?p=41702 
http://monitorindonesia.com/?p=41700 

Mencari Mafia Anggaran di Tubuh Dewan

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung mengakui adanya mafia anggaran di tubuh legislatif. Ada beberapa anggota Dewan yang turut ‘bermain’ dengan pihak eksekutif dan pengusaha. Mafia anggaran di tubuh Dewan benar adanya.


MAFIA anggaran itu ada. Sudah ada beberapa yang ketahuan melakukan itu, ada yang dalam proses hukum dan ada yang ditahan. Namun, mafia anggaran bukan hanya di satu tempat. Bisa terjadi kalau ada beberapa pihak yang bersepakat. Kalau enggak direspons sama eksekutif, enggak mungkin terjadi,” papar Tamsil dalam sebuah acara diskusi mingguan di Gedung DPR RI yang berlangsung pada Kamis (28/7/2011) lalu.

Seperti apa celah yang dimanfaatkan mafia anggaran di DPR berjalan selama ini? Tamsil menuturkan semua APBN sudah dialirkan sesuai jalurnya. Ada sisanya, namanya dana optimalisasi. Dicontohkannya, dari dana APBN 2010 senilai Rp 1.320 triliun, sudah diajukan ke DPR sekitar Rp 1.310 triliun. Ada selisih Rp 10 triliun berstatus optimalisasi. Nah, selisih inilah, kata Tamsil, yang berpeluang menimbulkan negosiasi. Pada prinsipnya ada sesuatu yang bisa dinegoisasi oleh mafia anggaran.

“Perubahan-perubahan itu nggak banyak terjadi. DPR ada optimalisasi, ada penerimaan defiden dan lain-lain. Baik itu dari pajak maupun pendapatan negara bukan pajak. Selisih seperti ini yang kadang berpeluang untuk melakukan negosiasi,” katanya.

Mafia anggaran belakangan memang mendapat sorotan publik. Pasalnya, terbongkarnya sejumlah kasus mafia anggaran kerap melibatkan oknum anggota DPR. Bukan rahasia umum lagi ada segelintir angota Dewan yang menjadi calo atau mafia anggaran.

Mulusnya permainan di Badan Anggaran terutama disebabkan rapat-rapat di badan tersebut sering dilakukan secara tertutup, luput dari pengawasan media dan publik. Pembahasan anggaran juga kerap tak dilakukan di gedung DPR. Proses yang tertutup ini menyebabkan pembahasan seringkali tak transparan. Proses ini memang sudah diatur oleh para mafia anggaran.

Bicara soal mafia anggaran, peneliti korupsi ICW, Abdullah Dahlan mengatakan, ada dua cara para calo anggaran ini bekerja. Bisa melalui birokrasi dan melalui jalur politik yang melibatkan partai politik.
Mata rantai percaloan melibatkan banyak pihak terkait, mulai dari unsur pejabat daerah hingga jalur politik melalui perantara kader partainya. Modusnya pun beragam, kata Dahlan, dari permintaan fee setiap pengajuan anggaran hingga barter program di daerah untuk meningkatkan rating partai dan kadernya.

“Itu modus yang biasa mereka gunakan untuk lobi pusat. Pola seperti itu lumrah digunakan para makelar anggaran untuk bisa mengkatrol jumlah anggaran yang diminta tiap daerah. Bahkan tak sedikit, fee yang mereka terima bisa digunakan untuk kepentingan partai, termasuk di dalamnya keuntungan pribadi,” paparnya.

Untuk memberangus praktik tersebut, lanjut Dahlan, perlu suatu gerakan massal yang juga melibatkan semua pihak untuk membongkarnya. Atau lebih ringkas disebut gerakan massal ‘pencabutan akar mafia’. Soalnya, tidak mudah mencari ‘’tikus’’ di gedung Dewan.

“Tentu saja, pembongkaran terhadap praktik mafia itu harus gencar dan melibatkan semua parpol, sekaligus menindaklanjutinya dengan sanksi seberat-beratnya, baik secara internal maupun diproses hukum. Sebab, kita mendiduga terjadinya kasus penyuapan yang ramai belakangan ini, bisa saja merupakan bagian dari ‘gunung es’ dari ‘mafia anggaran’ di negeri ini,” katanya.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41544 
http://monitorindonesia.com/?p=41537 
http://monitorindonesia.com/?p=41541 
http://monitorindonesia.com/?p=41547 
http://monitorindonesia.com/?p=41551 

Sabtu, 30 Juli 2011

Pengusul KPK Dibubarkan Itu Marzuki Demokrat Bukan Ketua DPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar mendapat ujian berat. Seleksi calon pimpinan KPK belum usai, lembaga superbodi antikorupsi itu malah dihantam isu lain yang tak sedap. Usulan pembubaran lembaga ad hoc bentukan DPR itu kini kembali mencuat. Anehnya, inisiator usulan itu justru berasal dari Partai Demokrat (PD), yang kini tampil habisan-habisan menepis tudingan korupsi yang dialamatkan ke partai penguasa itu.


TAPI kalau KPK sebagai lembaga ad hoc kini juga sudah tidak dipercaya lagi, maka apa gunanya lembaga ini,” ujar Ketua DPR Marzuki Alie kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/7/2011).

Tak perlu menunggu lama, pernyatan Marzuki yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina PD itu langsung mendapat reaksi keras. Penasihat Indonesia Police Watch (IPW), Johnson Panjaitan menilai, pernyataan Marzuki mesti diwaspadai, karena cenderung ingin membungkam dan melemahkan KPK. Johnson menangalisis, ucapan tersebut memang sengaja dilontarkan Marzuki dengan memanfaatkan gonjang-ganjing di tubuh KPK saat ini.

“Saya kira, itu satu tindakan serangan balik yang sangat keras terhadap KPK dengan menggunakan momentum yang sekarang. Dan itu memang yang ditunggu-tunggu Partai Demokrat,” tukas Johnson kepada Monitor Indonesia, Jumat (29/7/2011) sore.

Itu sebabnya, Johnson juga mengecam keras ucapan Marzuki yang menurut dia tidak seharusnya diucapkan seorang Ketua DPR. Karenanya, Johnson menyebut pernyataan Marzuki itu bukan atas nama Ketua DPR tetapi sebagai kader Partai Demokrat. Pasalnya, lanjut Johnson, partai besutan SBY itu adalah partai sarang koruptor. Sehingga, sangat wajar apabila Marzuki berniat membubarkan KPK.

“Tidak sepantasnya seorang Ketua DPR yang partainya terlibat dengan begitu banyak kasus korupsi malah membubarkan KPK. Padahal pembentukan KPK adalah keputusan rakyat yang membentuk lembaga ad hoc untuk perang melawan korupsi. Eh, malah dia yang ingin bubarkan. Saya kira yang bilang itu Marzuki Alie Partai Demokrat bukan Marzuki Alie Wakil Rakyat,” kritik pengacara Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) ini.

Menurut Johnson, kalau memang KPK saat ini dipimpin oleh orang-orang yang ‘kotor’, maka solusinya adalah tinggal mengganti personilnya saja. Sebab, kehadiran KPK saat ini masih sangat dibutuhkan untuk memberantas praktek korupsi yang semakin menggurita.

“Ya, ganti orangnya dong. Saya juga bisa ngomong, lebih baik DPR bubarin saja kalau DPR-nya tidak memikirkan rakyat. Kalau pikiran pendek seperti itu, tidak seharusnya dikeluarkan oleh seorang pimpinan wakil rakyat. Apalagi, KPK itu produk dari DPR.

Makanya saya bilang, Marzuki Alie mengatakan itu bukan sebagai Ketua DPR tetapi orang yang berkepentingan untuk membungkam KPK. Karena sudah jelas Partai Demokrat adalah sarang koruptor,” papar Johnson merujuk pada kasus Nazaruddin yang kini menyeret sejumlah elit Demokrat.

Ditegaskan Johnson, setali tiga uang antara Partai Demokrat dengan Partai Hanura dan Partai Golkar yang berniat membubarkan KPK tentu tidak boleh dibiarkan. Sebab, menurut dia, kehadiran KPK saat ini sangat dibutuhkan, karena institusi lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian masih belum bisa diandalkan.

“Ya, baguslah kalau ada partai lain yang setuju. Ini saatnya rakyat harus menolak dan bergerak. Rakyat harus berjuang membersihkan KPK, Kejaksaan, Kepolisian, partai, serta DPR yang terbukti telah menjadi sarang mafia,” pungkas Johnson.


Ishak H Pardosi
http://monitorindonesia.com/?p=41417
http://monitorindonesia.com/?p=41420
http://monitorindonesia.com/?p=41424
http://monitorindonesia.com/?p=41427
http://monitorindonesia.com/?p=41429

Kamis, 28 Juli 2011

Melapor di Sudirman 45, Berujung di Blitar

Tudingan Nazaruddin kepada Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum berbuntut dilaporkannya mantan kasir partai besutan SBY itu ke polisi. Anas melaporkan mantan rekan separtainya, M Nazaruddin, sejak Selasa (5/7/2011) ke Bareskrim Mabes Polri.


LAPORAN polisi dengan nomor 412 itu disampaikan tim pengacara didampingi para kader Partai Demokrat, di antaranya Denny Kailimang, Patra M Zein, Benny K Harman, dan Ruhut Sitompul.
Namun yang menarik, pemeriksaan Anas terkait laporannya soal Nazaruddin justru dilakukan di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Blitar, Jawa Timur, Selasa (26/7/2011). Dengan berdalih tidak sempat ke Jakarta, Anas diperiksa oleh dua orang penyidik dari Jakarta dan dua dari Polres Blitar dalam pemeriksaan yang berlangsung selama sejam tersebut.

“Pemeriksaan sudah dilakukan kemarin (Selasa, 26/7). Kurang lebih ada satu jam,” kata Kepala Polres Blitar, AKBP Wahyono, saat dikonfirmasi terkait dengan kabar pemeriksaan Anas di Markas Polres Blitar.

Wahyono mengatakan, Anas didampingi oleh penasihat hukumnya saat dilakukan pemeriksaan tersebut. Ia datang sekitar pukul 16.00 WIB dan langsung menuju ruangan Reserse dan Kriminal Polres Blitar.

“Kami hanya sebagai fasilitas saja. Kebetulan kemarin usai ziarah di makam orangtuanya (Desa Ngaglek, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar ) ia langsung ke Polres. Tim Bareskrim juga sudah menunggu di sini,” katanya.

Kapolres juga mengatakan, rencana pemeriksaan itu sudah lama dikoordinasikan dengan Polres Blitar, sejak Minggu (24/7). Pihaknya juga tidak keberatan dan siap memberikan fasilitas tersebut.
Sementara Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, membenarkan pemeriksaan Anas dilakukan di Polres Blitar, Jawa Timur. Namun Anton membantah jika pihaknya disebut memberikan keistimewaan kepada Anas dengan mengirimkan penyidik ke Blitar.

“Pemeriksaan bisa dilakukan di kantor polisi mana saja, nggak masalah. Di Polres mana saja boleh, apalagi sebagai korban,” katanya.

Pada bagian lain, ketika dimintai tanggapan penilaian berbagai pihak bahwa Anas mendapat perlakuan khusus oleh Polri setelah diperiksa di Blitar. Padahal Anas melaporkan mantan rekan separtainya, M Nazaruddin, di Bareskrim Polri di Jakarta. Menurut Patra, pelapor dapat diperiksa di mana saja berdasarkan KUHAP.

Nggak. Kami ini pelapor lho, boleh diperiksa di mana saja. Tanya kepada penyidik, kami hanya diminta penyidik,” kata Patra, Kamis (28/7/2011).

Patra mengaku tak tahu kegiatan apa yang dilakukan kliennya di Blitar. Dia juga mengaku tak tahu mengapa jadwal pemeriksaan dipercepat menjadi hari Selasa (26/7/2011). Sedianya, jadwal pemeriksa kemarin. “Nggak tahu. Saya hanya dampingi pemeriksaan,” katanya.

Anas menolak semua tudingan Nazaruddin yang memojokkan dirinya. Tudingan itu dibeberkan Nazaruddin melalui Blackberry Messenger (BBM) kepada wartawan. Tidak cukup itu, Nazaruddin juga melontarkan tuduhan dalam wawancara langsung di beberapa stasiun televisi dan via Skype.
Tim pengacara Anas sudah merekam pembicaraan Nazaruddin dengan Metro TV beberapa waktu lalu. Mereka juga akan meminta salinan rekaman kepada Metro TV untuk dijadikan bukti.

Nazaruddin menyebut Anas menerima suap terkait proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. Selain itu, kata Nazaruddin, Anas juga mengambil jatah uang Rp 7 miliar yang seharusnya untuk media massa.

Tudingan lain adalah adanya politik uang dalam memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Nazaruddin menyebut Anas menghabiskan uang hingga 20 juta dollar AS yang didapat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anas sudah membantah semua tudingan itu.

Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=41202 
http://monitorindonesia.com/?p=41204 
http://monitorindonesia.com/?p=41208 
http://monitorindonesia.com/?p=41211 
http://monitorindonesia.com/?p=41213